KoranNTB.com – Kisruh perombakan perangkat desa di beberapa desa di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menuai persoalan. Guna meminimalisir konflik, digelar diskusi terbuka.

Forum Diskusi Mingguan Lombok Tengah Ikhtiar menyelenggarakan diskusi bertema “Kades terpilih, bersih-bersih perangkat  desa” yang berlangsung di Dmax Hotel Praya, Lombok Tengah, Sabtu kemarin, 26 Januari 2019.

Hadir beberapa narasumber, di antaranya Kabag Hukum Lombok Tengah,  Pengamat Kebijakan Hasan Masat, Perwakilan Lembaga Advokasi Lalu Winks, dan para peserta yang terdiri dari unsur perangkat desa, BPD dan pemuda.

Mengawali diskusi, Hasan Masat mengatakan permasalahan yang terjadi sekarang ini karena timbul Pilkades dianggap sebagai ajang komoditas yang cukup menggelontorkan banyak uang, dana desa dan alokasi dana desa yang melimpah, kemudian otoritas yang dianggap penuh oleh kepala desa.

Terakhir dirinya menyampaikan, jika hanya untuk bagi-bagi kekuasaan walaupun di tingkat yang paling bawah, pada akhirnya Pilkades berakhir sebagai proses tidak  substansial.

Dirinya mendorong agar Pemerintah Daerah Lombok Tengah ikut bertanggung jawab terhadap kisruh yang terjadi di beberapa desa akibat adanya kades yang keluar dari aturan yang mengikat.

“Pemerintah daerah harus segera melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah yang terjadi saat ini,” tegasnya.

Menyoroti polemik perombakan perangkat desa, Lalu Winks berharap, ke depannya tidak ada celah terhadap aturan yang berpotensi menimbulkan masalah baru.

Terkait dengan persoalan yang  mencuat tentang bersih-bersih perangkat desa, pria yang menjadi Pembina Kasta NTB tersebut mengkritisi sikap pemerintah yang masih kurang jeli menyiapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur soal perangkat desa.

“Kalau terjadi persoalan di masyarakat seharusnya yang terdepan bertanggung jawab mencari solusi adalah pemerintah daerah. Sementara yang kita tahu aturan-aturan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah itu sangat tidak siap untuk memproteksi terjadinya konflik sosial yang terjadi pasca Pilkades,” katanya.

“Birokrasi Lombok Tengah selalu menyederhanakan masalah. Kemarin waktu prosesnya saja ada 96 gugatan dari desa. Semestinya berkaca dari persoalan itu Pemda tidak lagi kecolongan atas pelanggaran-pelanggaran sekecil apapun,” ungkapnya.

Kabag Hukum Pemerintah Lombok Tengah, Mutawalli mengatakan, terkait dengan kisruh yang terjadi, menurutnya masalah seperti itu bisa disimpulkan disebabkan oleh pemahaman atau pengetahuan tentang hukum atau aturan yang mengatur, khususnya terkait dengan pengangkatan atau pemberhentian perangkat desa.

“Atau mungkin kalau dapat mahami aturan tersebut kemungkinan kurang menyadari. Kalau kita menyadari maka menjunjung tinggi hukum tentang pemerintahan,” terangnya.

“Jadi itu yang terjadi apakah kurang memahami atau kurang menyadari akan hal dan kewajiban sehingga terjadilah (masalah /red) sambungnya.

Dia menambahkan, dengan kurang memahami dan menyadari aturan tersebut maka bisa dikatakan dapat menyalahkan aturan yang ada.

Pada diskusi tersebut mereka berharap Kabag Hukum dapat menyampaikan kepada perangkat daerah atau kepada bupati. Sehingga, masyarakat tidak perlu sampai membawa ke jalur Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN. (red/3)