KORANNTB.com – Pengadaan produk kopi dalam paket JPS Gemilang diduga tidak mengakses dan memberdayakan UMKM dan kelompok tani kopi pedesaan. Kesan yang muncul, hanya pengusaha IKM bermodal dan para pemilik coffee shop yang diakomodir oleh Pemerintah Provinsi NTB.

Wajah sumringah Misbahul Tirta (36) berubah lesu dan sedih, Jumat sore, 8 Mei 2020, saat 500-an bungkus kopi yang ia bawa ditolak Pemerintah Provinsi NTB. Apalagi penolakan dilakukan tepat di depan mata sejumlah pengusaha kopi yang juga memasok produk untuk JPS Gemilang.

Padahal, pria sederhana ini harus menempuh jarak lebih dari 50 Km dari Dusun Prabe, Desa Batu Mekar, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, menuju Mataram. Hujan deras ia tembus melalui jalan rusak dengan sepeda motor bututnya.

Misbah yang juga Kepala Dusun Prabe bersama seorang kerabatnya membawa lima dus berisi 500 bungkusan kopi yang masing-masing bungkus seberat 100 gram ke Mataram untuk dipasok ke UD Tri Utami Jaya.

Kopi olahan kelompok tani Prabe ini diberi label Kopi Raja Lombok. Lengkap dengan stiker, izin IKM dan juga sertifikasi standar SNI. Rencananya akan dipasok untuk kebutuhan paket JPS Gemilang.

Namun sayang, kopi yang dibawa Misbahul ditolak mentah-mentah. Direktur Tri Utami Jaya, Nasrin H Mukhtar beralasan lantaran kemasan kopi para petani itu tidak layak karena hanya dari plastik biasa.

Nasrin meminta Misbahul mengemas ulang kopi-kopi itu dengan kemasan tambahan dari paper bag.

“Kita diminta kemas lagi seperti produk toko oleh-oleh. Tapi kemasan begitu kan mahal, mana bisa kembali modal teman-teman petani,” kata Misbahul.

Menurut Misbahul, untuk mengolah dan mengerjakan 500 bungkus kopi itu ada sekitar 15 petani dan wanita warga desa yang dilibatkan. Sebelumnya ia berharap kopi itu bisa diserap seharga Rp15 ribu perbungkus, sehingga keuntungan total sekitar Rp750 ribu bisa dibagikan kepada para petani dan wanita yang bekerja.

Dari keuntungan yang tak seberapa itu juga akan digunakan untuk memperbaiki kemasan dan penampilan bungkus kopi.

“Tapi kalau begini, ya sama saja. Kita kan nggak ada modal banyak,” keluhnya.

Yang ia sayangkan, saat berada di UD Tri Utami Jaya ia melihat beberapa pengusaha kopi yang ikut memasok produknya dan diterima baik.

Seorang pengusaha justru menasehati Misbah soal cita rasa kopi. Seolah para penerima JPS Gemilang adalah turis mancanegara atau pecinta kopi kelas atas.

“Kopi Prabe ini justru diminati masyarakat bawah, tentu penerima JPS juga senang karena mereka kan bukan turis,” katanya.

Menerobos rintik hujan, Misbahul dan kerabatnya kemudian pulang dengan membawa dus berisi Kopi Raja Lombok. Ia berharap Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah bisa mengetahui apa yang dirasakan petani dan UMKM Desa, yang sejatinya juga terdampak pandemi Covid-19.

Dari kisah kopi Prabe ini, Misbah berpikir bahwa bantuan JPS Gemilang lebih mementingkan kemasan ketimbang isi yang dibutuhkan. (red)

Foto: Misbahul Tirta saat mendengar produknya ditolak di JPS Gemilang