KORANNTB.com – Pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Luthfi tentang ketersediaan stok jagung nasional yang minus dan menyebabkan harga jagung meroket, dikritisi dan dibantah para petani dan pengusaha jagung di sejumlah daerah.

Direktur PT Datu Nusra Agrobisnis (DNA), Dean Novel menegaskan, agar Menteri Perdagangan tidak sekadar bicara tentang keterbatasan stok jagung, jika tujuan akhirnya adalah impor dari luar negeri.

“Kami minta Mendag jangan buat kesimpulan sendiri tentang stok jagung dalam negeri. Apalagi kalau tujuannya akhirnya impor,” tegas Dean Novel, Rabu 22 September 2021.

PT DNA merupakan perusahaan agrobisnis untuk komoditas Jagung yang sudah lebih dari 8 tahun bermitra dengan ribuan petani jagung di Lombok, NTB.

Dean paham benar, kondisi saat ini stok jagung banyak tersedia dan tidak habis seperti statement yang disampaikan Menteri Luthfi.

Menurutnya, stok jagung di sejumlah Provinsi saat ini dalam kondisi yang sangat melimpah alias tidak terjadi kekurangan sedikitpun. Sebaliknya, ia dan petani jagung NTB mempertanyakan peranan Kemendag dalam melakukan distribusi.

“Yang pertama Kemendag jangan melihat kondisi jagung dari musim tanam atau musim kosong. Tapi mereka harus melihat dari momen over suplay. Tidak adil itu namanya. Sekarang kami jadi bertanya kemana mereka saat petani membutuhkan. Kemendag harus bertanggungjawab karena mereka adalah regulator perdagangan yang mengatur HPP,” kata Dean.

Di NTB, kata Dean, ukuran Pulau Lombok saja memiliki areal panen 21.000 hektare. Lalu ada 2 Kecamatan yang sejak dulu selalu memasuki masa panen pada akhir Oktober. 2 Kecamatan itu masing-masing adalah Kecamatan Gerung dan Kecamatan Lembar di Lombok Barat.

Ia justru menyayangkan sikap Mendag tersebut.

“Pada Tahun 2020 yang lalu, harga jagung anjlok tajam. Kemendag kemana saja? Mengapa saat harga Jagung naik dan lebih baik dari tahun lalu, kebijakannya justru impor?,” ujar Dean.

Terkait harga jagung yang naik, Dean memaparkan, pada musim panen raya bulan Maret yang lalu harga panen raya cukup baik diatas harga Maret 2020 yang sangat murah. Kenaikan harga yang dimulai bulan Maret itu ditengarai Dean dikarenakan banyak aksi beli dari Peternak dan Feedmill secara langsung ke daerah-daerah sentra.

“April hingga Juli, harga terus mengalami rally naik karena iklim pada saat itu anomali,kemarau basah. Saat itu, hampir rata-rata petani tidak mau lagi jual Jagung Tongkol / Glondongan atau Pipilan Basah. Petani hanya mau jual pipilan kering karena alasan harga. Jadi, stok jagung cukup banyak di tangan petani,” jelasnya.

Dean meyakini Bulan September dan Oktober mendatang, areal panen masih ada tersebar meski tidak dalam luasan yang seperti bulan Maret  dan April, tapi ada saja panen. Dan petani masih tahan stok panennya.

“Bulan Oktober dan November, di tempat kami di Lombok akan panen seluas sekitar 4.000 Ha di dua Kecamatan yaitu Gerung dan Lembar di Lombok Barat. Di lokasi ini, pola tanam dan panennya sejak dahulu begitu karena lahan irigasi, mereka tanam jagung di musim kemarau  dan panen di musim hujan,” ujarnya.

Dean berharap pemerintah juga menambah alokasi dryer dengan kapasitas yang cukup. Ada 400 ton jagung yang ready dan sedang berjalan proses panen dan pengeringan sekitar 500 ton. Selama ini segmen pasarnya untuk peternak di Lombok dan Bali disamping  segmen jagung untuk food grade.

Terkait harga telur yang anjlok menurutnya di Jawa mungkin sedang tidak banyak yang makan ayam dan telur.

“Jadi ya jangan salahkan harga jagung, Peternak Lombok dan Bali, biasa saja tuh. Meski katanya mahal tapi mereka masih beli kok. Dan ada satu yang menjadi pertanyaan besar saya selama ini. Sesungguhnya populasi Ayam yang saat ini dipelihara atau dimiliki Peternak dan Perusahaan lain. Apakah populasi tersebut dilaporkan atau tidak?,” tukasnya.

Penolakan statemen Mendag juga disampaikan pengusaha Jagung di Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, Suwarno.

Warno juga mengaku keberatan jika kondisi jagung dikatakan tidak memiliki stok yang cukup. Pernyataan itu kata dia hanya akan menimbulkan polemik dan meresahkan petani-peternak.

Karena itu, Ia menantang agar pihak yang merasa tidak percaya untuk mendatangi langsung sentra jagung seperti yang ada di Desa Borehbangle, Mera Urak, Tuban, Jawa Timur.

Di sana, kondisi pertanaman jagung sudah memasuki usia 80 hari, yang berarti tidak lama lagi akan memasuki panen raya.

“Jagung di Tuban itu menghasilkan 1 juta ton dalam 1 tahun. Jadi sangat tidak mungkin sekali kalau dikatakan tidak ada,” katanya.

Warno menegaskan, kebijakan impor hanya akan merugikan petani Jagung, karena harga jagung pasti anjlok dan petani bisa merugi.

“Jangan asal impor lah,” ujar dia.

Seperti diketahui Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi menyampaikan stok jagung nasional habis saat melaksanakan Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (21/9) di Jakarta.

Ia mengatakan kenaikan terjadi karena memang stok jagung tidak ada.

“Masalah harga jagung, kalau kita punya sekarang 2,3 juta ton jagung, mungkin tidak harganya naik meroket seperti itu. Jadi kalau ada barangnya, sekarang kita jangan bicara jutaan, bicara 7.000 saja tidak ada untuk kebutuhan 1 bulan di Blitar,” kata Lutfi dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (21/9).

Namun, pernyataan Lutfi ini berbeda 180 derajat jika dibandingkan dengan yang disampaikan oleh Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi yang mengklaim stok jagung ada 2,3 juta ton.

Jumlah ini tersebar di Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sebanyak 722 ribu ton. Lalu, di pengepul 744 ribu ton, di agen 423 ribu ton, dan sisanya di usaha lain sampai eceran ke rumah tangga.

Sebagai informasi, harga jagung di pasaran belakangan ini melambung jadi Rp6.000 per kilogram. Itu jauh di atas harga acuan pembelian sebesar Rp4.500 per kilogram yang ditetapkan Kementerian Perdagangan. (red)