Foto: Gunung Rinjani | INSTAGRAM/rchmwtdewi

KoranNTB.com – Banyak warga meyakini dengan dibukanya pendakian Gunung Rinjani dapat memicu gempa di Lombok. Hal mistis terkait itu karena asumsi masyarakat mengaitkan Rinjani dikotori kesakralannya oleh ulah manusia.

Meskipun argumen rasional berseberangan soal pemicu gempa, namun masyarakat semakin yakin dengan hal mistis di Rinjani. Terlebih lagi, saat survei pembukaan Rinjani pada Minggu, 17 Maret 2019, bumi Lombok diguncang gempa 5,8 dan 5,2, mengakibatkan korban jiwa masyarakat lokal dan wisatawan Malaysia di Air Terjun Tiu Kelep, Senaru, Lombok Utara.

Saat yang sama, tim survei Rinjani tengah berada di atas gunung. Mereka melakukan survei untuk mengecek kesiapan dibukanya kembali Rinjani. Akibat gempa, Rinjani batal dibuka, dan baru kembali dibuka pekan kemarin.

Keyakinan mistis gempa tersebut berkaitan dengan Rinjani semakin terasa ketika sumber pembangkit gempa tersebut masih menjadi misteri.

Para ahli di Jakarta beda pendapat soal gempa yang merenggut nyawa wisatawan Malaysia. Mereka menduga gempa tersebut dipicu aktivitas sesar lokal dengan mekanisme turun yang belum terpetakan.

Belum ada kata sepakat mengapa daya pembangkit bumi Lombok diguncang gempa dangkal dengan mekanisme turun. Ada yang mengaitkan gempa dengan mekanisme turun yang terjadi berkaitan dengan dinamika magma yang memicu runtuhan kerak bumi di zona gunung api aktif.

Sementara itu, dugaan lain adalah adanya aktivitas gempa yang memicu sesar turun di zona back arc (busur belakang) yang menandai terjadinya back arc spreading (perluasan) di busur belakang. Ada juga pendapat yang mengkaitkan adanya fenomena gravity tectonic yaitu pembebanan massa gunung yang memicu terjadinya penyesaran turun (normal fault) di kaki gunung.

Hingga kini menjadi tantangan para ahli dalam memetakan sumber pembangkit gempa tersebut.

Sementara terkait dengan dibuka kembali pendakian Rinjani yang dapat mendatangkan gempa, pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani atau TNGR menanggapi.

Kepala TNGR Sudiyono, mengatakan secara langsung pembukaan jalur Rinjani tidak berhubungan dengan gempa. Karena memang, Lombok berada di tengah jalur cincin api Pasifik, sehingga sering diguncang gempa.

“Kami akan sulit untuk meyakinkan orang, karena memang bahwa pulau kita potensi gempanya tinggi, sementara kita ingin terus mengembangkan wisata, karena wisata menjadi tumpuan masyarakat luas,” ujarnya, Kamis, 20 Juni 2019.

“Sehingga, yang paling bisa kita lakukan kalau ingin menghidupkan wisata ya belajar antisipasi, mitigasi ketika terjadi gempa. Saya pikir kehati-hatian penting tapi tidak harus jadi ketakutan, karena kalau jadi ketakutan kita bergerak ke mana saja susah,” ungkapnya.

Masyarakat lingkar Rinjani juga telah mulai menekankan tradisi dan adat istiadat untuk pendakian. Di jalur Sembalun misalnya, jalur yang menjadi gerbang utama menuju Rinjani diberlakukan aturan agar pendaki tidak melewati jalur tersebut di hari Jumat.

Permintaan masyarakat terkait penutupan jalur Sembalun di hari Jumat diteruskan TNGR dengan membentuk aturan. Di hari Jumat, pendaki hanya bisa naik Rinjani melewati jalur Senaru, Timbanuh atau Aikberik.

“Itu atas usulan dari Dinas Pariwisata Lombok Timur atas masukan dari masyarakat yang disampaikan sewaktu ada rapat pembahasan pembukaan jalur. Kemarin ketika kami buka, masyarakat tanya usulan mereka, jadi kami mewadahi agar kondusif,” jelas Sudiyono. (red)

Tonton video wawancara TNGR