KORANNTB.com – Banyak cara mengembalikan nilai-nilai substansi kemanusian, salah satunya peranan media massa sebagai pilar keempat dalam kehidupan bermasyarakat.

Pemerintah Kabupaten Lombok Utara bekerjasama dengan Gerakan Revitalisasi Kemanusian (Gravitasi) Mataram menyelenggarakan Workshop Media Massa bertajuk Memahami dan Menulis Berita Pascabencana. Acara tersebut dibuka oleh Asisten III Setda KLU Ir. H. Melta di Tanjung, Sabtu, 3 Agustus 2019.

Workshop ini menghadirkan  narasumber, Budayawan NTB Drs. H. Lalu Fathurrahman, Anggota DPRD KLU Raden Nyakradi, Jurnalis dari Tempo Mataram Latief Apriaman, serta Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD KLU Drs. Wardoyo.

Bupati Lombok Utara yang diwakili Asisten III Setda KLU Ir. H. Melta dalam sambutan yang dibacakannya menyatakan Pemerintah Daerah KLU mendorong semua stakeholder untuk berperan dalam penanganan bencana, termasuk peran media. Pekerjaan yang tadinya dirasa berat, dengan kebersamaan dan kerja sama yang baik bisa terasa ringan. Terbangun dengan memanfaatkan potensi yang ada.

“Media massa berperan penting pada mitigasi bencana baik fase tanggap darurat dan fase transisi pemulihan. Ada beberapa kendala yang terjadi di lapangan fase rehab rekon untuk kita carikan jalan keluarnya. Harapan kami pada workshop ini, bisa didiskusikan untuk bisa berkontribusi dalam penanganan bencana,” tandasnya.

Dalam pada itu, Anggota DPRD KLU Raden Nyakradi, pada sambutannya menguraikan terkait penganggaran pada masa bencana. Dijelaskannya, masa tanggap darurat, korban gempa pada tahap bencana murni mendapatkan bantuan dari relawan. Pada saat penyusunan RPJMD 2016-2021, sebagai Ketua Pansus saat itu, pihaknya mengembalikan RPJMD supaya diprioritaskan mengenai penanganan gempa. Ditambahkannya, pada Bulan September bisa diselesaikan. Penanganan bencana itu berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan. Lebih lanjut urainya, APBD murni tahun  2018 sebesar 984 miliar rupiah lebih. Adapun anggaran untuk BPBD KLU berkisar 5 miliar rupiah lebih dengan dana kesiagaan berkisar 405 juta rupiah.

Sementara itu, Budayawan NTB
Drs. H. Lalu Fathurrahman menyoroti dari perspektif kebudayaan, dijelaskannya dalam konteks bencana perlu banyak bertanya tentang pemikiran kosmologis adanya bencana.

“Kita tanya kepada tetua, apa kata mereka tentang bencana: ‘Mula iya kelampan gumi langit ketentuan siq epenta’. Ini kesadaran mendalam yang menentukan sikap mereka dalam menjalani kehidupan. Filosofi dari kalimat tersebut menerima anugerah dengan syukur dan tanggung jawab. Ini jelas terekspresi dalam masyarakat Daye,” tuturnya.

Diuraikannya, menerima ketentuan Tuhan yang memang telah terjadi, inilah yang dinyatakan dengan pemikiran kosmologis. Kata “Daya” secara kosmologis artinya kekuatan  yang dalam.

Sementara itu, dari pihak BPBD KLU melalui Kabid Rehab Rekon Drs. Wardoyo memaparkan Pemda KLU sedang masif-masifnya melakukan kegiatan rehab rekon.

“Jumlah korban bencana yang sudah terakomulasi dari SK ke-1 sampai 26 terbagi dalam tiga kategori kerusakan. Ini belum data final, lantaran masih ada dua SK lagi yang menyusul yaitu SK ke-27 dan ke-28,” ujarnya.

Adapun Jurnalis Tempo Mataram  Latief Apriaman dalam paparan materinya mengulas terkait Jurnalisme Solusi. Pada mulanya tahun 2000, Jurnalisme Solusi digagas oleh seorang jurnalis asal Amerika yang berangkat dari sebuah kegelisahan. Saat itu, masyarakat seperti tidak percaya lagi dengan media, dan beralih dari media konvensional ke media online. Masyarakat sulit membedakan suatu berita itu benar atau hoaks.

“Sederhananya, Jurnalisme Solusi ini mencoba memberikan format baru pemberitaan yang menjadi penuntun ke arah yang tepat. Tulisan jurnalistik bisa mengacu pada tulisan-tulisan yang menampilkan solusi,” imbuhnya.

Dijelaskannya, ciri-ciri Jurnalisme Solusi fokus pada kedalaman tentang respons terhadap sebuah masalah, fokus pada keefektifan memberikan inspirasi dan wawasan, turut serta menjadi bagian solusi terhadap masalah.

Tampak hadir dari beberapa pewarta media, serta dari perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat. Workshop berakhir dengan peninjauan lapangan di Dusun Tanaq Muat Desa Kayangan. Melihat dari dekat, kehidupan masyarakat setempat pascabencana. Bagaimana bisa bertahan hidup dalam keadaan yang masih terbatas. Tampak raut optimisme tetap ada bekerja produktifbsembari menanti pembangunan Rumah Tahan Gempa.

Masyarakat berinisiasi bercocok tanam sayuran, memperbaiki saluran air, membuat usaha kuliner tahu, menggunakan bahan-bahan daur ulang untuk hunian sementaranya, melalui pendampingan dari Gravitasi dan YSI. Sungguh usaha luhur, masih bisa survival dalam keterbatasan. (red)

foto: cak/humaspro