KORANNTB.com – Revolusi industri 4.0 membawa kepraktisan dan keuntungan di tengah masyarakat. Sejak mulai munculnya online shop (olshop), masyarakat dapat mengembang usahanya dengan memasarkan produk melalui sistem digitalisasi berbasis internet.

Tidak hanya itu, masyarakat juga dapat berbisnis membeli produk online dan menjualnya kembali ke masyarakat.

Namun, itu semua memiliki risiko. Selain risiko kualitas produk, risiko pidana juga mengancam. Seperti satunya yang menimpa HM (26 tahun) asal Kampung Karang Bejelo, Dusun Buse, Desa Bunut Baok, Kecamatan Praya, Lombok Tengah. Dia menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Praya, Rabu, 26 Februari 2020.

HM merupakan terdakwa yang menjual produk kosmetik ilegal. Ketidaktahuan terhadap produk yang dijual tanpa terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) membuatnya diantar ke persidangan.

HM membeli produk kosmetik kecantikan kulit di olshop Shofee. Dia membeli dan menjual di seorang penjual lagi. Penjualnya telah ditangkap terlebih dahulu, menyusul kemudian HM ikut ditangkap dan ditetapkan tersangka tanpa proses penahanan.

Jaksa Penuntut, Adin Nugroho Pananggalih, membacakan dakwaan di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Ainun Arifin dengan hakim anggota Elis Rahmi Yudistira dan Pipit Krista Anggraini.

Jaksa mengatakan, HM menjual produk ilegal pada Selasa, 13 Agustus 2019. “…dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan formasi dan/atau alat yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pasal 106 ayat (1),” kata jaksa.

HM disebut menjual barang kosmetik pada saksi Nurul Watoni berupa 50 kotak krim malam merek YU CHUN MEI, 50 kotak krim siang merek YU CHUN MEI, 50 kotak kosmetik serum merek YU CHUN MEI dan 50 kotak produk sabun merek YU CHUN MEI.

“(Dijual) kepada saksi Nurul Watoni dengan harga keseluruhan sebesar Rp 8.000.000. Kemudian setelah mengambil barang tersebut, saksi Nurul Watoni pergi ke arah SMAN 1 Praya kemudian tidak lama berselang datang petugas kepolisian melakukan penangkapan,” katanya.

Saat interogasi polisi Nurul Watoni mengaku membeli kosmetik dari HM, sehingga HM ikut ditangkap. Nurul Watoni juga kini telah diproses hukum dan turut menjadi korban seperti HM.

HM Korban Ketidaktahuan

Memang dalam kacamata hukum dikenal asas presumptio iures de iure yang menganggap semua orang tahu hukum, sehingga meskipun tidak bersekolah hukum, semua dianggap mengetahui hukum dan dapat bertanggungjawab terhadap masalah hukum. Namun pertanyaannya, sejauh mana peran negara memberikan sosialisasi dan pemahaman hukum terhadap masyarakat?

Lantas, apakah pelaku dalam kasus ini terputus sampai di HM? Sementara pelapak yang menjual produk kosmetik pada HM tidak diproses, atau olshop yang menjadi tempat HM berbelanja tidak diusut keterlibatan mereka dalam meloloskan penjualan produk ilegal?

Pengacara HM, Apriadi Abdi Negara mengatakan HM adalah korban ketidaktahuan dari barang yang dibeli. HM meyakini bahwa produk yang dibeli dari olshop ternama tentu terjamin keamanannya, namun faktanya justru berbeda.

“Kami dari tim penasehat hukum akan mendampingi saat sidang terdakwa dan kami akan menulusuri alat bukti terkait pembelian kosmetik di media online atau olshop yang telah mengirimkan barang tersebut, karena terdakwa tidak mengetahui apakah alat kosmetik tersebut memiliki izin BPOM atau tidak,” ujarnya.

Dukungan terhadap HM juga mulai mengalir. Saat ini ada 10 pengacara yang mendaftarkan diri menjadi pembela HM tanpa dipungut biaya alias probono.

“10 orang pengacara yang sudah terdaftar, dan masih ada lagi tambahan (pengacara),” katanya.

Pengacara juga akan membuka bukti bahwa produk yang dibeli HM adalah produk herbal bukan berbahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan.

“Serta tim penasehat hukum akan membuka fakta bahwa kosmetik tersebut herbal dan bukan dari bahan kimia sehingga ini kosmetik yang tidak berbahaya,” ujarnya. (red)

Foto: HM didampingi pengacara dan pendukung