Kades Bagik Polak dan Eks Pegawai Pertanahan Jadi Tersangka Lahan Pecatu
KORANNTB.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penjualan aset pemerintah daerah (tanah pecatu) di Desa Bagik Polak, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, periode 2018–2020.
Kedua tersangka tersebut yakni Kepala Desa Bagik Polak berinisial AAP, serta mantan Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kantor BPN Lombok Barat berinisial BMF.
“Penetapan tersangka keduanya pada Jumat, 26 September pukul 14.00 WITA setelah kami mengumpulkan bukti dan keterangan saksi,” kata Kasi Pidsus Kejari Mataram, Mardiyono.
Ia menjelaskan, kasus ini bermula pada 2018 ketika AAP mengajukan sertifikasi atas sebidang tanah pertanian seluas 3.757 meter persegi di Subak Karang Bucu, Desa Bagik Polak. Tanah itu sejatinya merupakan aset Pemda Lombok Barat, namun kemudian terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pribadi AAP. SHM tersebut akhirnya dibatalkan pada 29 September 2019 setelah sejumlah warga mengklaim sebagai ahli waris.
Persoalan itu berlanjut ke persidangan. Saat itu, BMF yang mendapat kuasa dari Kepala BPN Lombok Barat tidak hadir untuk memberikan keterangan. Ketidakhadirannya dimanfaatkan oleh AAP untuk berdamai dengan pihak penggugat atau ahli waris. Atas putusan perdamaian tersebut, lahan kemudian berpindah ke pihak kedua, sebelum akhirnya dijual kepada pihak ketiga.
Mardiyono menambahkan, kerugian negara akibat penjualan tanah seluas 3.757 meter persegi itu masih dalam perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB. “Masih dalam penghitungan,” ucapnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Subsider Pasal 3 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 undang-undang yang sama.
Saat ini, AAP ditahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat, sementara BMF dititipkan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram. Penahanan keduanya berlaku selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 26 September 2025.
Sebagai informasi, kasus penjualan tanah pecatu ini bermula pada 2018. Lahan seluas 36 are yang merupakan aset Pemda Lombok Barat berubah status menjadi sertifikat atas nama pribadi kepala desa. Padahal, tanah tersebut bukan milik Desa Bagik Polak, melainkan milik Desa Karang Sembung, meski lokasinya berada di wilayah Bagik Polak.
Pada 2020, lahan itu dijual seharga Rp360 juta atau sekitar Rp10 juta per are. Namun dari nilai tersebut, pembeli baru membayar Rp180 juta. Sisanya dijanjikan akan dilunasi setelah perkara selesai.
