I Gusti Putu Ekadana
Koordinator Dewan Pengarah For One Milleneal NTB

KoranNTB.com (Kolom) – Pemilu 2019 adalah pemilu elektoral yang menguras tenaga dan pikiran untuk menjaga kenusantaraan kita dalam bingkai Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bineka Tunggal Ika terus menjadi sebuah paham yang akan terus hidup dalam manusia-manusia Indonesia.

Sukarno pernah berkata: “di masa kebangsaan, maka sebenarnya tiap tiap orang harus menjadi guru/ menjadi pemimpin, menjadi pahlawan politik, menjadi guru masa yang mendengarkan pidatonya, pemimpin taktik perjuangannya; jurnalis menjadi gurunya, bedrifabidera menjadi gurunya, pegawai pegawai yang di bawahnya menjadi gurunya, mas lurah menjadi gurunya, tukang kopi menjadi gurunya, semua orang menjadi gurunya semua orang.

Ajaran Sukarno ini tampaknya sudah asing dalam jiwa jiwa anak bangsa karna selama 32 tahun terus dihancurkan melalui dokma dokma  yang disusup imprialisme lewat inlinder-nya (centreng) di dalam negeri.

Puji sukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa, Tuhan telah mengirim seorang Jokowi sebagai anak ideologinya Sukarno yang tegar dan terus berjuang menghidupkan kembali akar sejarah kita sebagai bangsa yang punya karakter, menghidupkan kembali cita-cita para pendiri bangsa ini, serta mengingatkan akar sejarah kita sebagai bangsa besar.

Pergerakan dan dinamika sejarah sebagai bangsa mendapatkan ujian pada titik nadir, dan untungnya Pilkada Jakarta menyadarkan kawan-kawan serikat dan organisasi keagamaan yang berpaham Islam rahmatan lil alamin seperti Nahdatul Ulama (NU) dan untung cepat tersadar.

NU telah menunjukan idiologis dan komitmennya dengan memimpin gerakan penyelamatan negara bangsa dan mengirim kader terbaiknya Bapak KH. Ma’ruf Amin sebaga calon Wapres Bapak Jokowi. Selayaknya-lah rakyat Indonesia mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya ke NU, karena jika bukan karena NU kita sudah menjadi Suriah, kita sudah menjadi negara antah barantah.

Gerakan ini harus disambut oleh semua daerah-daerah terutama daerah yang secara geografis agak jauh dari pusat NU yang di mana sentralnya di Pulau Jawa.

Karena sesuai release Lembaga Survai hampir semuanya memenangkan pasangan 01 (Jokowi-Amin).

Lalu di NTB, bagaimana sikap kita?
NTB debagai daerah yang selama ini dikenal dengan daerah yang merawat pluralismenya di mana semua etnis, agama, dan suku hidup rukun karena organisasi keagamaan lokal sepeti Nahdatul Wathon, Athohiriah Al Fadliah, Darul Yatama Walmasakin, Marakit,  dan pesantren tua lainnya telah mengajarkan akan kerukunan antar umat beragama selayaknya-lah bergandengan tangan dengan organisasi keagamaan nasional seperti NU dan Muhammadiyah dalam menjaga pluralisme.

Dengan tergabungnya Atohiriah Fadiliyah akan menjadi gerakan dan kekuatan besar bersama Nahdatul Wathon (NW) maupun marakit yang telah terlebih dahalu menyatakan sikap menyelamatkan negara bangsa dengan memenangkan Jokowi-Amin.

Kesadaran  kaum nasionalis dan kaum gerakan harus mengorganisasikan masyarakat untuk membuat serikat-serikat yang idioligis, sehingga gerakan politik elektoral ini menjadi gerakan yang terorganisir dan paham kebangsaan yang berkhosivitas dengan wahyu dan nilai-nilai luhur dalam ajaran keagamaan kita.

Ketika organisasi keagamaan dan serikat-serikat ideologis ini berkhoesivitas maka menjadi rasional kita akan memenangkan Pilpres untuk Jokowi-Amin 80 persen di NTB.

Organisasi keagaman berperan menjaga moral politik, dan serikat-serikat maju ini harus mengkompanyekan pemilu ideologis, meletakkan kedaulatan kita sebagai negara bangsa, meletakkan pemilu kita pada mengembalikan haluan ekonomi kita seperti yang tertuang dalam konstitusi kita pasal 33 UUD 1945 “Bumi air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Jika sudah gerakan moral dan gerakan ideologis bersatu, bergandengan tangan, masyarakat adil makmur, Indonesia maju kongkrit kita akan songsong menjadi masa depan kita sebagai negara bangsa. Hidup Indonesia, hidup pri kemanusian.

*)Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi.