Eksistensi dan Keterlibatan Perempuan dalam Politik
Oleh: Mutmainna
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan
Institut Ilmu Sosial dan Budaya Samawa Rea
KORANNTB.com -Seperti yang kita ketahui bahwa sejak Orde lama, politik lebih didominasi oleh laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kursi-kursi jabatan yang diduduki oleh kaum laki-laki terutama dibidang politik.
Mirisnya hanya ada segelintir kaum perempuan yang terlibat dalam hal tersebut, ini dikarenakan adanya persaingan di dunia politik yang menjadikan kaum laki-laki semakin gencar memperebutkan posisi.
Sementara itu, minimnya pendidikan dan pengetahuan dikotomistik mengenai ruang publik dan domestik membuat kaum perempuan kurang berpartisipasi kedalam ranah politik. Lalu bagaimana peran perempuan dalam keterwakilannya di dunia politik?
Nah, di dunia modern seperti saat ini, partisipasi perempuan dalam politik menjadi sesuatu yang seharusnya disorot. Namun dalam realitas politik dewasa ini, diskriminasi berdasarkan gender menjadi permasalahan penting yang harus segera diatasi.
Hal tersebut merupakan fakta yang mungkin tak dapat dipungkiri bahwa patriarki masih saja terjadi diseluruh aspek kehidupan, yang mana perempuan selalu dinomorduakan. Hal tersebut membuat rendahnya partisipasi perempuan dalam lembaga politik, akibatnya berbagai kepentingan perempuan menjadi tak terakomodasikan dalam kebijakan politik.
Di dalam undang-undang ditulis secara jelas bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesetaraan hak dalam menyampaikan pendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama tanpa mengutamakan siapapun.
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 281 ( 2 ) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.”
Untuk itu, pemerintah berkewajiban melindungi hak-hak terutama hak yang telah melekat pada perempuan baik itu personal maupun universal.
Di era reformasi politik Indonesia sebenarnya memiliki harapan besar bagi kaum perempuan yang selama ini hak politiknya masih terbendung. Gerakan-gerakan yang muncul sebagai usaha untuk pemberdayaan hak-hak perempuan terutama hak politik yang dinilai masih kurang, oleh sebab itu sebagai kaum perempuan yang berpikir kritis harus dapat mengangkat derajat dan mempertahankan hak perempuan khususnya dalam perpolitikan.
Mengenai pemberdayaan atau partisipasi politik perempuan, sedikitnya ada dua faktor yang menjadi hambatan utama, sebagaimana yang dicetuskan oleh Center For Asia-Pasific Women In Folitics.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh dan masih mengakarnya peran dan pembagian gender antara laki-laki dan perempuan yang tradisional yang membatasi atau menghambat partisipasi perempuan dibidang kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan.
b. Kendala-kendala kelembagaan (institusional) yang masih kuatatas akses perempuan terhadap kekuasaan yang tersebar diberbagai kelembagaan sosial dan politik.
Eksistensi perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan merupakan agenda penting bagi pemerintah maupun lembaga legislatif. Oleh sebab itu, keberadaan perempuan dalam dunia politik harus direalisasikan dengan adanya keikutsertaan perempuan di parlemen agar dapat mempertahankan kepentingan-kepentingan kaum perempuan dalam proses pembuatan kebijakan. Sebab, tanpa keterlibatan perempuan, mungkin saja segala kebijakan lebih cenderung kepada kepentingan kaum laki-laki.
Dalam UU No. 2 tahun 2008 tercantum bahwa kebijakan mengharuskan partai politik dalam pendirian maupun kepengurusan ditingkat pusat harus menyertakan 30 % keterlibatan perempuan. Hal tersebut dilakukan guna memberi ruang bagi kaum perempuan pada legislatif dengan tujuan untuk menghapus diskriminasi dan menghindari kebijakan kecenderungan kepentingan laki-laki yang mendominasi.
Dewasa ini, keterwakilan perempuan dalam ranah politik mengalami sebuah peningkatan, dimana banyaknya perempuan yang mulai ikut andil dalam pemilihan parlemen dan menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Banyak kaum perempuan terjun langsung kedunia politik, adapula beberapa perempuan yang menjabat sebagai kepala daerah hingga menteri.
Contohnya, dimulai dengan Megawati yang pernah menjabat sebagai presiden indonesia pada tahun 2001-2004, Susi Pudjiastuti yang pernah menjabat sebagai menteri kelautan dan perikanan, hingga Sri Mulyani yang menjabat sebagai menteri keuangan, dan masih banyak lagi perempuan hebat yang memegang jabatan lainnya.
Selain itu, mulai bermunculan para cendekia dan kaum milenial dikalangan perempuan yang berani menyuarakan hak perempuan di media publik. Tak hanya sampai di situ, banyak perempuan yang terlibat dan bergabung dalam partai politik serta menempati posisi-posisi penting di dalamnya.
Dengan adanya undang-undang mengenai hak politik bagi perempuan, diharapkan mampu mendorong dan meningkatkan partisipasi perempuan untuk lebih berkontribusi dalam dunia perpolitikan. Dengan demikian, segala kepentingan dan hak perempuan dapat terakomodasikan dalam aspek-aspek kehidupan. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam politik juga harus terus diperjuangkan agar patriarkis dapat dihilangkan.
Sebagaimana perjuangan R.A Kartini yang bergerak mempertahankan hak-hak dan mengangkat derajat perempuan sehingga kesetaraan gender dapat terealisasikan dalam kehidupan. Kita sebagai kaum milenial khususnya perempuan yang memiliki pendidikan yang tinggi harus mampu melanjutkan perjuangan R.A Kartini dalam mempertahankan hak perempuan. Kalau bukan kita, siapa lagi? kalau bukan dari sekarang, lalu kapan lagi? Dan jawaban ada pada kesadaran diri kita sebagai perempuan untuk melakukan sebuah perubahan.