Menyandang Status Jomblo di Tengah Pandemi COVID-19
Penulis: Santi Afriana
Penerima Beasiswa Bank Indonesia 2019 – Mahasiswi Program Studi Sosiologi Universitas Mataram
KORANNTB.com -Hadirnya virus Corona di muka bumi membawa banyak dampak terhadap kehidupan manusia. Virus yang merenggut banyak nyawa ini membuat masyarakat semakin gelisah dan panik. Seruan dan aturan dari pemerintah tak tak henti-hentinya terus disuarakan demi keselamatan. Beberapa negara di luar negeri sudah menerapkan lockdown untuk mencegah penularan termasuk negara Indonesia, semua upaya terus dilakukan demi memutus rantai penyebaran, salah satunya dengan cara mengimbau masyarakat untuk di rumah aja.
Dilansir dari New York Post, peneliti Nationwide menjelaskan, sebanyak 53% masyarakat Amerika yang diisolasi adalah orang yang hidup sendiri tanpa keluarga. Mereka dianggap cenderung mudah mengalami gangguan mental. Jika dimaknai sesaca positif kaum jomblo saat ini hanya memiliki konflik dengan dirinya sendiri dibanding dengan mereka yang sudah berkeluarga atau punya pacar. Hal ini diungkapkan Founder Remedi Indonesia sekaligus Certified Energy Psychology Practitioner, Ferry Fibriandani yang dilansir dari Antara.
Bagi orang yang sudah menikah, mengisolasi diri di tengah pandemi global Covid-19 ini dimaknai secara positif, di mana merupakan kesempatan emas untuk berkumpul bersama keluarga di rumah. Namun bagaimana nasib kaum jomblo? Kaum jomblo seakan-akan merasakan stres dan kegelisahan yang berlipat ganda semenjak physical distancing digaungkan, rasa kesepian tentunya akan semakin menjadi-jadi.
Semakin parah setelah bumingnya kata “dirumahaja” para jomblo yang dulunya bebas keluar ke mana pun mencari gebetan kini hanya tinggal mengandalkan jaringan internet, terlihat nampak sepi markas para jomblo seperti Taman Sangkareang Mataram, Taman Udayana, Alun-Alun Tastura Praya, dan tempat lainnya di mana biasanya ramai oleh kaum jomblo yang nongkrong mencari gebetan, sudah tidak nampak lagi kumpulan kaum jomblo peminta nomor WA.
Bagi para jomblo, pandemi ini menjadi malapetaka yang menghambatnya untuk menemukan belahan jiwa. Level rasa sepi yang dirasakan pasti akan meningkat lebih dari hari-hari biasanya sebelum adanya pandemi Covid-19. Jika sudah merasa kesepian, kaum jomblo hanya bisa menghilangkannya dengan melakukan video call dengan teman-temannya atau sekadar nonton film dan juga bermain games.
Kaum jomblo tidak memiliki seseorang yang bisa diajak berbagi keluh kesah atau berbagi kondisi yang dirasakan selama physical distancing berlansung.
Saat situasi seperti ini, hanya media internet yang kaum jomblo bisa lakukan, namun mesti ada uang untuk membeli kuota internet supaya bisa post foto, buat status “Alone”, atau cari-cari gebetan terus chatingan. Namun apa yang terlihat terkadang tidak seperti yang dibayangkan karena seiring berkembangannya kecanggihan tekhnologi, kadang namanya media sosial suka menipu, foto bisa diedit layaknya artis drama Korea. Saran saja, jika tidak mau kecewa jangan cepat terpicut hanya karna postingan foto di media sosial.
Jika dimaknai sesaca positif, kaum jomblo harus belajar keluar dari zona nyaman. Inilah saatnya bagi kaum jomblo untuk merenung dan introspeksi diri, mengenal diri sendiri, menggali potensi diri, berkreasi dan belajar hal baru yang selama ini tidak sempat dilakukan, serta tetap tenang dengan perkuat iman dan imun tubuh.
Tidak hanya rebahan, namun kaum jomblo juga bisa menjadi anak yang berbakti kepada orang tua seperti membantu orang tua di rumah, berzikir dan berdoa kepada Allah SWT agar dipercepat untuk dipertemukan dengan belahan jiwa sehingga mengakhiri status kejombloannya.(red)