KORANNTB.com – Kasus dugaan korupsi pembangunan IGD dan ICU RSUD Lombok Utara masih terus bergulir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Sejumlah pihak telah ditetapkan tersangka, termasuk Wakil Bupati Lombok Utara (KLU), DKF.

DKF diduga terlibat korupsi proyek pembangunan IGD dan ICU dengan total Rp 5,1 miliar pada 2019. Statusnya telah menjadi tersangka.

Meskipun telah lama berstatus tersangka, namun kejaksaan sejauh ini belum melakukan penahanan.

Preseden Mahasiswa (Presma) Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), Afrizal mempertanyakan perilaku penegakan hukum di NTB yang terkesan jalan ditempat dan terjadi pembiaran. Terlebih adanya  penetapan tersangka kasus korupsi Wabup KLU, dinilai belum ada kejelasan hukum statusnya sebagai tersangka.

“Semenjak ditetapkan sebagai tersangka, kelihatannya Wabub KLU masih keluyuran tidak ditahan. Terlihat masih beraktivitas seperti biasanya, seperti bukan tersangka,” kata Presma Universitas Muhammadiyah Mataram Afrizal, Rabu, 2 Maret 2022.

Afrizal merasa ada janggal penetapan tersangka telah lama dilakukan, namun penahanan tidak kunjung dilakukan.

“Bagaimana bisa orang yang ditetapkan sebagai tersangka tidak ditahan. Anehnya lagi masih bisa beraktivitas dengan mengatasnamakan diri sebagai Wabub,” katanya.

Mempelajari perkembangan kasus ini, pihaknya berharap untuk Kepala Kejaksaan Tinggi NTB yang baru,  agar serius mengawal kasus yang sudah berjalan di tangani Kejati NTB.  Juga tidak meninggalkan kesan buruk dalam menjaga kemurnian wajah penegakkan hukum di NTB ini.

“Tentu tugas Kajati yang baru, bisa mengatensi khusus kasus yang sudah digelar sebelumnya. Baik itu kasus yang melibatkan Wabub KLU, maupun kasus lain yang sedang berjalan di NTB,” ujarnya.

Sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan ruang IGD dan ICU RSUD Rp 5,1 miliar pada tahun 2019, DKF  tidak sendirian ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik Kejati NTB juga menetapkan 4 tersangka lain.

Diantaranya,  SH, mantan Direktur RSUD Lombok Utara; HZ, selaku PPK pada RSUD Lombok Utara; MR, selaku Kuasa PT Bataraguru (rekanan); dan LFH, selaku Direktur CV. Indomulya Consultant (konsultan pengawas). (red)