KoranNTB.com – Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah, membuat Peraturan Gubernur (Pergub) yang memberi kesempatan pengusaha jasa konstruksi lokal ikut dalam proyek-proyek APBD lingkup provinsi.

Pergub nomor 20 tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia Lingkup Pemerintah
Provinsi NTB, mengharuskan pengusaha luar NTB untuk mengikutsertakan pengusaha lokal dalam proyek yang didanai APBD.

Sebelumnya, banyak proyek yang dikerjakan pengusaha luar di NTB, justru tidak melibatkan penguasa lokal. Sehingga terjadi ketimpangan.

Sejumlah pengusaha konstruksi NTB dari berbagai organisasi mengapresiasi Pergub tersebut.

“Ya kami mengapresiasi kebijakan Gubernur yang telah menerbitkan Pergub ini. Kita juga bangga bahwa ini merupakan pertama kali di Indonesia,” kata Wakil Ketua I Bidang Organisasi, Kelembagaan, dan Keanggota, Gapensi NTB, Eddy Sophiaan, Kamis, 18 Juli 2019, di Mataram.

Eddy memaparkan, Pergub ini menunjukan keberpihakan Gubernur Zul atas nasib pengusaha lokal di NTB.

Apalagi, tambah dia, hampir 90 persen dari sekitar 3000 pengusaha konstruksi lokal NTB tergolong sebagai pengusaha kecil.

“Pergub ini menjadi pedoman bahwa pengusaha luar NTB yang ikut tender proyek-proyek APBD lingkup Provinsi, wajib menggandeng pengusaha lokal sebagai mitra pendukung,” katanya.

Menurut Eddy, selama ini hal tersebut jarang sekali terjadi. Para pengusaha luar NTB yang ikut tender dan mengerjakan proyek APBD NTB selama ini berjalan sendiri, tanpa melibatkan pengusaha lokal.

Eddy menambahkan, dalam Pergub juga diatur bahwa perusahaan luar NTB harus memiliki NPWP perusahaan cabang di NTB, sehingga benefit pajak dari proyek yang didapatkan bisa masuk menjadi pendapatan daerah di NTB.

“Kalau dulu kan mereka kerja di NTB, dapat untung, tapi pajaknya tidak masuk ke NTB. Nah Pergub ini mengatur agar pajak bisa dinikmati juga di NTB,” tukasnya.

Dengan menandatangani Pergub tersebut, dinilai menjadi perlindungan bagi masyarakat jasa konstruksi lokal, maka Gubernur Zul menjadi gubernur pertama di Indonesia yang mengeksekusi kebijakan turunan Permen PUPR nomor 7 tahun 2019 dan
Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.

Eddy menjelaskan, dengan Pergub ini maka ada ruang bagi pelaku jasa konstruksi NTB meningkatkan kapasitasnya melalui kerjasama dengan pelaku jasa konstruksi luar daerah.

“Pemprov NTB secara langsung mendukung kearifan lokal, sesuai undang-undang  nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Ini yang sangat kami apresiasi,” tukas Eddy.

Ia berharap para pengusaha konstruksi di NTB dan asosiasi terkait bisa memanfaatkan peluang yang disiapkan pemerintah daerah ini dengan mempersiapkan diri sebaik baiknya.

Selain itu, untuk memastikan kontrol terhadap aturan ini harus dibentuk Komite Pemantau terdiri dari unsur assosiasi pengusaha, LPJK dan pemerintah.

Masyarakat jasa konstruksi yang tergabung dalam koordinasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi NTB sangat mengapresiasi Pergub ini. Apalagi hal ini sudah sejak lama diminta agar pemerintah daerah menerbitkan payung hukum untuk melindungi masyarakat jasa konstruksi di NTB.

Ketua LPJK Provinsi NTB, Siti Nurul Hijah, mengatakan, tujuan Pergub ini adalah agar proyek proyek dengan sumber anggaran daerah yang dikerjakan oleh kontraktor dan konsultan luar daerah diharapkan menggandeng masyarakat jasa konstruksi yang ada di NTB untuk transfer knowledge.

Dipaparkan, dalam Pergub tersebut diatur tentang beberapa ketentuan teknis. Misalnya, untuk paket jasa konsultansi, konstruksi, nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sampai dengan Rp1 miliar disyaratkan hanya untuk penyedia jasa konsultansi konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil.

Nilai HPS di atas Rp1 miliar sampai Rp2,5 miliar disyaratkan hanya untuk perusahaan kualifikasi menengah. Nilai HPS di atas Rp2,5 miliar disyaratkan untuk perusahaan kualifikasi besar. Sementara untuk paket pekerjaan konstruksi, nilai HPS sampai dengan Rp10 miliar disyaratkan hanya untuk perusahaan kualifikasi usaha kecil.

Nilai HPS di atas Rp10 miliar Rp100 miliar, disyaratkan untuk usaha kualifikasi menengah. Sementara nilai HPS di atas Rp100 miliar disyaratkan untuk penyedia jasa pekerjaan konstruksi dengan kualifikasi usaha besar.

Sementara kewajiban KSO (Kerjasama Operasional) dan Subkontrak diatur bahwa perusahaan luar daerah Provinsi NTB yang mengikuti tender dengan risiko kecil sampai dengan sedang, berteknologi
sederhana sampai dengan madya dengan klasifikasi menengah wajib melakukan KSO dengan perusahaan jasa konstruksi NTB.

Bagian pekerjaan untuk jasa konstruksi dapat disubkontrakkan adalah, pekerjaan dengan pagu anggaran di atas Rp25 miliar sampai Rp100 miliar, wajib mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utama kepada penyedia jasa spesialis (apabila telah tersedia penyedia jasa spesialis).

Dan, sebagian pekerjaan yang bukan pekerjaan utama kepada sub penyedia jasa usaha kecil. Paket pekerjaan dengan nilai pagu anggaran di atas Rp100 miliar, wajib mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utama kepada penyedia jasa spesialis.

“Kami menyampaikan syukur dan terimakasih, pemerintah daerah NTB telah mendukung dan menjawab harapan para pelaku jasa konstruksi di NTB,” kata Nurul Hijah.

Nurul menekankan, para OPD di lingkup Pemprov NTB juga harus konsisten menjalankan aturan yang telah ditetapkan Gubernur NTB, melalui Pergub ini. (red)