KORANNTB.com – Pengadilan Negeri Raba Bima mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB terkait penghentian proses penyidikan dan penuntutan kasus dugaan tindak pidana narkotika atas nama tersangka Devi Rizkiany dan Muhammad Sofian.

Dalam sidang terbuka untuk umum yang digelar pada Selasa, 27 Mei 2025 pukul 16.00 WITA, Hakim Tunggal Sahriman Jayadi, SH.,MH membacakan putusan Nomor 6/Pid.Pra/2025/PN Rbi yang pada intinya memerintahkan kepada Kepala Kepolisian Resor Bima Kota dan Kepala Kejaksaan Negeri Bima untuk melanjutkan penyidikan dan penuntutan perkara tersebut. Hakim juga menyatakan bahwa PBHM NTB melalui tim kuasa hukumnya berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dalam perkara ini.

Putusan ini dianggap sebagai bentuk koreksi terhadap lambannya proses hukum, yang telah mandek selama lebih dari tujuh bulan sejak penangkapan tersangka pada 15 September 2024.

“Dengan adanya putusan ini, peluang untuk menghentikan penyidikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sudah tidak ada,” tegas Juanda, SH.,MH selaku kuasa hukum di PBHM NTB.

PBHM NTB yang diwakili oleh tim pengacara publiknya — Juanda, SH.,MH, Qismanul Hakim, SH.,MH, dan Leo Martan, SH — mengajukan permohonan praperadilan pada 19 April 2025. Permohonan tersebut ditujukan melawan Kapolres Bima Kota yang diwakili oleh KOMBES Abdul Azaz Siagian, SH.,MH dari Bidang Hukum Polda NTB, serta turut termohon Kepala Kejaksaan Negeri Bima. Namun, dalam proses persidangan, pihak kejaksaan tidak pernah hadir maupun mengirimkan kuasa hukumnya.

Ketua Umum PBHM NTB, Yan Mangandar Putra, menyatakan apresiasi atas putusan tersebut. Ia menilai keputusan ini sebagai bentuk nyata peran pengadilan dalam menegakkan hukum secara represif untuk mewujudkan keadilan substantif.

“Putusan ini menjadi penegasan bahwa organisasi masyarakat sipil seperti PBHM NTB memiliki legal standing untuk mengawasi proses hukum melalui litigasi sebagai pihak ketiga berkepentingan. Ini membuka ruang pengawasan horizontal atas tindakan aparat penegak hukum,” ungkap Yan.

Ia juga menyoroti lemahnya integritas dalam penanganan kasus narkotika. Menurutnya, sudah banyak aparat penegak hukum yang terlibat dalam jaringan narkotika, bahkan diduga ada keterlibatan dalam pelanggaran serius seperti penghilangan nyawa dan pelarian tahanan.

“Di NTB, lebih dari 30 oknum aparat disebut-sebut terlibat dalam sindikat narkotika. Bahkan, pada April 2025, seorang eks polisi yang menjadi tersangka narkotika kabur dari tahanan Polda NTB, dan kasus kematian tidak wajar Brigadir MN anggota Propam Polda NTB juga diduga kuat terkait narkotika,” tegasnya.

Atas dasar itu, PBHM NTB menyampaikan dua tuntutan:

Mendukung Kapolres Bima Kota dan Kajari Bima untuk segera melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Raba Bima Nomor 6/Pid.Pra/2025/PN Rbi.

Mendesak Kapolda NTB dan Kajati NTB untuk melakukan pemeriksaan etik terhadap anggota Satresnarkoba Polres Bima Kota, termasuk IPTU Dediansyah, AIPDA Musafiran, BRIGADIR Ardiansyah, serta jaksa peneliti dan penuntut Kejari Bima atas dugaan ketidaktransparanan dan ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus.

PBHM NTB menegaskan bahwa putusan ini seharusnya menjadi pengingat bagi aparat hukum agar tidak bermain-main dalam penegakan hukum, terlebih terhadap kejahatan luar biasa seperti narkotika.