KORANNTB.com – Desakan agar pemerintah pusat segera ‘mengetuk palu’ menyetujui Pulau Sumbawa menjadi provinsi baru kembali mulai disuarakan. Aksi besar-besaran akan digelar di Pelabuhan Poto Tano pada Kamis, 15 Mei 2025.

Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) bukan sebatas wacana belaka. Namun telah jauh hari diupayakan Pemprov NTB dengan membentuk panitia khusus yang mempersiapkan pembentukan daerah otonomi baru tersebut. Bahkan, Pemprov NTB menganggarkan itu.

Tokoh sekaligus Budayawan Sasak, Dr Lalu Sajim Sastrawan menceritakan sejarah Pemprov NTB mendorong terbentuknya PPS. Ide pembentukan PPS memang telah lama muncul sejak zaman Harun Al Rasyid menjadi Gubernur NTB. Namun Pemprov NTB mulai serius mengusahakan terbentuknya PPS sejak zaman periode pertama TGB Muhammad Zainul Majdi menjadi Gubernur NTB, sekitar 2010.

“Tahun 2010 saya ditunjuk oleh Pak Gubernur dalam kapasitas sebagai Kepala Biro Pemerintahan untuk mengurus, kemudian dibentuk panitia. Di provinsi dulu ketua panitianya ibu Sitti Mariam,” kata Lalu Sajim di kediamannya di Gerung, Lombok Barat, Rabu, 14 Mei 2025.

Meski telah ada panitia di provinsi, di Jakarta pun dibentuk kepanitian yang akan mengurus persiapan pembentukan daerah otonomi baru.

Lalu Sajim menceritakan usaha membentuk Provinsi Pulau Sumbawa cukup sangat alot dan penuh perdebatan.

“Alot dulu, setelah ada kajian akademik dari aspek fisikal memenuhi syarat sebagai sebuah otonomi baru, sebagai sebuah provinsi,” ujarnya.

Sebelum mengurus PPS ke pusat, Pemprov NTB menyiapkan lokasi ibukota PPS. Terjadi perdebatan cukup panjang dan alot soal kesepakatan di mana ibukota PPS di kemudian hari.

“Setelah sepakat, di mana kira-kira ibukotanya. Provinsi harus memiliki ibukota. Idealnya memang Kota Bima karena kota sudah ada secara administrasi, tetapi masyarakat Kabupaten Sumbawa dan KSB tidak mau,” ujarnya.

Ibukota Samawarea

Lalu Sajim menceritakan, dari hasil musyawarah munculah ide membentuk kota di Kabupaten Sumbawa bernama Samawarea.

“Dipaksa panitia supaya ibukota nanti di Kabupaten Sumbawa, maka di situ sekaligus kita membentuk calon ibukota namanya Samawarea. Ini kesepakatan,” ujarnya.

“Karena jika saat itu tidak disetujui oleh Bima, Kabupaten Bima dan Dompu maka Sumbawa akan menarik diri tidak mau. Inilah bergaining position dari KSB dan Sumbawa,” jelasnya.

Ibukota Samarea disetujui seluruh DPRD yang ada di Pulau Sumbawa. Mulai dari DPRD Bima, Kota Bima, Dompu, Sumbawa dan KSB menyetujui ibukota tersebut.

“Kita urus secara berbarengan provinsi dan ibukotanya. Semua DPRD Pulau Sumbawa setuju. DPRD Provinsi setuju, Gubernur NTB setuju. Kita terus bermain di pusat. Karena memang Provinsi menganggarkan untuk itu,” katanya.

Lalu Sajim menyayangkan jika Gubernur Iqbal memilih untuk diam soal PPS. Karena jauh hari yang mengusulkan ide PPS ke pemerintah pusat adalah Pemprov NTB.

“Dari awal provinsi setuju, makanya kalau misalnya Pak Gubernur diam, mestinya tidak begitu. Jadi secara kelembagaan provinsi sudah setuju. Sudah bertandatangan semua,” ujarnya.

Usai semua syarat rampung, Pemprov NTB membawa segala persiapan PPS ke pusat. Panitia intens bertemu Komisi II DPR RI untuk membicarakan itu.

“Kita bawa ke pusat, berapa kali ke ruang Pak Fahri Hamzah, ke ruang komisi II,” ujarnya.

Namun, hanya tinggal selangkah lagi untuk terbentuknya PPS, tiba-tiba pemerintah pusat mengeluarkan moratorium. Seluruh DOB di Indonesia terhenti akibat kebijakan moratorium tersebut.

“Tinggal lagi sedikit tiba-tiba keluar keputusan pemerintah untuk moratorium,” ujarnya.

Kabupaten Lombok Selatan

Kala itu, Pemprov NTB tidak hanya membawa PPS dan Kota Samawarea untuk menjadi DOB. Tapi juga ada Kabupaten Lombok Selatan yang secara bersamaan diperjuangkan.

“Di Lombok kita siapkan itu untuk pembentukan Kabupaten Lombok Selatan. Berbarengan juga itu,” ujar Ketua Majelis Adat Sasak ini.

Meski demikian Lalu Sajim berpendapat, daripada harus membentuk kabupaten baru di Lombok, idealnya membentuk kota.

Dia berpendapat bahwa Kota Mataram sudah terlalu berat bebannya untuk menjadi ibukota provinsi. Secara realistis ibukota NTB dapat dipindah di Lombok Tengah. Wilayah paling strategis adalah Kota Praya.

“Jika PPS berdiri mestinya kita pikir bagaimana Lombok. Ibukota nanti di Mataram, sudah terlalu berat bebannya. Makanya ada upaya-upaya secara realistis kita harus pindah ibukota provinsi ini di Lombok Tengah,” katanya.

“Tapi syaratnya Lombok Tengah harus dibentuk kota. Kota Praya misalnya. Kemudian ibukota Lombok Tengah di Puyung karena kantornya sekarang di sana,” ujarnya.

Lalu Sajim mengatakan akses Praya sangat dekat ke semua kabupaten dan kota di Lombok. Jika ibukota di sana, Pemprov tidak perlu susah payah membangun kantor, melainkan memanfaatkan kantor-kantor yang sudah ada.

“Karena akses ibukota jika di Praya sangat dekat. Kalau saya saran daripada Lombok Tengah bentuk otonomi baru dalam bentuk kabupaten lebih baik kota, kota ini bisa berpindah ibukota provinsi, jadi kota tidak capai-capai bikin kantor,” katanya.