KORANNTB.com – Seorang perempuan lulusan Universitas Mataram (Unram) diduga menjadi korban pelecehan seksual oknum manager hotel di Lombok Utara tempat korban melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di hotel tersebut, pada Februari 2023 lalu.

Korban sempat melaporkan kasus tersebut ke Polres Lombok Utara pada April 2023, namun karena alasan tidak cukup barang bukti, kasus tersebut dihentikan.

Kini jusru korban ditetapkan tersangka pencemaran nama baik dan dijerat Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Korban dituduh mencemarkan nama baik manager hotel.

Kasus korban termasuk unik. Hanya sekali pemeriksaan pada 26 Maret 2024, korban ditetapkan tersangka.

Upaya manager hotel tersebut tidak sampai di situ. Pelaku meminta pihak Unram untuk menjatuhkan sanksi kepada korban karena dituduh tidak berprilaku baik saat PKL.

“Manajer hotel sempat meminta kepada Unram untuk memberikan sanksi kepada korban, tetapi karena sudah memiliki komitmen untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus kami langsung pasang badan membela korban,” kata Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram, Joko Jumadi, Selasa, 7 Mei 2024.

PPKS Unram bahkan merekomendasi Unram agar mencoret nama hotel tersebut atas dugaan pelecehan seksual tersebut.

Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram, Joko Jumadi
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram, Joko Jumadi

“Dalam konteks Satgas, karena pelakunya adalah hotel sebagai tempat magang. Maka, satgas sudah mengambil keputusan mencoret hotel ini bekerja sama dengan Unram,” kata Joko.

Pihak Unram meminta agar kepolisian membuka kembali kasus yang menimpa korban, karena dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tujuannya adalah untuk melindungi korban dari adanya tuntutan balik dari terlapor.

“Maka, kalau kasus ini dibiarkan, akan banyak korban yang tidak berani bicara. Jadi bukan hanya sekadar untuk kepentingan korban, tetapi untuk kepentingan masyarakat, menghindari adanya pelaku yang tidak terlaporkan karena korban tidak berani lapor,” ujarnya.

Kejanggalan Kasus

Joko juga merinci dugaan pelecehan seksual bukan hanya dilaporkan korban. Terungkap ada korban lainnya yang turut melapor kasus tersebut dengan pelaku yang sama.

“Yang lapor di Polres Lombok Utara ada dua orang dengan pelaku yang sama,” ujarnya.

Kasus ini juga sangat janggal. Tiba-tiba kamera pengawas hotel di lokasi dugaan pelecehan seksual tersebut tiba-tiba rusak.

“CCTV di lokasi tiba-tiba dinyatakan rusak,” kata dia.

Joko juga mengatakan ada saksi yang melihat pelaku memeluk korban dan memegang paha korban.

“Ada saksi yang menyatakan bahwa melihat kejadian si manager hotel memeluk korban DT dan memegang bagian pangkal paha korban DT,” kata dia.

Namun anehnya, polisi menghentikan kasus tersebut karena pelaku membantah dan karyawan pelaku di hotel membantah kesaksian korban dan rekan korban.

“Polisi menghentikan kasus ini karena pelaku tidak mengaku dan saksi yang merupakan karyawan pelaku menyangkal keterangan korban dan saksi mahasiswa,” katanya.

Pelaku juga pernah meminta maaf kepada korban dan keluarga korban dengan disaksikan beberapa saksi. Pelaku mengaku khilaf melakukan aksi pelecehan seksual tersebut.

“Pelaku sempat minta maaf dan mengaku khilaf kepada korban, ibu korban, anak Kades Senaru dan seorang Anggota DPRD KLU. Pernyataan maaf tersebut ada potongan rekamannya,” kata dia.

Kemudian, ada juga kasus lainnya di mana pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap korban lainnya.

“Ada juga sebuah rekaman video yang memperlihatkan pelaku mengelus-elus paha karyawannya yang berstatus istri orang,” kata Joko.

Polisi dinilai tidak serius menggali alat bukti terkait adanya kasus pelecehan seksual. Alih-alih mencari bukti, polisi justru menetapkan korban sebagai tersangka.

“Terakhir polisi tidak serius menangani kasus kekerasan seksual salah satunya tidak mencari alat bukti lain antara lain pemeriksaan psikologi dan pemeriksaan ahli,” ujarnya.