Waktunya Lockdown, Jangan Tunggu Lagi!
dr. Asrarudin Hamid*
(Seorang Tenaga Medis)
KORANNTB.com – Jika dipikir bahwa COVID-19 menyebabkan angka kematian karena Comordibitas (ada penyakit penyerta) dan usia tua, itu benar. Tetapi sialnya virus ini dengan angka infeksius tinggi, jumlah yang sakit banyak. Ketidaksiapan rumah sakit dan layanan kesehatan. Semrawut jua tidak satu suaranya pemerintah pusat dan daerah, maka kamu mau apa?
Jika kamu sudah terinfeksi Covid-19, maka meski kamu sembuh sayangnya paru-paru kamu bisa saja tidak berfungsi seperti sedia kala. Bisa saja terdapat kemungkinan beberapa bagian paru-paru kamu akan mengalami fibrotik (parut, rusak, mati) sekitar sekian. Kamu bisa membayangkan hidupmu di masa depan?
Kamu bisa membayangkan bahwa dengan fungsi paru-paru yang rusak, maka harusnya seseorang mendapatkan asupan oksigen yang cukup. Oksigen adalah hal paling penting dalam kehidupan. Otak kita jika tidak diasupi oleh oksigen maka akan mengalami kematian. Sel-sel otak dalam hitungan menit mati?
Ekonomi? Urusan Keamanan?
Enggak begitu caranya. Enggak begitu cara melihatnya. Untuk urusan wabah semestinya pemerintah melakukan dan melaksanakan tata aturan yang dibuatnya sendiri.
UU Karantina Kesehatan tahun 2018, seyognyanya ini juga selaras dengan tujuan dan isi pikir kenapa sebuah negara kepulauan, orang-orang Aceh, Papua, Miangas, suku Anak Dalam, Manggarai, Bima dan Jawa ini menjadi satu Indonesia harus diberikan jaminan keselamatan.
Segala aturan apapun di negara ini setinggi-tingginya adalah demi kemerdekaan, kesejahteraan, keamanan dan jelas. Keselamatan nyawa dan kehidupan manusia-manusianya. Ekonomi selayaknya kita memiliki banyak pakar dan ahli urusan ini. Keamanan, TNI/Polri (meski saat ini mereka sama halnya dengan tenaga medis pun beresiko terpapar Covid19).
Apa data estimasi tingkat infeksi (kematian) yang dibuat oleh kawan-kawan di ITB itu main-main? Seruan #Lockdown dan bahkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menukil APD kurang, fakta kematian para tenaga medis dan lain ini?
Kita sebenarnya sedang apa?
Denial. Menyangkal. Berharap semua baik-baik saja. Egois seolah negara akan bubar esok hari sedangkan hingga hari ini langkah taktisnya apa? Ke mana?
Kita berpacu dengan waktu. Pemerintah memang telah mengkaji ini. Sosial distancing yang digadang-gadang dan saat mereka berkata, virus akan mati sendiri. Saat mereka tersenyum lebar bahwa pasien sembuh. Kenyataannya apa?
Kenapa kami harus membaca angka-angka kurva penderita dan kematian? Angka 8,37% kematian kemarin apa? Bahkan nilai angka kematian nakes berapa? Ini angka apa? Jika kamu orang awam. Terdapat 10 orang kawanmu dan kamu kena Covid maka stimasi resiko bahwa 1 dari 10 temanmu itu bisa mati. Mati tanpa ngelawat, mandi, prosesi layak. Dikubur dengan kantong jenazah plastik. Innalillah.
Sosial distancing benar. Tepat. Tetapi itu jika satu bulan lampau saat virus Covid-19 belum masuk ke Indonesia. Tetapi saat ini rasanya ini semua dagelan kosong. Lalu apa? #Lockdown.
Lockdown itu sebagai upaya membantu pemerintah dan manusia Indonesia agar tidak mati. Agar tidak punah. Orang-orang ini ngeyel. Disuruh tidak ramai-ramai masih keluyuran. Disuruh rebahan malah kelayapan. Lockdown juga selaras dengan UU Karantina Kesehatan tahun 2018 yang dibuat saat presiden kebanggaan kami, Jokowi ini menjabat.
Lalu?
Kemanusiaan adalah urusan tertinggi dalam klausal apapun. Karena kita adalah manusia.
Presiden, posisi?