KORANNTB.com – Kasus kematian bayi di Kota Mataram yang diduga akibat sang ibu terlalu lama menanti proses rapid test ditanggapi RSAD Wira Bhakti Mataram.

Kepala Penerangan Korem 162/WB Mayor Inf Dahlan, menerangkan kronologis kejadian tersebut. Sebelumnya, pasien bernama Gusti Ayu Arianti (23) warga Lingkungan Pajang, Kelurahan Pejanggik Kota Mataram datang ke RSAD pada Selasa pagi, 18 Agustus 2020.

Mayor Dahlan mengatakan, dari hasil keterangan tim medis RSAD Wira Bhakti Mataram yang bertemu langsung dengan pasien, pada  Selasa, 18 Agustus 2020 di RSAD Wira Bhakti Jalan Hos Cokro Aminoto Kota Mataram telah datang pasien bernama I Gusti Ayu Arianti yang diterima petugas medis RSAD Wira Bhakti Mataram yang bertugas saat itu.

Dijelaskan Dahlan, pukul 07.30 Wita pasien tiba di UGD RSAD Wira Bhakti dengan didampingi suaminya dengan kondisi baik, kemudian diterima oleh petugas medis RSAD Wira Bhakti Mataram yang bertugas saat  itu, kemudian menanyakan keluhan pada pasien.

“Pasien menyampaikan bahwa dirinya mengalami keluar air dari jalan lahir pada dini hari. Namun saat itu (saat ditanya di RSAD) pasien mengatakan sudah tidak mengeluarkan air lagi dari jalan lahir dan perut tidak merasa mules maupun sakit, sehingga memberi kesan pasien kondisi sangat baik, karena dapat berkomunikasi dengan baik tanpa ada yg di keluhkan lagi,” ujarnya, Jumat, 21 Agustus 2020.

Kemudian Kapenrem menjelaskan, petugas menanyakan kepada pasien terkait dokter tempat biasa pasien melakukan kontrol untuk pemeriksaan kandungan selama hamil, pasien menjawab bahwa dokter yg selama ini menangani adalah dr. Gede Hendrawan Sp.OG. Rencana pasien akan kontrol nanti sore (pada hari itu juga).

“Petugs medis menyampaikan bahwa dr.Gede Hendrawan Sp.OG tidak praktek di RSAD dan jika ingin  ditangani oleh dr. Gede Hendrawan, Sp.OG, maka disarankan ke poli kandungan RSUD kota Mataram,” katanya.

“Selain itu petugas medis juga menanyakan apakah pasien sudah melaksanakan Rapid tes, pasien menjawab belum pernah melakukan repid test, dan pasien menanyakan apakah boleh repid test di klinik laboratarium dan petugas medis menjawab, sebaiknya di puskesmas, kalau di puskesmas di samping gratis juga mempermudah proses rujukan,” ungkapnya.

Setelah menerima penjelasan petugas medis, akhirnya pasien dan suaminya pamit sekitar Pukul 07.35 Wita dari RSAD. Sebelum meninggalkan RSAD, pasien sempat bertanya kembali, apakah ke poli kandungan atau puskemas terlebih dahulu. Petugas medis menjawab sebaiknya pasien ke Poli kandungan RSUD Kota Mataram.

Terakhir, pasien melakukan rapid test di Puskesmas Pagesangan dan pergi ke RSIA Permata Hati untuk melahirkan. Namun tiba di sana, saat dilakukan operasi, bayi pasien telah meninggal dunia. Keluarga pasien menduga kematian bayi tersebut karena lambannya proses rapid test.

Keluarga pasien juga keberatan terkait hasil rapid test dari puskesmas tidak diterima rumah sakit dan meminta pasien melakukan rapid test lagi. Mereka juga keberatan karena petugas medis menyebut bayi dalam janinnya telah meninggal sekitar Minggu lalu.

Pasien merasa bayinya masih hidup sebelum dibawa ke rumah sakit karena bayi dalam kandungan selalu bergerak.

Namun dugaan RSIA Permata Hati meminta rapid test ulang dibantah rumah sakit.

Wakil Direktur Medik RSIA Permata Hati, dr. Arief Rahman, MARS, mengatakan tidak pernah menyuruh pasien rapid test ulang.

“Tidak ada kalimat dan pernyataan dari tim dokter, hingga perawat IGD yang meminta dilakukan rapid tes ulang ataupun kalimat yang
mempertanyakan hasil rapid yang
sudah dibawa pasien/keluarga.”

Dijelaskan, memang benar pasien dilakukan pemeriksaan darah, namun hal ini dilakukan untuk mengecek darah lengkap, bleeding time, clotthing, hbsag, golongan darah, dan
rhesus pasien (perhatikan ejaan dan
ketikan) bukan rapid tes ulang, sebagai langkah persiapan operasi dan transfusi darah.

“Operasi dilakukan karena kondisi ibu dan janin tidak baik, sehingga perlu dilakukan langkah penyelamatan segera (operasi cito) untuk menyelamatkan ibu dan bayi,” ujarnya. (red)