KoranNTB.com – Anggota MPR RI, Lalu Gede Syamsul Mujahidin (GSM) menggelar sosialisasi empat pilar kebangsaan di Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Anjani Lombok Timur.

Kegiatan yang dihadiri ratusan mahasiswa tersebut, menjadi berkesan saat GSM memaparkan satu demi satu pilar kebangsaan.

GSM yang juga menjadi Anggota DPR RI Dapil NTB, mengungkapkan empat pilar kebangsaan sangat berfungsi di tengah meningkatnya eskalasi suhu politik jelang pemilu saat ini.

“Empat pilar sebagai alat pemersatu bangsa, karena berisi segala hal yang bersifat nasional dengan tidak membeda-bedakan rakyat melalui SARA. Di sana terdapat pesan kemajemukan,” ungkapnya.

Empat pilar kebangsaan, kata GSM, merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat Indonesia merasa nyaman, aman, tentram, dan sejahtera, serta terhindar dari berbagai macam gangguan dan bencana sosial.

“Bagi suatu negara terdapat sistem keyakinan (belief system) atau filosofi (philosophische grondslag) yang isinya berupa konsep, prinsip, serta nilai yang dianut oleh masyarakat suatu negara. Filosofi dan prinsip keyakinan yang dianut oleh suatu negara digunakan sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelasnya.

Baginya, suatu pilar kebangsaan harus kokoh dan kuat untuk menangkal berbagai bentuk ancaman dan gangguan, baik dari dalam maupun dari luar. Pilar kebangsaan Indonesia yang berupa belief system harus dapat menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, kenyamanan, keadilan, dan kesejahteraan bagi semua warga negara.

Pilar pertama, yaitu Pancasila, kata Gede Syamsul, setiap butir sila pada Pancasila dapat diterima luas masyarakat Indonesia. Itu menggambarkan ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

“Pilar kedua, UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Tentu saja masyarakat perlu memahami makna yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut. Tidak memahami prinsip yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 maka tidak mungkin untuk melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang ada pada batang tubuh UUD yang menjadi derivatnya,” terangnya.

Pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mencerminkan gagasan besar bapak bangsa untuk mendirikan negara kesatuan.

“Alasan utama para pendiri bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan adalah karena sejarah strategi pecah belah (devide et impera) yang dilakukan Belanda bisa berhasil karena Indonesia belum bersatu pada masa penjajahan,” papar GSM.

Terakhir, pilar Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan ini pertamakali diungkapkan oleh Mpu Tantular, seorang pujangga dari kerjaan Majapahit pada pemerintahan Raja Hayamwuruk sekitar tahun 1350 – 1389.

Sesanti atau semboyan itu dituangkan dalam karyanya Kakawin Sutasoma, yang berbunyi “Bhinna Ika Tungga Ika, tan hana dharma mangrwa” yang berarti “Berbeda-beda itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua.”

Pada masa itu pemerintahan kerajaan Majapahit menjadikan sesanti tersebut menjadi prinsip hidup mereka. Hal ini untuk mengantisipasi perpecahan di masyarakat mereka yang memang terdapat keanekaragaman agama. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. Itu kemudian diaktualisasikan hingga saat ini. (red/2)