KORANNTB.com – Gempa bumi yang sering terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat, sering sekali oleh netizen di media sosial dikaitkan dengan kemarahan jin penunggu Gunung Rinjani yang populer dengan nama Dewi Anjani.

Sering sekali terjadi gempa besar di Lombok sejak 2018 lalu yang menewaskan banyak orang. Rentetan gempa bumi besar di Lombok sering dikaitkan dengan kemarahan Dewi Anjani dan menuding banyak pendaki Gunung Rinjani berbuat maksiat di Gunung Rinjani.

Jika terjadi gempa besar di kemudian hari, potensi terjadinya misinformasi seperti itu dapat kembali terjadi di Lombok.

Informasi tersebut tentu saja merugikan di sektor pariwisata NTB. Lebih-lebih pariwisata di NTB menjadi progres nasional dengan adanya Mandalika yang sering menggelar event internasional. SDM pariwisata tentunya harus siap dengan konsekuensi sebagai daerah pariwisata yang ke depannya sumber pendapatan asli daerah utama dari sektor pariwisata.

Uraian BMKG

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan gempa bumi di Lombok atau di Indonesia pada umumnya menjadi risiko karena Indonesia merupakan jalur dari rangkaian gunung berapi aktif di sepanjang Samudera Pasifik atau yang dikenal dengan Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik.

“Deretan gunung api aktif yang membentang menjadi penyebab daerah-daerah di Indonesia langganan gempa besar,” katanya.

Jarak Ring of Fire sekitar 40 ribu kilometer yang melewati beberapa lempeng tektonik. Sebagian besar lempeng tektonik tersebut saling tumpang tindih atau disebut zona subduksi. Pergerakan lempeng ini yang memicu terjadinya gempa.

Bahkan Lombok bukan kali ini saja terjadi gempa bumi besar. Jauh sebelum pariwisata di Lombok populer, gempa dan tsunami sering terjadi di Lombok dan NTB umumnya. Masing-masing yaitu:

– Tsunami Tambora 10 April 1815,
– Tsunami Bima 8 November 1818 tinggi 3,5 m,
– Tsunami Bima 29 Desember 1820 tinggi 24 meter,
– Tsunami Bima 5 Maret 1836,
– Tsunami Bima 28 November 1836,
– Tsunami Labuantereng, dan
– Tsunami Lombok 25 Juli 1856.

Petugas mengevakuasi jenazah korban gempa Lombok 2018 lalu

Ini menjadi bukti bahwa tidak ada keterkaitan wisatawan di Lombok dan fenomena gempa. Darsono juga menjelaskan, gempa memiliki fase bangkit kembali ketika energi telah terkumpulkan dan diakumulasikan menjadi getaran gempa bumi.

Dia mengatakan proses terulangnya gempa besar ada dan pasti akan terjadi, karena gempa memiliki siklus. Hanya saja, tidak ada satupun alat di dunia ini yang mampu secara akurat memprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi.

Respon Pendaki

Seorang pendaki asal Lombok, Rani, mengatakan hampir tidak mungkin pendaki akan berbuat maksiat di Gunung Rinjani. Itu karena Gunung Rinjani merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia yang memiliki rintangan yang tidak mudah untuk menaklukannya.

“Boro-boro mau berbuat mesum, orang sampai ke atas (puncak) aja sudah tepar kelelahan,” katanya.

Dia mengatakan, sudah belasan kali mendaki Rinjani, di mana pada pengalamannya tidak pernah menjumpai ada pendaki yang berbuat tak senonoh di Rinjani.

“Sejauh yang saya lihat, tidak ada satupun survivor (pendaki) yang berbuat begituan (mesum) di gunung. Tidak sempat, duluan kelelahan. Aneh kalau dituduh penyebab gempa kayak dulu,” ujarnya.

Dia mengatakan memang dulunya sempat heboh penemuan kondom di Gunung Rinjani. Namun harus dipahami bahwa kondom untuk pendaki berfungsi untuk melindungi barang bawaan seperti ponsel agar tidak basah saat hujan.

“Fungsi kondom untuk pendaki itu banyak. Bisa untuk menyimpan hp atau power bank atau sekedar karet pengikat. Banyak fungsinya,” katanya.

Pandangan Ulama

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Islahuddiny Kediri, Lombok Barat, TGH Muchlis Ibrahim, mengatakan boleh-boleh saja netizen berpendapat gempa berkaitan dengan Gunung Rinjani, asal saja harus lebih memahami kondisi wilayah yang memiliki banyak lempeng sehingga menyebabkan gempa sering terjadi.

Dia meminta masyarakat tidak hanya berasumsi dari sisi gaib semata, tapi juga melihat fakta bahwa Lombok berada pada jalur Cincin Api yang memiliki banyak zona gempa atau lempeng aktif, sebut saja Lempeng Flores Back Arc Thrust di utara dan Lempeng Indo-Australia di selatan. Belum lagi zona lokal.

“Kalau dihubungkan dengan kemarahan Dewi Anjani sebagai pemegang otoritas Gunung Rinjani, bisa-bisa juga dikaitkan. Tapi yang jelas dan pasti adalah secara tinjauan agama Islam memang kondisi dunia yang telah berumur (tua) dan tentu gempa ini karena adanya aktivitas lempeng bumi,” ujarnya.

Hal senada diutarakan TGH Muammar Arafat, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Falah Kota Mataram. Dia menjelaskan, bahwa semua bencana yang terjadi termasuk gempa bumi itu datang dari Allah SWT.

Dia menjelaskan, gempa semata bukan hanya hukuman atas perbuatan manusia tapi bisa menjadi ujian, teguran dan hukuman.

“Gempa itu datang untuk menguji kita, yang kedua teguran, dan ketiga itu balasan atau hukuman dari perbuatan kita,” katanya. (red)