KORANNTB.com – Sebanyak 15 tenaga kerja asing atau TKA asal China yang bekerja sebagai penambang emas di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat bekerja di tiga perusahaan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dalam hearing yang dilakukan massa dari Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) Nusa Tenggara Barat (NTB) di DPRD NTB dengan dihadiri pihak Imigrasi Mataram, Disnakertrans NTB, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB hingga Polres Lombok Barat, Kamis, 29 Agustus 2024, fakta-fakta keberadaan TKA mulai mencuat.

Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian (Tikim), Heri Sudiono mengungkapkan 15 TKA yang bekerja telah mengantongi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan bekerja di tiga perusahaan berbeda.

“Tiga perusahaan tersebut adalah PT Jony Semesta Mining yang berlokasi di Kabupaten Dompu. Di Lombok Barat  PT Shengyuan Investment Group dan PT Jingming Investmen Group,” katanya.

Namun, pihak dari DPMPTSP memastikan tiga perusahaan tersebut belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sehingga melakukan aktivitas pertambangan tersebut secara ilegal.

Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi. Dia mengatakan ada kejanggalan di mana 15 TKA China bekerja dengan mengantongi KITAS sebagai investor, namun sekaligus nyambi sebagai pekerja.

“Kalau KITAS sebagai investor itu harus jelas keberadaan kantor di mana. Di Lombok Barat belum kita ketahui. Kami Disnaker hanya bisa masuk ketika perusahaan tersebut mengantongi izin dan punya IUP,” ujarnya.

Fakta lainnya muncul bahwa 15 TKI China tersebut melakukan penambangan di kawasan milik PT Indotan Lombok Barat Bangkit, yang bukan bagian dari tiga perusahaan tempat mereka bekerja.

Namun anehnya, belum ada komplain pihak Indotan atas penggunaan lahan mereka secara ilegal oleh pihak TKA. Sehingga kasus ini begitu menjadi rumit.

Keberadaan TKA China melakukan penambangan ilegal mencuat saat insiden pembakaran kamp mereka oleh orang tak dikenal pada Sabtu malam, 10 Agustus 2024.

Polisi mengalami kesulitan melakukan penyidikan kasus tersebut, karena jarak lokasi tambang dan Polsek Sekotong sangat jauh. Polisi tiba di lokasi setelah massa tak dikenal kabur dari lokasi kejadian.

Dalam insiden pembakaran, tidak ada korban jiwa. Namun kerugian dari insiden tersebut belum diketahui karena sejauh ini belum ada laporan polisi dari pihak yang merasa dirugikan.

Koordinator massa ARM, Lukman memberi peringatan terhadap pihak Imigrasi Mataram untuk menuntaskan permasalahan tersebut.

“Jangan sampai ada orang luar yang menguras sumber daya kami secara ilegal,” katanya.

Hal senada diungkapkan perwakilan ARM, Fihiruddin, yang mengaku kecewa dengan sikap pihak Imigrasi.

“Kalau warga NTB ke luar negeri mau umrah saja, diperketat sekali. Sampai-sampai travel yang digunakan ditanya. Tapi ada WNA yang bekerja secara ilegal diberi kemudahan,” ujarnya.

Sementara untuk keberadaan 15 TKA China, pihak Imigrasi menegaskan saat ini mereka berada di Mataram. Namun tidak disebutkan di mana lokasi pasti keberadaan TKA tersebut guna menghindari aksi yang tidak diinginkan.