Oleh: Hendra Julianto, S. Pd. I
*Guru SMA Negeri 1 Ropang

KORANNTB.com – Sejak diumumkan pemerintah mengenai kasus pertama Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada bulan Maret 2020 yang lalu, Indonesia kemudian dihadapkan pada masa pandemi. Hampir seluruh sektor kehidupan terdampak, tidak terkecuali sektor pendidikan.

COVID-19 menular begitu cepat, menyebar hampir ke semua negara, termasuk Indonesia, dan menyebabkan hilangnya jutaan nyawa. Sehingga Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjadikan wabah ini sebagai pandemik global pada tanggal 11 Maret 2020. Merespons hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerapkan kebijakan learning from home atau belajar dari rumah (BDR) untuk siswa.

Kegiatan BDR dilaksanakan dalam rangka pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat penyebaran Covid-19. Aturan pelaksanaan BDR merujuk pada Surat Edaran Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 yang diperkuat dengan Surat Edaran Sesjen Nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan BDR selama darurat Covid-19.

Selanjutnya instruksi tersebut ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Surat Sekretaris Daerah Provinsi NTB Nomor 180/136/Kum tanggal 26 Maret 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut diperuntukkan terutama bagi satuan pendidikan yang berada di wilayah zona kuning, orange dan merah.

Pada prinsipnya, apapun pilihan metode pembelajaran yang dipilih, baik belajar secara jarak jauh (online) maupun belajar tatap muka langsung (offline) tetap harus memperhatikan tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran sebagaimana dimaksud Robert F. Mager (dalam Uno, 2008) adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.

Senada dengan Mager, Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Kemp dan Kapel (dalam Uno, 2008) menyebut bahwa tujuan pembelajaran berupa suatu pernyataan spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan harus menggambarkan hasil belajar peserta didik sesuai yang diharapkan.

Belajar Dari Rumah (BDR)

Demi tercapainya tujuan pembelajaran, maka Kemendikbud telah mengeluarkan Surat Edaran Sesjen No 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan BDR selama darurat Covid 19. Pelaksanaan BDR selama darurat Covid-19 bertujuan untuk: 1) Memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19; 2) Melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19; 3) Mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan; dan 4) Memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik dan orang tua/wali.

Merujuk Surat Edaran Sesjen di atas, BDR merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru di rumah masing-masing. Dalam pembelajaran ini, guru dan murid tidak hadir dalam satu ruangan tetapi berlangsung di tempat yang berbeda. Pembelajaran jarak jauh dilakukan dengan bantuan media berupa perangkat elektronik HP android yang terhubung melalui jaringan internet (pembelajaran online).

Selama BDR, siswa juga dihimbau untuk tetap melakukan semua aktivitas di rumah dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat meski tidak berada di sekolah. Dengan tetap beraktivitas dari rumah, siswa otomatis akan menjaga jarak dengan orang lain (physical distancing) dan menghindari kerumunan orang (social distancing). Itulah proses adaptasi baru dalam dunia pendidikan.

Sebelum BDR menjadi alternatif kebijakan pembelajaran di masa pandemi, di Indonesia telah mengenal sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 15, dijelaskan bahwa PJJ adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain.

Dalam pelaksanaannya, PJJ dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pembelajaran jarak jauh dalam jaringan (daring) dan pembelajaran jarak jauh luar jaringan (luring). Dalam pelaksanaan PJJ, satuan pendidikan dapat memilih pendekatan (daring atau luring atau kombinasi keduanya) sesuai dengan karakteristik dan ketersediaan, kesiapan sarana dan prasarana.
Salah satu jenis PJJ adalah pembelajaran daring.

Sistem pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antar guru dan peserta didik, melainkan secara online yang menggunakan jaringan internet. Guru dan peserta didik melakukan pembelajaran bersama, waktu yang sama, dengan menggunakan berbagai aplikasi, seperti whatsapp, telegram, zoom meeting, google meet, google classroom, quiepper school, ruang guru dan aplikasi lainnya. Beragam pilihan aplikasi tersebut diharapkan dapat memudahkan kegiatan pembelajaran siswa dari rumah.

Meminjam semangat PJJ, maka sistem BDR juga dilaksanakan mirip dengan PJJ. Prinsip dari BDR adalah peserta didik dapat mengakses materi dan sumber pembelajaran tanpa batasan waktu dan tempat.

Melalui BDR diharapkan bisa mendukung proses pembelajaran jarak jauh dan mempermudah dalam penyebaran materi kepada peserta didik. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang biasanya dilaksanakan di sekolah dengan tatap muka langsung bersama dengan bapak / ibu guru serta teman-teman, namun karena pandemi pembelajaran tatap muka tidak bisa dilakukan. Sebagai konsekuensi dari BDR, maka guru juga harus mengubah strategi belajar mengajar, termasuk menyiapkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pandemi dan kebutuhan siswa.

Realitas BDR di Lapangan

Mencermati fakta di masyarakat saat ini, sebagian orang tua peserta tidak memiliki perangkat handphone (android) atau komputer untuk menunjang pembelajaran daring, terlebih bagi peserta didik sendiri.

Kondisi demikian membuat mereka kebingungan menghadapi kenyataan yang ada. Satu sisi dihadapkan pada ketiadaan fasilitas penunjang, di sisi lain adanya tuntutan terpenuhinya pelayanan pendidikan bagi peserta didik. Padahal amanat UUD 1945 dalam pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga berhak mendapat pendidikan.

Permasalahan yang terjadi bukan hanya pada ketersediaan fasilitas pembelajaran, melainkan ketiadaan kuota (pulsa) yang membutuhkan biaya cukup tinggi, guna memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring. Kondisi ini terutama dirasakan oleh orang tua peserta didik dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang tidak memiliki anggaran dalam menyediakan jaringan internet.

Tidak berhenti sampai di situ, meskipun jaringan internet dalam genggaman tangan, peserta didik juga menghadapi kesulitan akses jaringan internet karena tempat tinggalnya di daerah pedesaan, terpencil dan tertinggal. Kalaupun ada yang menggunakan jaringan seluler terkadang jaringannya tidak stabil, karena letak geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal seluler. Hal ini juga menjadi permasalahan yang banyak terjadi pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran daring, sehingga pelaksanaannya kurang efektif (Kemendikbud, 2020). Fakta ini ditemukan dan terjadi di banyak daerah terutama yang infrastruktur internet dan teknologinya belum memadai.

Potret lainnya adalah ketidaksiapan guru dan peserta didik terhadap pembelajaran daring juga menjadi masalah. Perpindahan sistem belajar konvensional ke sistem daring secara tiba-tiba (karena pandemi Covid-19), benar-benar mengubah sistem yang sudah relatif mapan dan nyaman bagi guru dan murid.

Akhirnya, sejumlah guru tidak mampu mengikuti perubahan dengan pembelajaran berbasis teknologi dan informasi. Padahal sebuah keniscayaan guru itu memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajarannya, lebih-lebih di masa pandemi Covid-19.

Mau tidak mau, siap tidak siap, semua ini harus tetap dilaksanakan agar proses pembelajaran dapat berjalan dan terpenuhinya hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan.

Permasalahan di atas juga penulis temukan di SMA Negeri 1 Ropang, Kecamatan Ropang, tempat penulis bertugas. Di Kecamatan Ropang yang jaraknya berkisar ± 63,8 KM dari pusat pemerintahan Kabupaten Sumbawa terdapat institusi pendidikan dari jenjang PAUD hingga SMA.

Penulis menemukan kondisi ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan dalam menerapkan Belajar Dari Rumah (BDR) di Kecamatan Ropang khususnya Desa Ropang. Hal ini tidak lepas dari kondisi bahwa Kecamatan Ropang baru menikmati listrik selama 24 Jam sejak 23 Oktober 2020 lalu.

Jangankan kita berbicara masalah jaringan internet, untuk sinyal telpon ataupun sms biasa saja tidak stabil.
Lantas bagaimana penerapan BDR di Kecamatan Ropang khususnya SMA Negeri 1 Ropang tempat penulis bertugas. Meskipun dalam praktiknya belum seideal konsep pembelajaran BDR sebagaimana diuraikan di atas, namun beberapa strategi disiapkan pihak sekolah melalui regulasi, sehingga hak peserta didik terpenuhi.

Beberapa strategi tersebut diantaranya; 1) Materi dan evaluasi yang akan disampaikan melalui print out kemudian disampaikan kepada peserta didik dengan diberikan tenggat waktu dikumpulkan; 2) Dengan menerapkan sistem guru kunjung artinya guru berkunjung ke rumah peserta didik untuk menjelaskan materi pembelajaran atau melakukan evaluasi pembelajaran.

Sejauh ini, metode kedua yakni menerapkan sistem guru kunjung dirasa paling sesuai dengan kondisi peserta didik dan masyarakat dalam memaknai dan menerapkan sistem BDR. Meski demikian, dalam pelaksanaan sistem guru kunjung juga tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Menutup tulisan ini, penulis ingin mengatakan bahwa memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal bagi siswa meski dalam kondisi pandemi adalah tugas mulia para guru dan pendidik. Karena itu, bagaimana dan apapun strategi yang dilakukan hendaknya bermuara pada tercapainya tujuan pembelajaran. Justru dalam kondisi saat inilah dedikasi kita diuji, apakah tetap mempertahankan pola pembelajaran lama atau memilih menyesuaikan diri dengan adaptasi kebiasaan baru akibat pandemi.

#Foto: Ilustrasi (sumber: Pexels)