KORANNTB.com – Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB menggelar Famtrip (wisata pengenalan) bersama asosiasi pariwisata dan BUMN ke beberapa desa wisata di Lombok Timur, Kamis, 16 September 2021.

Beberapa desa wisata yang dikunjungi meliputi Desa Loyok, Tetebatu, Kembang Kuning dan Pringgasela.

Ketua BPPD NTB, Ari Garmono, mengatakan kegiatan tersebut sebagai referensi paket wisata yang dapat ditawarkan para pelaku pariwisata.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah menambah referensi paket wisata yang bisa ditawarkan oleh para pelaku wisata,” katanya.

Hadir dalam kegiatan tersebut, PHRI, ASTINDO, ASITA, HSMA, HPI, ASPPI, AHM, SHA, GHA, Garuda Indonesia dan TELKOM Mataram.

Ari Garmono mengatakan dipilihnya zonasi Tetebatu tidak lain adalah karena Tetebatu tengah berjuang menghadapi ajang Best Tourism Village Award versi UNWTO 2021.

“Selain itu dalam rangka menyambut gelaran WSBK dan Moto GP, perlu adanya kawasan wisata penyangga untuk memperpanjang length of stay dan pembelanjaan dari para wisatawan yang akan datang di mana Tetebatu memiliki potensi sebagai opsi wisata tambahan di ajang tersebut,” ujarnya.

Masing-masing desa yang dikunjungi memiliki keunikan tersendiri. Loyok dikenal sebagai sentra pengrajin anyaman bambu.

Kemudian, Tetebatu dengan sejarah dan panorama alamnya, Kembang Kuning dengan keindahan dan kebersihannya, dan Pringgasela dengan tradisi tenunnya.

“Keragaman dan kekayaan potensi itu diramu oleh BPPD NTB dalam satu rangkaian Famtrip,” katanya.

Ari mengatakan, kegiatan tersebut merupakan hasil dari rakor pariwisata. Program tersebut juga tidak dipaksakan oleh BPPD, namun hanya mengakomodir berbagai usulan pelaku pariwisata.

“Ini adalah bagian dari tugas yang dibebankan kepada BPPD hasil dari sebuah rakor pariwisata. Dan juga tidak ada daya dari BPPD untuk memaksakan program ini kepada peserta. Mereka semua pelaku pariwisata yang kebetulan berminat dengan program ini. Kami hanya mengkoordinir,” katanya.

Menurutnya, sudah jamak terjadi dalam sebuah roadshow atau sales mission dikenakan kontribusi di mana tentunya kegiatan tersebut bermanfaat bagi para pelaku wisata itu sendiri hingga mereka mau terlibat di dalamnya.

Kegiatan ini memang sempat dipolemikkan karena adanya kontribusi peserta sebesar Rp. 150.000,- per orang dengan  macam-macam opini salah satunya adalah tuduhan BPPD mengambil keuntungan dari program ini. Hal ini dibantah keras oleh ketua BPPD NTB Ari Garmono.

“Tidak ada sesenpun dari kegiatan ini masuk ke kas BPPD. Seluruhnya untuk program dan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi saya heran itu informasinya yang keliru, atau sedang berhalusinasi,” tegasnya.

Disinggung soal anggaran promosi pariwisata yang disebut-sebut mencapai 1,6 miliar, Ari menjawab dengan nada berkelakar, “Kami saja belum tahu. Hebat juga ya yang bilang begitu,” katanya.

“Pariwisata itu hospitality industry, jadi sebaiknya para pelakunya menanamkan hospitality itu dulu termasuk dalam membuat statement di media sosial,” ujarnya.

Lebih lanjut dia meminta semua pihak untuk bersinergi bersama memajukan pariwisata NTB, daripada selalu berpolemik.

“Kalau terlalu sering nyinyir apalagi fitnah, itu tidak baik bagi citra pariwisata kita. Yang membaca media sosial itu satu kampung digital yang namanya planet Bumi. Masa ga kapok lihat berita-berita orang dipenjara karena UU ITE,” katanya. (red)