Mataram – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H. Johan Rosihan, ST dengan tegas membatah telah menerima aliran dana percepatan proses percepatan perda marger PT. BPR NTB.

Menurut Johan issu itu memang sudah lama, namun jika muncul kembali dalam fakta persidangan itu hal yang wajar dan hanya ilusi mereka saja.

 

“Karena para terdakwa ini pasti tidak mau sendiri dan mencari teman. Misalkan orang yang terbawa arus sungai pasti mencari apa saja untuk berpegang agar bisa selamat dan tidak hanyut,” ungkapnya usai sidang Paripurna DPRD Provinsi NTB, Rabu, (17/10/2018).

 

Ia menjelaskan, Perda tersebut awalnya adalah usulan di DPRD karena melihat potensi BPR yang dinilai menjanjikan untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun ternyata sudah tidak bisa lagi diberi tambahan modal karena kewajiban pemerintah daerah sudah terpenuhi berdasarkan plafon dalam Perda penyertaan modal.

 

“Karena sudah ada anggaran penyusunan di Biro Ekonomi, maka Ranperda ini selanjutnya menjadi dusulan eksekutif. Kami dorong karena kita butuh perda ini,” ungkapnya.

 

Jika dalam fakta persidangan terdakwa menyebut dirinya terlibat dalam kasus tersebut adalah hal yang wajar karena saat pembahasan Perda marger PT. BPR NTB dirinya sebagai ketua Pansus (Panitia Khusu) waktu itu.

 

“Mungkin bisa difahami kalau terdakwa menyebut saya, karena saya ketua pansus waktu itu, tapi apakah saya terima uang, kan tidak bisa dia buktikan dan sampai saat ini saya tidak pernah dipanggil,” tandasnya.

 

Sebelumnya di salah satu media di NTB, terdakwa menyebutkan selain dirinya aliran dana tersebut juga mengalir ke Manggaukang Raba mewakili Pemprov NTB sebagai pemilik PT. BPR NTB dan beberapa oknum legislator DPRD NTB seperti Guntur, Johan, dan H. Muzihir.

 

Sebagaimana diketahui, setelah melalui beberapakali proses persidangan akhirnya Pengadilan Tipikor Mataram pada Jumat, 12 Oktober 2018 lalu menjatuhi vonis 2,5 tahun penjara dan denda 50 juta kepada masing-masing terdakwa Kasus merger PT BPR NTB yakni M. Ihwan selaku Ketua Tim Konsolidasi dan Mutawalli sebagai Wakil Ketua Tim Konsolidasi. Keduanya terbukti bersalah dan melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. (red)