KORANNTB.com – Dua mahasiswi Praktik Kerja Lapangan (PKL) Universitas Mataram menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh seorang manager hotel di Dapur Rinjani Lodge Villa & Hotel, Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara.

Meski kasus ini terjadi pada Februari 2023 lalu, namun terduga pelaku pelecehan seksual Andi Kussudiarto (AD) selaku manager hotel baru disidangkan bulan ini. Bahkan, Rabu, 11 Juni 2025 sidang di Pengadilan Negeri Mataram masuk dalam agenda pemeriksaan korban. Proses hukum untuk menjerat pelaku begitu sangat alot dan panjang.

Dua korban diketahui berinisial DT dan CM yang melaksanakan PKL/Magang di hotel tersebut. Rentetan kasus pelecehan seksual dialami korban.

Berikut ini adalah rentetan kekerasan seksual yang menimpa korban sebagaimana termuat dalam dakwaan penutut umum:

Link Banner
  1. Saat DT berada di dapur menyiapkan makanan untuk tamu, pelaku datang memeluk korban. Korban berusaha melepas pelukan tersebut yang kemudian ditimpali pelaku dengan berkata “sok-nya.”
  2. Saat DT dan saksi RA duduk di areal dapur, pelaku datang mengelus paha kiri korban, itu membuat DT beranjak pergi.
  3. Saksi DT kembali mengalami pelecehan verbal pada 3 Februari 2023 saat berada di dapur restoran bersama korban/saksi CM dan Misrah alias Ibu Mis seorang kepala chep. Pelaku saat itu berkata “kecil sekali punyamu DT, besaran punyanya CM”, namun tidak direspon oleh saksi DT. Terdakwa kembali berbicara “kok punyamu besar sekarang, dulu ( 2 ) enggak,” yang dijawab oleh saksi DT “iya sih namanya bertambah usia makin besar.”
  4. Sebelumnya pada 2 Februari 2023 korban DT dipegang bagian kemaluannya selama 30 detik oleh terdakwa. Saat itu DT mengira itu adalah tangan Ibu Mis.
  5. Terdakwa juga mengajak DT untuk mandi bareng, namun tidak dihiraukan.
  6. Terdakwa juga pernah menyuruh DT dan CM memegang kemaluan terdakwa sambil menyodorkan badannya. DT dan CM menolak, namun justru Ibu Mis menyuruh mereka memegang sambil menyontohkan dengan memegang celana pelaku sambil berkata “besar sekali, bengkok.”
  7. Selain itu ada kejadian ketika saksi DT setelah dari ruang laundry akan menuju dapur bertemu dengan terdakwa, terdakwa mengatakan “kamu habis darimana DT, kamu baru habis begituan ya, bau mu amis sekali.”
  8. Terdakwa mengancam DT dan CM jika berani bicara tentang perbuatan terdakwa maka akan dituntut di pihak kepolisian.

Dijerat ITE karena Bersuara

Tidak tahan dengan perlakuan pelaku, CM memberanikan diri menyuarakan peristiwa yang mereka alami di media sosial miliknya. Namun CM tidak menyebut nama pelaku dan lokasi kejadian.

Terdakwa yang melihat itu kemudian merasa marah. Dia melapokran CM ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik di internet dengan jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

CM pun menjadi tersangka kasus tersebut. Meski demikian para korban dengan didampingi aktivis antikekerasan seksual sudah melaporkan perbuatan pelaku terlebih dahulu.

Pengacara korban, Yan Mengandar Putra mengatakan kasus yang dialami korban sangat panjang dan berliku untuk mengakses keadilan. Baru setelah dua tahun, pelaku dapat diseret ke meja hijau.

“Sangat panjang perjuangan korban hingga sampai dititik ini (lebih 2 tahun) untuk mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Reviktimisasi

Korban awalnya hanya menginginkan ada pertanggungjawaban dari terdakwa. Namun terdakwa tak peduli. Mungkin baginya kebiasaan melakukan pelecehan seksual sudah biasa.

“Awalnya minta pertanggungjawaban langsung ke pelaku, tapi pelaku gak konsisten awalnya mengaku dan meminta maaf tapi kemudian menyatakan kejadian bohong, lalu lapor polisi,” kata Yan.

Korban yang menyuarakan kejadian yang dialaminya justru malah dijerat ITE karena dilaporkan pelaku. Ini merupakan bentuk reviktimisasi atau proses menjadikan korban kekerasan seksual kembali menjadi korban.

Setelah korban CM curhat di Medsos, kemudian korban menghapusnya kembali. Namun pelaku sudah memiliki bukti untuk melapor. Berselang beberapa lama, tiga polisi mendatangi rumah CM dan menjelaskan bahwa dia menjadi tersangka ITE.

“Alhamdulillah kini pelaku sudah ditahan dan kini berproses sidang di Pengadilan Negeri Mataram sejak 4 Juni 2025 lalu,” ujarnya.

Namun yang masih menjadi kebingungan Yan Mangandar, hingga saat ini status tersangka CM atas tuduhan ITE belum dicabut pihak kepolisian.

“Sayangnya Subdit Siber Ditreskrimsus Polda NTB tidak konsisten sampai hari ini belum mencabut status tersangka CM,” ujarnya.