Terjebak Dana Desa
Lalu Moh. Nazar Fajri, SE., MPA
(Dosen FIA UNW Mataram
Pendiri Lembaga Pengembangan Wilayah NTB)
Kemampuan Kepala Desa dalam mengelola dana desa perlu dipertanyakan. Kondisi teraktual saat ini adalah terjadinya peningkatan angka penyimpangan peyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa yang juga melibatkan perangkat desa.
Berdasarkan data dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) jumlah kepala desa yang terjerat kasus mulai tahun 2015 sebanyak 15 orang, tahun 2016 sebanyak 32 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 65 orang, atau jika di rata-ratakan peningkatan setiap tahunnya adalah sebesar 108%. Hal ini menunjukkan bahwa minimnya pengetahuan Kepala Desa dalam mengelola dana desa yang diamanahkan oleh pemerintah yang ditujukan untuk pemerataan pembangunan fisik dan nonfisik yang ada di tingkat desa.
Kemampuan tersebut didasarkan kepada rendahnya kemampuan kepala desa dan perangkatnya dalam menyusun perencanan keuangan yang baik, kemudian ketepatan dalam penggunaan keuangan (implementasi) sampai dengan ketepatan pertanggungjawaban. Ketiga tahap itu sejatinya membutuhkan kemampuan teknis yang mumpuni dari seluruh aparatur desa yang mana kesemuanya itu merupakan representasi dari keberadaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 71 Tentang Kebijakan Pengawasan di Lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2016. Di mana diharapkan dari hasi pengawasan itu akan mewujudkan percepatan dalam Good Governance, Clean Government dan Pelayanan Publik yang prima.
Pada tahun 2019 ini Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengucurkan dana desa yang bersumber dari APBN sebesar Rp.1,81 trilliun. Di mana besaran dana desa tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni Rp.0,983 trilliun atau meningkat sebesar 20,14%. Hal ini tentu sangat menggembirakan bagi desa-desa yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam rangka membangun desa lebih maju ke depannya. Atau hal ini menjadi buah ‘simalakama’ dalam pembangunan desa dikarenakan permasalahan pengelolaan yang masih amatiran yang dilakukan oleh oknum aparat desa yang tidak memiliki competency dan capability yang baik dalam pengelolaanya. Ibarat memberikan mobil kepada seorang yang tidak memiliki kemampuan menyetir.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam meminimalisir terjadinya penyimpangan dalam penyalahgunaan anggaran tersebut adalah dengan melakukan aktivitas pendampingan dan pembinaan bagi desa-desa yang rentan dan rawan terjadinya permasalahan tersebut, khususnya dalam perencanaan kegiatan/program agar lebih selektif melakukan penilaian yang didasarkan pada potensi dan kebutuhan utama yang ada pada desa tersebut. Selanjutnya lebih rutin dan masif melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan anggaran dengan terstruktur dan dilaksanakan secara independen tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Karena tersiar kabar bahwa adanya proses negosiasi dan intrik dari para oknum pengawas (pemerintah) yang masih bisa mengkondisikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik penggunaan anggaran di tingkat desa. Oleh karena itu diperlukan integritas dan independency dari semua lapisan dalam pengelolaan dana tersebut.
Jika semua dijalankan sesuai dengan rule dan kesungguhan maka tak mentutup kemungkinan harapan akan target pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai,
Selanjutnya dalam tata kelola yang baik (good governance) kita mengenal prinsip-prinsip dalam good governance antara lain : 1) Partisipasi Masyarakat, 2) Tegaknya Supremasi Hukum, 3) Transparansi, 4) Peduli pada Stakeholder. 5) Berorientasi pada Konsensus, 6) Kesetaraan, 7) Efektifitas dan Efisiensi, 8) Akuntabilitas, 9) Visi Strategis. Hal senada juga tertuang dalam UU No. 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme mengenai asas-asas umum pemerintahan negara yang baik. Jika hal tersbut secara serius dan sungguh-sunguh dilaksanakan oleh pemerintah sudah barang tentu akan membantu aparat desa dalam mengelola dana desa secara professional dan proporsional.
Semoga dengan mengingkatnya dana desa tidak menjadikan desa ketergantungan pada dana yang digelontorkan pemerintah pusat, sehingga menumpulkan kreaivitas dan inovasi apartur desa dalam mengembangkan potensi desa. Selanjutnya diharapkan peningkatan dana desa pada tahun ini benar-benar mampu meningkatkan produktivitas desa bukan produktivitas angka penyimpangan penyalahgunaan dana desa yang bermuara pada semakin tingginya oknum kepala desa yang terjebak kasus yang disebabkan kerakusan dan keserakahan dari sebuah jabatan.
Tinggalkan Balasan