Di tengah geliat pembangunan dan janji pengentasan kemiskinan di Nusa Tenggara Barat (NTB), kisah Rudi Hartawan menyuarakan sisi lain dari kenyataan hidup. Dulu dikenal sebagai pengusaha gorengan yang sukses, kini ia harus bertahan hidup bersama keluarganya di sebuah gubuk pinjaman, tanpa kepastian esok hari.

KORANNTB.com – Rudi, pria asal Bogor yang menikah dengan perempuan asal Labuhan Haji, Lombok Timur, pernah mencicipi manisnya hasil jerih payah. Sejak 2018, ia merintis usaha gorengan Bandung dan siomay. Awalnya, ia menitipkan dagangannya di warung-warung dan kantin sekolah. Lambat laun, usahanya berkembang hingga mampu membuka lapak sendiri di pinggir jalan.

“Dulu, sehari saya bisa dapat satu sampai dua juta rupiah. Anak-anak bisa sekolah, bahkan yang paling besar sekarang sudah kuliah semester tujuh,” kenangnya.

Namun, roda kehidupan berputar. Dua tahun terakhir menjadi masa paling kelam dalam hidupnya. Ia dan anaknya jatuh sakit, pengeluaran membengkak, dan perlahan seluruh modal usaha ludes. Rudi tak lagi mampu berjualan. Tempat tinggal pun tak lagi sanggup ia kontrak.

“Sekarang saya cuma numpang di gubuk kosong milik orang. Anak-anak saya lima orang. Yang paling kecil masih kelas 3 SD, yang besar kuliah dan sebentar lagi magang. Tapi kami sekarang hidup dari hasil istri saya kerja di sawah. Itu pun kadang hanya Rp35 ribu sehari, kalau ada yang nyuruh,” ucapnya lirih.

Lebih dari sekadar soal ekonomi, situasi ini turut mengancam pendidikan anak-anaknya. Dua anaknya baru lulus dan butuh seragam sekolah—satu ke SMP dan satu ke SMA. Sementara sang anak yang kuliah membutuhkan laptop untuk keperluan magang bulan depan.

“Kalau saya tidak bisa mulai jualan lagi, bagaimana saya bisa cari nafkah buat makan dan sekolah anak-anak? Saya sudah minta bantuan ke sana-sini, tapi belum ada yang mau menolong,” kata Rudi.

Meski terhimpit, semangat Rudi belum padam. Ia berharap ada pihak yang bersedia membantunya bangkit. Ia ingin kembali berjualan gorengan dan siomay seperti dulu, agar bisa memberi harapan bagi masa depan kelima anaknya. Dia berharap suatu hari dapat kembali menjadi pengusaha gorengan di Lombok.