KoranNTB.com – Susu kental manis (SKM) dinilai berbahaya bagi anak di bawah umur 12 tahun. Itu karena kandungan susu pada SKM sangat rendah.

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, mengatakan kandungan susu pada SKM hanya satu persen. Sisanya justru memiliki kandungan gula dan karamel.

Dia menjelaskan, dari satu abad belakangan, masyarakat sudah direcoki SKM adalah susu dari iklan di televisi. Padahal dalam penelitian, justru SKM lebih banyak mengandung gula.

“Dari satu abad lalu kita sudah direcoki itu adalah susu,” ujarnya saat memberikan penyuluhan kesehatan di Universitas Muhammadiyah Mataram, Rabu, 26 Juni 2019.

Pemerintah melalui Balai Pengawas Obat dan Makanan telah memberikan empat larangan terhadap iklan SKM. Larangan tersebut yakni iklan atau produk dilarang menampilkan anak usia di bawah lima tahun, dilarang menggunakan visualisasi SKM setara susu lain atau pelengkap zat gizi, dilarang gunakan visualisasi susu dalam gelas yang diseduh dan iklan dilarang ditayangkan pada jam acara anak-anak.

Arif mengatakan, SKM sangat berbahaya jika dikonsumsi dengan cara diseduh, karena kadar gula sangat banyak dan melebihi batas konsumsi gula harian.

“Kami meneliti di Kendari dan di Batam. Di Banten kami temukan salah satu penyebabnya adalah SKM, dia gizi buruk,” ungkapnya.

Dia mengatakan, meskipun dikeluarkan larangan namun pihak SKM justru mengiklankan produk mereka langsung ke masyarakat.

“Mereka mempromosi langsung ke lapangan, mereka datangi sekolah, kumpulan komunitas, berdayakan vloger, jadi tetap bermain di arena susu,” paparnya.

Selain menyebabkan gizi buruk, mengkonsumsi SKM pada anak juga dinilai menyebabkan diabetes. Namun meskipun memiliki bahaya, SKM dapat dijumpai di supermarket yang justru ditaruh pada rak khusus susu.

SKM diketahui hanya pelengkap makanan, bukan merupakan susu. Sehingga sangat berbahaya jika masyarakat luas meyakini SKM adalah susu.

“SKM diasumsikan sebagai susu berasal dari iklan televisi. Temuan kami mereka meyakinkan SKM sebagai susu justru dari perawat di desa,” paparnya.

Di luar negeri katanya, tidak ada lagi yang mengkonsumsi SKM. Karena mereka menyadari jika mengkonsumsi rutin akan mengancam keselamatan generasi masa depan.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan NTB, Nurhandini Eka Dewi, mengatakan mengkonsumsi SKM akan berisiko dari sisi gizi.

“Kalau dari sisi gizi cukup berisiko, karena asupan gizi tidak mencukupi,” ucapnya. (red)