KORANNTB.com – Kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berulang di sejumlah daerah menuntut adanya pengawasan yang lebih ketat. Selama ini, pengawasan gizi dan higienitas MBG masih didominasi oleh Badan Gizi Nasional (BGN), sehingga ruang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk terlibat lebih dekat masih sangat terbatas.

Sejumlah kepala daerah menilai, pengawasan gizi seharusnya tidak hanya dimonopoli pusat. Salah satunya disampaikan Bupati Indramayu, Lucky Hakim. Dia menegaskan, perlunya peran Pemda dalam memastikan kualitas gizi dan keamanan makanan MBG.

“Setiap dapur MBG memang sudah ada pengawas dan ahli gizi. Namun, nyatanya kejadian keracunan masih berulang. Pemda lebih tahu kearifan lokal, sehingga pengawasan dari hulu ke hilir akan lebih efektif bila dilibatkan,” jelas Lucky.

Pakar gizi masyarakat Dr. dr. Tan Shot Yen juga menilai, pelibatan Pemda sangat penting. Menurutnya, BGN tidak bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Posyandu yang sudah terbiasa mengelola sistem gizi di daerah.

“BGN terlalu eksklusif. Padahal, Puskesmas dengan fungsi kesehatan lingkungan (kesling) dan UKS bisa menjadi garda depan supervisi. Posyandu pun punya jaringan hingga akar rumput,” kata Tan Shot Yen.

Ia menambahkan, pola kebijakan MBG yang terlalu top down akan sulit berjalan efektif. “Kebijakan seharusnya digeser secara bertahap agar stakeholder di daerah mendapat wewenang lebih besar,” tegasnya.

Untuk itu, Tan Shot Yen mendorong agar BGN bersinergi dengan Kemendagri dan kementerian terkait, untuk membuka ruang kolaborasi hingga level daerah. Dengan begitu, dinas kesehatan, Puskesmas, dan Posyandu bisa berperan aktif dalam sistem pengawasan dan monitoring MBG.