Desakan Reformasi Polri Terus Menguat Pasca Kerusuhan Demo
KORANNTB.com – Pasca kerusuhan demo di berbagai daerah di Indonesia, desakan untuk melakukan reformasi Polri kian menguat. Publik gencar mendesak Presiden Prabowo untuk melakukan reformasi total kinerja kepolisian yang dinilai kian menyimpang dari tugas pokok kepolisian sendiri.
Sejumlah tokoh lintas bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyerukan reformasi Polri. Mereka langsung menyampaikan aspirasi itu ke presiden Kamis, 11 September 2025 kemarin.
Apa Tuntutan
Tuntutan mereka dalam mendorong reformasi Polri, karena menilai Polri perlu direformasi mulai dari struktur, budaya organisasi dan prilaku anggota sendiri. Deretan kasus-kasus yang melibatkan kepolisian yang tengah viral di media sosial menyulut percepatan reformasi kepolisian tersebut.
Sejumlah tokoh di Indonesia yang tergabung dalam GNB adalah istri Presiden ke-4 RI, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid; teolog sekaligus filsuf Romo Franz Magnis-Suseno SJ; cendekiawan Muslim Prof. M. Quraish Shihab; dan kiai kharismatik KH Ahmad Mustofa Bisri.
Kemudian hadir juga, filsuf sekaligus astronom Karlina Rohima Supelli, Ketua Umum PGI Pendeta Jacky Manuputty, mantan Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom, Romo A. Setyo Wibowo SJ, mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Laode Moh. Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, hingga budayawan Slamet Rahardjo.
Mereka menuntut dibentuk Komisi Reformasi Kepolisian yang bertugas mengawal reformasi tersebut.
Disambut Positif
Sejumlah pihak menyambut positif desakan reformasi kepolisian tersebut. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, mengatakan presiden merespon positif desakan itu.
“Alhamdulillah Presiden Prabowo dukung himbauan Gerakan Nurani Bangsa untuk adakan reformasi kepolisian,” ujar Dino di X @dinopattidjalal.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil mendukung gerakan tersebut, namun meminta gerakan tidak tercemar dengan agenda politik lainnya. Salah satunya isu pergantian Kapolri, di mana banyak pihak yang secara politis mengicar posisi Kapolri.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), M. Choirul Anam mengatakan ada tiga instrumen penting dalam mereformasi Polri. Pertama instrumen digital, harus dicek ulang intrumen kepolisian yang tidak sesuai perkembangan zaman.
Kemudian instrumen HAM, di mana tindakan refresif yang disebut menjadi bagian dari budaya organisasi agar dipaksa untuk dihilangkan.
Terakhir, instrumen pengawasan di mana Polri memiliki pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan kerja aparat. Pengawasan internal seperti Propam mesti diperkuat lagi.
Rentetan Kasus
Desakan reformasi Polri muncul dari akumulasi peristiwa yang menunjukan kinerja buruk aparat. Puncaknya ada dalam kasus kematian Ojol di Jakarta yang dilindas kendaraan taktis Brimob.
Jauh sebelum itu atau bahkah pasca kejadian, Polri memang selalu mendapatkan sorotan publik. Banyak sekali video viral kasus polisi yang terlibat pungli, kasus polisi yang tidak menerima laporan masyarakat, kasus polisi yang enggan menolong korban, bahkan di NTB sendiri kasus dua anggota polisi yang diduga kuat membunuh rekannya, bahkan itu berasal dari Propam yang seharusnya menjadi bagian pengawasan kinerja kepolisian. Tidak jelas ukuran keluhuran aparat maupun rekam jejaknya sehingga ditempatkan bertugas di Propam.
Kasus-kasus lainnya seperti kriminalisasi aparat, penanganan kasus yang diduga koruptif dan lainnya masih saja terjadi di sejumlah daerah.