Taufan, S.H., M.H – Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Tenaga Ahli Lembaga Pengembangan Wilayah NTB

KoranNTB.com (kolom) Pemda Provinsi NTB melalui Bappeda telah meluncurkan program Zero Waste pada Januari lalu. Gubernur NTB, Dr. Zulkieflimasyah, beberapa kesempatan menyampaikan pentingnya Zero Waste.

Pemda Provinsi NTB juga terus mendorong seluruh kab/kota berkomitmen terhadap Zero Waste, melakukan sosialisasi kepada elemen masyarakat. Selain itu, langkah lebih lanjut Pemda Prov. NTB, juga mendorong Pemda Kab/Kota dan Pemerintah Desa, sekolah-sekolah dan Pondok Pesantren untuk membentuk bank sampah.

Di sisi lain, Perda Sampah Prov. NTB masih pada tahapan Propemperda, yang ditargetkan akan disahkan tahun ini. Walaupun dengan segala keterbatasan, langkah penting program Zero Waste dan intervensi pembentukan bank sampah merupakan arah yang baik untuk mengajarkan kepada masyarakat guna mengendalikan sampah, sehingga target NTB GEMILANG”l bebas sampah tahun 2023 dapat diwujudkan.

Diharapkan langkah demikian dapat berkelanjutan, perubahan perilaku dan kultur perlu dimulai dan didukung oleh OPD dan seluruh Pemda Kab/Kota di NTB, terutama melalui program konkrit dan dapat menyesuaikan dengan berbagai kegiatan kelembagaan.

Di Indonesia, persoalan sampah memang menjadi sorotan beberapa tahun belakangan, puncaknya antara tahun 2014-2017, kemudian keluar Pepres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan Renstra Nasional.

Berdasarkan publikasi BPS dalam Statistik Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2018, pertambahan jumlah penduduk adalah salah satu faktor naiknya jumlah timbunan sampah. Tahun 2025 perkiraan jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 284.829.000 orang atau bertambah 23.713.544 dari tahun 2016. Jika diasumsikan jumlah sampah yang dihasilkan per tahun adalah sama maka jumlah sampah yang akan bertambah adalah sebesar 5.928.386 ton (tahun 2016 jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 65.200.000 ton per tahun dengan penduduk sebanyak 261.115.456 orang).

Selain penambahan jumlah penduduk, penambahan timbulan sampah juga disebabkan perubahan pola konsumsi. Penumpukan sampah dapat menimbulkan masalah lain apabila tidak ditangani dengan baik. Survei Potensi Desa 2014 dan 2018 menunjukkan terjadi peningkatan pencemaran air dan penurunan pencemaran kualitas udara. Tumpukan dan penanganan yang tidak baik secara tidak langsung berkontribusi terhadap bencana banjir dan sumber penyakit.

Di Indonesia, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukan terdapat 1.805 kejadian banjir pada tahun 2016-2017 dengan korban meninggal dan hilang mencapai 433 korban. Jumlah ini terus meningkat sampai hari ini, mengingat beberapa kejadian yang belum dipublikasi oleh BNPB.

Berkaitan dengan upaya pengurangan sampah, terutama sampah plastik, beberapa Pemda di Indonesia sudah melakukan langkah penting mengeluarkan kebijakan dengan Perda guna mengurangi dan mengendalikan sampah plastik. Pemda Provinsi NTB dan Pemda Kab/Kota perlu mengambil langkah penguatan kebijakan yang terus mendorong pengendalian, pengurangan dan pembatasan sampah plastik, terutama untuk sektor bisnis/usaha, juga pada kegiatan-kegiatan Pemda, dan tentunya diimbangi dengan penguatan kebijakan preventif dengan berbagai model/pendekatan.

Penekanan kebijakan preventif dapat ditempuh melalui edukasi yang berkelanjutan dengan pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal yaitu dengan penguatan ataupun penambahan materi “sadar sampah”. Pendidikan nonformal yaitu melalui berbagai kegiatan pelatihan, sosialisasi ataupun pendampingan masyarakat. Pendidikan informal yaitu melalui penguatan pendidikan sampah di dalam keluarga. Berbagai upaya yang dapat dilakukan tersebut sekaligus bagian  perubahan perilaku dan kultur masyarakat, karena faktor budaya dan masyarakat menjadi dua faktor yang cukup dominan dalam percepatan pencapaian tujuan.

Menimbang beberapa beberapa persoalan dan tantangan, maka diperlukan langkah kolektif untuk melakukan “lompatan kuantum” dalam pengelolaan sampah di NTB.

Perpres No. 97 Tahun 2017 mengamanatkan arah kebijakan yaitu: Pertama pengurangan sampah meliputi pembatasan timbulan, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali. Kedua, Pemilahan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Sedangkan, strategi pengurangan sampah, meliputi: Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria; Penguatan koordinasi dan kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Penguatan komitmen lembaga eksekutif dan legislatif di pusat dan daerah dalam penyediaan anggaran; Peningkatan kapasitas kepemimpinan, kelembagaan, dan sumber daya manusia; Pembentukan sistem informasi; Penguatan keterlibatan masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi; Penerapan dan pengembangan sistem insentif dan disinsentif; Penguatan komitmen dunia usaha melalui penerapan kewajiban produsen.

Kebijakan dalam Ranperda Pemda Provinsi NTB tentang Pengelolaan Sampah yang telah masuk tahapan Propemperda, memfokuskan pada kebijakan dan strategi pengelolaan sampah regional dengan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, selain itu Ranperda mencantumkan Pemda juga menyusun master plan. Keduanya akan dibentuk kemudian dengan Peraturan Gubernur.

Mencermati beberapa ketentuan Ranperda, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain penambahan aspek pengelolaan sampah individu dan komunitas, pengendalian ataupun pembatasan sampah plastik, model kebijakan mengatasi perilaku bakar sampah, kewajiban pengelolaan sampah pada perumahan/kawasan perumahan oleh pengembang perumahan (developer), yang perlu diperkuat dengan sanksi adminstratif.

Hal lain dalam Ranperda yaitu terkait kelembagaan dan kemitraan. Ranperda telah merumuskan pembentukan Lembaga Pengelolaan Sampah yang meliputi: UPTD, BLUD dan BUMD. Terkait hal tersebut, perlu mempertimbangkan keterlibatan OPD lain ataupun unsur-unsur lain di luar OPD, mengingat dalam pengelolaan sampah dituntut dengan pendekatan sistem dan terintegrasi. Selain itu, dalam pembentukan lembaga baru, Perda perlu menguraikan lebih lanjut tugas pokok, fungsi dan kewenangan, yang secara tekhnis dan spesifik diuraikan dalam Pergub. Pengaturan kemitraan perlu penekanan substansi kemitraan dengan swasta (perusahaan) yang memungkinkan penyerapan dana CSR (Corporate Social Responsibility), misalnya setiap waralaba toko ritel melaksankan kemitraan dalam pengelolaan sampah lingkungan/kawasan.

Pengaturan insentif dan disisentif dalam Ranperda masih terbatas pada perusahaan, perlu mempertimbangkan substansi  peruntukan terhadap masyarakat atau lembaga non pemerintah, dan penambahan bentuk insentif dan disinsentif. Pembinaan, pengawasan dan fungsi kelembagaan pun perlu penambahan substansi menyesuaikan dengan pengelolaan sampah berbasis sistem dan terintegrasi. Selain itu, substansi kampanye perlu mempertimbangkan  peran masyarakat, komunitas dan kewajiban perusahaan, dalam Ranperda hanya mengatur peran Pemda. Sehingga perlu rumusan bab khusus untuk kewajiban perusahaan, termasuk dalam hal pengendalian penggunaan plastik, juga  bab tentang sanksi dan peran masyarakat.

Sanksi memang telah diatur, tapi perlu dirumuskan kembali untuk memperkuat efektivitas Perda, dengan penambahan dan penguatan jenis sanksi administratif dan mempertimbangkan skema sanksi pidana denda sebagai upaya terakhir (ultimum remidium).

Berdasarkan beberapa poin kebijakan pengelolaan sampah dalam Ranperda di atas, maka seruan Zero Waste Pemda Provinsi NTB seolah hanya menjadi simbol dan antiklimaks di saat Pemda mendorong Kab/Kota melakukan aksi Zero Waste, bank sampah dan visi NTB Gemilang dengan bebas sampah tahun 2023. Perlu reformulasi Ranperda, meliputi penambahan, perluasan maupun perumusan kembali substansi, mengingat sampah memberikan dampak yang meluas terhadap lingkungan hidup dan kesehatan, mengingat pula NTB sebagai destinasi wisata unggulan, sehingga memerlukan model kebijakan yang inovatif dan solutif dengan memperhatikan UU No. 18 Tahun 2008, Pepres No. 97 Tahun 2017, Sustainable Development Goals (SDGs), publikasi ilmiah, perbandingan kebijakan dan kondisi empiris dalam hasil penelitian (sosial/budaya).

Hal lain yang penting adalah mendorong semua Kab/Kota di NTB untuk menyusun kebijakan pengelolaan sampah, karena sebagian besar Kab/Kota belum membentuk Perda yang secara khsusus mengatur sampah. Selain itu, evaluasi dan penyesuaian terhadap Perda yang telah dibentuk oleh beberapa Kab/Kota karena tidak efektif dan sudah tidak relevan dengan kondidi empiris NTB.

(Tulisan adalah pendapat pribadi, tidak mewakili instansi)