KORANNTB.com – Para investor mengeluhkan terhambatnya investasi di kawasan tiga gili, yakni Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air atau Gili Tramena di Kabupaten Lombok Utara sejak ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi oleh Kementerian Kehutanan pada 2021. Penetapan tersebut membuat perizinan pembangunan hotel maupun vila praktis tidak dapat dilakukan.

Santo Miftahul Arifin, salah seorang perwakilan investor, menyebutkan keputusan itu menjadi anomali karena di kawasan Gili Tramena tidak terdapat hutan sebagaimana dasar penetapan konservasi.

“Kami bingung, karena sebagian dari kami sebelumnya sudah investasi, namun ketika kami mau bangun izin tidak bisa dikeluarkan karena status kawasan terkunci oleh peraturan baru ini,” ujarnya kepada wartawan di Mataram, Kamis (28/8/2025).

Santo menambahkan, sebagian besar lahan di tiga gili berstatus Sertifikat Hak Milik atas nama masyarakat maupun pihak swasta, termasuk investor dari luar negeri. Namun, sejak 2021, upaya pembangunan vila maupun hotel tidak bisa direalisasikan karena izin tidak mungkin diterbitkan.

Kondisi ini dinilai merugikan daerah karena potensi investasi yang seharusnya bernilai ratusan miliar rupiah tidak dapat masuk. Harga tanah di kawasan gili mencapai Rp6–7 juta per meter persegi, sehingga pembangunan vila seluas 100 meter bisa menelan biaya lebih dari Rp600 juta, belum termasuk nilai tanah.

“Kalau investor membangun hotel atau resort, tentu nilainya bisa mencapai ratusan miliar. Ini jelas berpengaruh pada potensi peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah),” kata Santo.

Investor berharap pemerintah daerah serius mendorong perubahan status kawasan agar tidak lagi berstatus konservasi. Menurut Santo, jika persoalan status lahan tidak segera diselesaikan, pembangunan di tiga gili berpotensi stagnan lebih lama dan peluang devisa daerah terus terhambat.