KORANNTB.com – Gugatan sengketa Pemilu yang dilayangkan kuasa hukum dari Calon Anggota DPD RI Dapil NTB, TGH Lalu Gede Wira Sakti Amir Murni ke Mahkamah Konstitusi (MK) nampaknya berpeluang menang.

Hal ini terlihat dari hasil sidang PHPU Nomor : 05-18/PHPU-DPD/XXII/2024 yang dilaksanakan pada Rabu 29 Mei 2024 di Gedung MK, Jakarta.

Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi dan bukti itu dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitus RI  Prof. Saldi Isra sekaligus sebagai Ketua Panel 2.

Saksi fakta dari pemohon atas nama Dharojatun menyampaikan bahwa proses pelaksanaan administrasi calon DPD RI Dapil Nusa Tenggara Barat telah dilaksanakan oleh KPU NTB sebagaimana tahapan yang telah ditetapkan termasuk di dalamnya terkait dengan kelengkapan administrasi yang menjadi syarat calon untuk dapat ikut dalam pemilihan DPD RI 2024.

“Dalam kaitannya dengan pokok perkara ini terkait dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap) kami tidak mengetahuinya secara detail kendati itu sebagai salah satu syarat,” kata Jatun saksi TGH Gede Sakti.

Saksi Jatun mengungkapkan, bahwa
Calon DPD RI atas nama Mirah Midadan Fahmid tercatat berdomisili di Kota Makassar dan terdaftar sebagai pemilih di Kota Makassar.

Hal tersebut diketahui saksi Jatun pasca pleno rekapitulasi suara di tingkat provinsi sehingga tidak ada ruang untuk mengajukan keberatan karena sudah melewati tahapan.

“Termohon dalam hal ini KPU tidak pernah mengumumkan kepada kami selaku LO (leasson officer) maupun kepada publik bahwa calon atas nama Mirah Midadan Fahmid tercatat sebagai pemilih di Kota Makassar,” ujarnya.

Saksi Jatun mengatakan, pihaknya memastikan terdaftarnya calon atas nama Mirah Midadan Fahmid sebagai pemilih tetap di Kota Makassar melalui Cek DPT Online.

Sementara itu, advokat Muh. Ihwan,  selaku Kuasa Hukum Pemohon TGH. Lalu Gede Sakti,  menjelaskan, semangat pembentukan undang-undang calon perseorang harus terdaftar pada daerah pemilihan bersangkutan yakni pada daerah pemilihan NTB.

Menurut dia, terdaftarnya Mirah Midadan Fahmid sebagai calon DPD RI Dapil NTB nomor urut 11 di luar daerah pemilihan telah melanggar Asas Ergo Omnes yang dalam bahasa latinnya berarti berlaku untuk setiap orang (toward everyone) atau negara tanpa perbedaan dapat dilaksanakan dan ditegakkan terhadap setiap orang atau lembaga secara langsung tanpa menunggu adanya putusan dari pejabat yang berwenang.

“Pada prinsipnya anggota DPD ini di desain berasal dari tokoh-tokoh daerah yang memahami Nusa Tenggara Barat secara demografi, geografis dan sosiologis. Atas dasar pemahaman tersebut seorang yang mewakili daerah di parlemen mampu menyuarakan dan memperjuangkan kebutuhan rakyat di pentas nasional,” tegas Ihwan.

Sementara kuasa hukum lainnya, DA Malik menjelaskan bahwa pengejawantahan dari substansi gugatan ini dapat ditemukan pada ketentuan pada pasal 10 ayat (1) UU No. 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi putusan MK bersifat final dan memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

“Sifat final ini mengacu pada daya ikat kepada siapa saja tanpa terkecuali termasuk terhadap penyelenggara pemilihan umum republik Indonesia dan atau badan badan hukum lainnya,” jelas Malik.

Ia mengatakan, implementasi dari ketentuan tersebut juga telah tegas diatur di dalam kontitusi Republik Indonesia pada pasal 24 huruf C ayat (1) UUD 1945 yang pada prinsipnya mengandung asas ergo omnes yakni sifat putusan MK memliki akibat hukum secara langsung kepada semua pihak.

Malik memaparkan, berangkat dari prinsip dasar di atas, yang kemudian dihubungkan dengan putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang di dalam putusannya, mahkamah juga telah menyadur putusan Nomor 10/PUU-VI/2008, bertanggal 1 Juli 2008 paragraf [3.18.1] huruf f  halaman 205-206, dikemukkan bahwa pertama DPD merupakan representasi daerah (territorial representation) yang membawa dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.

Kedua, dengan berpegang teguh pada maksud asli (original intent) perumus Undang-Undang Dasar bahwa  pembentukan DPD sebagai refresentatif  perwujudan kehendak rakyat (the will of the people) yang secara hakiki  keberadaan DPD  dilandasi oleh pemikiran untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan-keputusan politik yang langsung berkait dengan aspirasi dan kepentingan daerah dalam pengambilan keputusan politik sebagai bagian dari constitutional engineering.

“Sehingga harapan kami bahwa asas dan norma hukum tersebut, dapat dijadikan pertimbangan oleh majelis untuk mengabulkan permohonan pemohon secara keseluruhan,” kata Malik.