Penulis: Arief Rachman (Pegiat Literasi Nusa Tenggara Barat)

KORANNTB.com – Pada 12-13, Agustus 2023, saya diajak ke pantai Oi Fanda oleh kawan lama pegiat pariwisata, lingkungan ekosistem. Kami mengikuti kegiatan pelepasan tukik dan transplantasi terumbu karang di Kecamatan Wera Kabupaten Bima.

Saat sesi istrahat saya berdialog sembari melempar bahan gurauan dengan salah satu peserta kegiatan yang berasal dari Australia, ia kesal soal sarana dan prasarana infrastruktur di Indonesia yang kurang memadai, dan saya menyarankan untuk protes atau sedikit tidak juga bersuara saja di media sosial (medsos).

“Wah jangan nanti kami diserang pengguna medsos Indonesia, jumlah kalian banyak,” katanya dalam bahasa Inggris. Rupanya dia paham warganet Indonesia ‘galak’. Dia juga tahu, ketika warganet Indonesia gotong royong menyindir perdana menteri Australia Tony Abbott ini pada tahun 2015 dan menyindir Malaysia dengan tagar beberapa tahun yang lalu.

Link Banner

Tagar #KoinUntukAustralia dan #CoinForAustralia Pernah jadi trandinglantaran Tonny Abbottmengungkit bantuan tsunami Aceh 2004 dan bahkan warganet Indonesia pun pernah mengecam tindakan Malaysia curi karya pencipta lagu Ismail Marzuki hingga tranding dengan Tagar #ShameOnYouMalaysia.

Sepulangnya dari kegiatan tersebut, sesampai di Kota Bima, saya berpikir, orang Australia saja mengerti potensi kita di medsos. Karena itu, jangan sampai potensi ini tidak berkembang karena saling serang yang berlebihan; kuat menghardik satu sama lainnya pada pemilihan umum tahun 2024.

Mari kita hitung eforia Pemilu 2024. Pada tanggal 22 Agustus 2023 Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 18 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh menjadi peserta Pemilu 2024 dan ada 9.919 orang sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam daftar calon sementara (DCS), selain itu untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebanyak 674 orang, inipun belum terhitung untuk pemilihan kepala daerah dan pemilihan jabatan politik lainnya. Dengan perkiraan semua kandidat memiliki tim medsosnya masing-masing, jika dijumlahkan alangkah begitu luar biasanya pasukan yang sangat beragam tersebut.

Pasukan ini ada yang terdaftar ada juga yang tidak mau terikat sama sekali dengan tim sukses. Banyak sekali yang bisa dilakukan dengan pasukan sebesar itu. Misalkan, akhir-akhir ini 2020 yang lalu beredar petisi daring (online) penggalangan dukungan internasional untuk Papua merdeka.

Semestinya kita kompak dan serentak menyikapinya. Namun saat itu kita kurang fokus, di antaranya karena sibuk dengan hiruk pikuknya Pemilu 2024. Semoga setelah ini ada tindakan konkret pengguna medsos menyikapi aksi yang merugikan kepentingan nasional.

Jika dikelompokkan setidaknya ada tiga isu utama di medsos, yang bisa jadi ladang berbagi ilmu para alumnus akademi Pemilu. Pertama isu keamanan seperti, penipuan, pemerkosaan akibat kenalan di medsos dan kejadian internet lainnya. (Baca selanjutnya)