Ia mengatakan kendaraan tersebut saat ini masih disita untuk proses persidangan. Namun, BPKP masih ditangan orang lain atau direkan bisnis LFR, sehingga pihaknya mempertanyakan proses perpindahan BPKB yang diajukan kliennya kepada orang lain.

“Ada dua persoalan dalam kasus ini yakni kasus penggelapan mobil yang diduga dilakukan Tedy. Kemudian dugaan kasus penggelapan dokumen BPKB yang dilakukan oknum ASN di Samtsat Praya. Kalau BPKB itu diserahkan tidak akan muncul persoalan ini,” katanya.

Ditambahkan oleh kuasa hukum lainnya Munajah. Ia justru mempertanyakan dokumen BPKB bisa dipindah tangan tanpa diketahui oleh pemohon pertama.

“Ada penyalahgunaan wewenang dilakukan oknum ASN di Samsat Praya yakni mengambil BPKB milik orang yang diserahkan kepada salah satu pengusaha showroom di Mataram yang patut kami duga adalah kakak dari LFO,” tegasnya.

Munajah berharap kepada penyidik Polres Lombok Tengah untuk lebih mengantensi kasus ini. Jangan sampai ada korban lagi akibat ulah oknum ASN di Samsat Praya.

“Kami sangat memahami kendala teman-teman penyidik menangani laporan ini, tentu harus menuntaskan pesta demokrasi. Tapi, saat ini sudah tuntas, sehingga berharap diatensi,” pintanya.

Korban Juanda mengatakan, dirinya dan FR memang sama-sama menjadi korban atas tindakan terdakwa Tedy. Namun, dirinya juga sempat akan dilaporkan balik atas dugaan kasus perampasan, setelah sempat membawa mobil itu ke Polisi untuk disita atas laporan penggelapan yang dilakukan terdakwa Tedy.

“Saya yang beli mobil itu di Jawa untuk dijual di Lombok. Saya menyuruh Tedy jual mobil itu Rp180 juta, namun uang hasil penjualan saya tidak diterima. Mobil itu dijual Rp160 juta informasi,” katanya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Samsat Praya maupun Polres Lombok Tengah belum bisa dikonfirmasi terkait laporan dugaan penggelapan dokumen BPKB yang dilaporkan Juanda warga setempat.