Ratna Asih Wulandari

Fungsional  Statistisi BPS Provinsi NTB

KORANNTB.com – Pembatasan sosial akibat Covid-19 begitu terasa saat hari raya Idul Fitri. Masyarakat Indonesia yang kental dengan budaya mudik saat lebaran, harus menahan diri berdiam di rumah dan tidak saling mengunjungi. Tidak beda halnya di NTB, masyarakat diimbau untuk lebaran di rumah saja hingga lebaran Topat selesai, event yang biasanya selalu ramai dirayakan. Silaturahmi ke rumah orang tua, baik di dalam maupun luar kota pun akan terasa berat untuk dilakukan karena berbagai aturan pemerintah untuk membatasi penyebaran Covid-19.

Sebagai muslim dengan latar belakang adat ketimuran, momen lebaran sebagai sarana berkumpul merupakan waktu yang sangat ditunggu-tunggu, terlebih lagi bagi orang tua yang memiliki anak-anak diperantauan. Namun dengan kondisi saat ini, kita bersama menyadari pentingnya pembatasan sosial, terutama bagi kesehatan dan terutama keselamatan orang tua kita. Covid-19 sangat rentan penyebarannya bagi kelompok usia lanjut.

Berbicara kesehatan lansia, salah satu indikatornya adalah angka kesakitan yang merupakan persentase penduduk sakit dan terganggu aktivitasnya terhadap jumlah penduduk. Susenas BPS 2018 menyebut angka kesakitan lansia berada pada angka 29,57 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding angka kesakitan dari semua penduduk NTB yang hanya sebesar 17,48 persen. Fakta tersebut sejalan dengan berbagai teori kesehatan, dimana sistem imunitas lansia tidak lagi sekuat masa muda dulu.

Rendahnya imunitas pada lansia sebagai faktor utama berbagai penyakit mudah ditemui pada kelompok masyarakat ini. Dihadapkan pada pandemi Covid-19, lansia merupakan golongan paling rentan dan mempunyai risiko kematian paling tinggi, terutama bagi mengidap penyakit kronis. Justin Fox pada Bloomberg (7 Mei 2020) menyatakan Covid-19 pada lansia akan sangat berat, 80 persen kematian yang terjadi pada pasien di Amerika Serikat adalah mereka dengan usia 65 tahun ke atas. Oleh sebab itu, pencegahan paparan Covid-19 pada kelompok ini menjadi sangat penting dalam meminimalisir fatalitas pandemi ini.

Terdapat dua masalah utama ketika seseorang memasuki usia lanjut, yaitu kondisi fisik dan psikologis. Kondisi psikologis yang sehat sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan lansia. Tersedianya lingkungan yang mendukung kedua kondisi tersebut sangat dibutuhkan dalam penanggulangan Covid-19. Lansia membutuhkan perhatian dari orang di sekitarnya. Ketika komunikasi sosial ini dapat berjalan dengan baik, disaat itulah lansia dapat dikategorikan mandiri secara sosial.

Semakin lanjut usia, pengaruh dukungan sosial akan bertambah besar terhadap kondisi kesehatan. Ketika lansia yang memiliki kesehatan yang baik, mereka akan mampu berkomunikasi dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Data Susenas BPS tahun 2018, di NTB terdapat 9,39 persen lansia yang tinggal sendiri dan 21,41 persen lansia hanya tinggal berdua dengan pasangannya. Disadari atau tidak, perayaan lebaran dan mudik menjadi sebuah pengharapan bagi lansia untuk bisa berkumpul dengan anak dan cucunya.

Bagi lansia, terkadang kebersamaan dengan keluarga, perhatian anak cucu dan lingkungan, jauh lebih mujarab dari berbagai obat. Kondisi psikologis yang semakin menurun akan lebih rentan menimbulkan masalah kesehatan. Menjaga psikologis kelompok ini akan sangat membantu meningkatkan daya tahan tubuh mereka. Menciptakan kondisi tersebut saat ini merupakan sebuah tantangan. Pelaksanaan protokol kesehatan tetap menjadi kewajiban untuk dapat menghindarkan mereka dari paparan covid-19.

Selain komunikasi sosial dengan masyarakat dan keluarga, kondisi psikologis dan kesehatan kelompok lansia juga dipengaruhi kemandirian finansial di usia lanjut. Menjadi lansia yang mandiri secara finansial adalah impian setiap orang. Namun kenyataannya, berdasarkan data Susenas BPS tahun 2018, di Indonesia, kurang dari 1 persen rumah tangga lansia mengandalkan sumber pembiayaannya dari hasil investasi dan 6,48 persen dari pensiun jika dibandingkan dengan seluruh rumah tangga yang terdapat lansia (rumah tangga lansia). Sementara 78,39 persen rumah tangga lansia lainnya bertumpu pada penghasilan anggota rumah tangga termasuk lansia masih harus harus bekerja secara aktif. Sisanya, sebesar 14,50 persen rumah tangga lansia harus disupply dari kiriman uang/barang.

Data juga menunjukan mayoritas lansia di NTB bekerja di sektor pertanian yang sangat mengandalkan kekuatan fisik. Kondisi tersebut merupakan hambatan yang harus dihadapi kekuatan fisik yang sudah menurun, lansia tidak dapat bekerja terlalu lama. Sebagian besar upah yang didapat lansia pun rendah karena sedikitnya jam kerja dan status pekerjaan sebagai buruh. Upah rendah ini membuat rumah tangga lansia juga harus mengandalkan upah dari anggota rumah tangga yang lain. Namun dilihat dari kondisi ekonominya, rumah tangga lansia bekerja ini lebih banyak adalah rumah tangga dengan pengeluaran rendah (miskin) yang juga mendapat bantuan pemerintah.

Pemerintah memberikan berbagai bantuan sosial kepada rumah tangga lansia yang membutuhkan. Data Susenas 2018, di NTB bantuan beras sejahtera diterima 63,82 persen rumah tangga lansia dan 9,71 persen rumah tangga menerima PKH. Untuk kesehatan, 43,88 persen lansia telah terlindungi jaminan kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Dengan adanya Covid-19 pemerintah pun memperluas bantuan sosial untuk mengurangi dampak pembatasan sosial dan kehilangan pekerjaan atau penurunan penghasilan sebagai imbas Covid-19. Rumah tangga lansia yang akan menerima bantuan ini bisa meningkat dibandingkan bantuan sebelumnya. Kita sebagai masyarakat seharusnya mengambil peran untuk dapat mengawasi penyaluran bantuan agar tepat sasaran.

Kita juga dapat memberikan dukungan kepada lansia saat ramadan dan lebaran ini dengan menyalurkan zakat, infaq dan sedekah kepada lansia yang mempunyai penghidupan yang kurang. Berbagi merupakan cara kita menyayangi para lansia dan fakir miskin, di samping sebagai anjuran agama.

Covid-19 telah memaksa kita menghadapi kondisi yang belum pernah kita alami sebelumnya. Pembatasan sosial yang diterapkan saat ini memiliki dampak psikologis jauh lebih besar pada kelompok usia lanjut dibandingkan kelompok lainnya. Kesadaran dan kepedulian bersama perlu kita bangun demi keselamatan kita bersama dan terutama orang tua kita. Semakin disiplin kita menjalankannya, semakin cepat kondisi ini dapat kita lewati. Termasuk untuk tidak mudik, karena bisa jadi kita bagian dari orang tanpa gejala yang dapat membahayakan kesehatan orang tua kita, para lansia. Komunikasi menjadi kunci menjaga kesehatan psikologis mereka, dan beruntunglah dengan teknologi saat ini jarak bukan lagi hambatan untuk berkomunikasi. Jadi meskipun secara fisik terpisah namun momen ini semakin mendekatkan psikologis kita dengan orang tua kita.

 

foto: ilustrasi lansia (net)