KoranNTB.com – Kawasan Sembalun di wilayah Lombok Timur bisa dibilang surganya hortikultura. Sayur-mayur dan komoditas buah apapun jenisnya, bisa tumbuh di daerah ini.

Belakangan, Ashitaba (Angelica Keiskei Koidzumi) tanaman khas Jepang yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, juga mulai dikembangkan oleh masyarakat Sembalun.

Sayangnya, meski bisa tumbuh lebih subur dibanding di negara asalnya, Ashitaba Sembalun masih terbentur sistem pengolahan dan management pemasaran yang belum maksimal.

Ketua Badan Pengawas dan Disiplin (BPD) Partai Gerindra, H. Bambang Kristiono, yang akrab disapa HBK menilai management pemasaran dan pengolahan tanaman holtikultura Ashitaba yang dikembangkan di kawasan Sembalun, Lombok Timur, masih perlu dibenahi dan diberdayakan.

“Pohon Ashitaba di kawasan Sembalun ini, dari sisi pertumbuhan lebih cepat (dibanding) dari negara asalnya (Jepang). Jika di Jepang Ashitaba yang dikembangkan melalui Teknologi Green House baru bisa dipanen 7 bulan semenjak pembibitan, tapi di Sembalun Ashitaba bisa dipanen pada usia 3 sampai 4 bulan setelah pembibitan, ini luar biasa”, ungkap HBK, belum lama ini saat berkunjung ke lokasi penanaman pohon Ashitaba milik Haji Aidir, di Dusun Pesanggrahan, Kecamatan Sembalun, Kab. Lombok Timur.

Menurut HBK, Ashitaba dikenal sebagai tanaman obat yang memiliki beragam fungsi baik daun, getah dan akarnya yang bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomis bila dikelola dengan baik.

“Masalahnya sekarang petani Ashitaba Sembalun terbentur pada pemasaran dan harga yang kerap fluktuatif. Perlindungan terhadap hasil produksi dan pemasarannya masih lemah dan harus diperbaiki,” ungkap HBK.

HBK melihat hal ini akibat pemasaran Ashitaba Sembalun yang tidak dilakukan dengan profesional, produksi Ashitaba Sembalun telah jatuh kepada segelintir orang (tengkulak) yang hanya memikirkan untung besar bagi dirinya sendiri.

Petani Sembalun tidak memiliki akses, networking atau jaringan pasar yang langsung ke end user (pengguna). Mereka belum memiliki kemampuan untuk menembus pasar yang lebih luas.

Ia menilai, keterbatasan jaringan pemasaran para petani Ashitaba Sembalun, membuat harga Ashitaba Sembalun tidak stabil, kemudian tidak semua hasil panennya pun bisa terserap pasar.

Untuk itu, HBK berjanji akan mendatangkan rekan bisnisnya yang berasal dari Taiwan yang bergerak di bidang produk Ginseng dan turunannya untuk datang ke Sembalun. Tujuannya untuk menawarkan kemungkinan prospek bisnis tanaman holtikultura ini, untuk dikembangkan kedepannya.

“Sembalun itu ibarat taman sari holtikultura di Pulau Lombok, yang bisa ditanami apa saja karena tanahnya yang begitu subur juga pemandangan alamnya yang sangat indah,” ujar HBK.

Menurutnya, produksi Ashitaba Sembalun tentu akan memberi dampak ekonomis luar biasa jika bisa berhasil menembus pasar ekspor.

Secara terpisah, Ketua PAC Partai Gerindra Kecamatan Sembalun, Haji Egi memaparkan, sejarah awal mula tanaman Ashitaba ditanam di Sembalun, yakni sekitar tahun 1996/1997 yang dibawa oleh wisatawan asal Jepang.

Karena pertumbuhannya yang cepat di Sembalun, kemudian warga Sembalun berbondong-bondong menanam Ashitaba di setiap pekarangan rumah ataupun kebunnya.

“Saat itu terjadi booming panen Ashitaba karena hasil panenan Ashitaba Sembalun menghasilkan panen yang cepat,” katanya.

Hanya saja, karena over produksi dan sistem pemasaran yang tidak maksimal, kemudian petani banyak yang mengalami kerugian.

Kini Ashitaba masih ditanam oleh para petani Sembalun, sebab usia Ashitaba yang bisa mencapai 15 tahunan.

Menurut Haji Aidir, harga getah Ashitaba cukup bagus menembus harga Rp700 ribu per-kilogramnya pada saat ini. Ia menjelaskan, produksi Ashitaba setiap 1 hektare lahan tanam bisa menghasilkan sepuluh ton daun Ashitaba basah, atau sekitar satu ton jika dikonversi menjadi Ashitaba kering.

“Adapun harga daun kering Ashitaba per kwintalnya mencapai Rp. 500 ribuan. Pendek kata, Ashitaba ini adalah tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dengan usia panen yang relatif singkat,” sambungnya.

Namun, karena pasar yang sangat terbatas, sehingga tidak semua petani bisa menikmati hasil panennya karena tidak terserap pasar.

Haji Aidir menambahkan, saat ini hampir seluruh warga Sembalun menanam Ashitaba, tapi terbentur pada pemasaran. Kalaupun ada yang beli, tidak lagi bisa membeli seluruh tanaman yang ditanam warga desa.

“Akibatnya kebanyakan warga Sembalun hanya untuk konsumsi sendiri untuk pohon Ashitaba yang ditanamnya,” katanya.

Haji Aidir berharap agar HBK kelak setelah menjadi anggota DPR RI mewakili masyarakat Lombok, bisa membantu petani Sembalun agar lebih sejahtera dan berdaya lewat tanaman pertanian yang digeluti.

“Di Sembalun ini semua jenis tanaman hoktikultura bisa tumbuh subur seperti seledri, sawi, kentang atau strowberry tapi saat panen harganya justru anjlok dan merugikan petani’, kata Haji Egi.

Lanjut: Khasiat Tanaman Ashitaba