KORANNTB.com – Dibanding petahana Ketua DPD Golkar NTB HM Suhaili FT, peluang H Ahyar Abduh dinilai lebih besar untuk terpilih menjadi Ketua DPD Golkar NTB dalam Musda Golkar NTB 2020. Hal ini mengacu beberapa hal temasuk tradisi Golkar yang sangat jarang ada Ketua DPD yang menjabat untuk dua periode.

Pengamat Politik UIN Mataram, Ihsan Hamid, MA.Pol mengatakan, jika mengacu pada sejarah panjang Golkar di NTB selama ini, belum pernah ada Ketua DPD Golkar NTB dua periode. Sebab, dalam tradisi Golkar hal itu dilakukan sebagai bentuk penguatan kaderisasi, atau konsolidasi dalam melahirkan kader-kader berkualitas dan militan.

“Sehingga sebagai sebuah partai besar Golkar tetap solid dan kokoh untuk agenda-agenda politik ke depan. Di situ (Musda) ada penyegaran pengurus, untuk mencari figur Ketua yang baru,” katanya.

Musda Golkar NTB kali ini dipastikan menjadi pertarungan petahana yang juga Bupati Lombok Tengah, HM Suhaili FT dan Waikota Mataram H Ahyar Abduh. JIka mengacu pada tradisi dan sejarah panjang Golkar NTB, maka kans Ahyar Abduh lebih besar karena belum pernah menjabat Ketua DPD Golkar NTB, dibanding Suhaili yang sudah menjabat lima tahun terakhir.

Menurut Ihsan, dalam Musda Golkar NTB tahun ini, partai berlambang beringin ini juga tetap akan mengutamakan kader partai sendiri, dan sangat keci kemungkinan untuk orang luar parttai yang bukan kader bisa masuk.

“Karena memang Golkar partai besar yang punya banyak stok kader berkualitas dan militan,” jelasnya.

Ihsan yang juga Direktur Eksekutif Forum Dialektika NTB mengatakan, kabar tentang munculnya calon alternatif yakni Bupati Lombok Barat H Fauzan Khalid yang juga berminat masuk arena pertarungan Musda Golkar NTB, akan sangat berat.

Apalagi dalam tradisi dan ketentuan internal Golkar, seorang bisa dicalonkan atau mencalonkan diri menjadi Ketua DPD harus sudah  menjadi kader dalam waktu tertentu dan menjadi pengurus.

“Tidak bisa ujug-ujug langsung mencalonkan diri. Kalau pun ada yang mengklaim kader luar Golkar dan dapat restu dari Ketum Golkar saya pikir masih premateur. Karena untuk mendapatkan diskresi dari Ketum Golkar itu harus sudah menjadi kader dan pengurus sebelumnya,” tukasnya.

Dari hal tersebut, Ihsan menandaskan sudah jelas nampak sulit kader luar masuk, dan kans head to head merebut Ketua Golkar NTB masih menguat antara Ahyar dan Suhaili.

Lebih jauh Ihsan memaparkan, dalam arahan DPP Golkar bahwa  Musda tidak hanya sebagai forum memilih Ketua dan Pengurus. Tapi yang tak kalah penting Musda adalah momen konsolidasi partai dan evaluasi lima  tahunan terhadap prestasi kepengurusan. Baik dalam Pilgub, Pilpres, dan Pileg.

“Disitu ada hitungan politik yang harus dilaporkan.Jika ada prestasi yang menurun atau tidak tercapai maka harus dievaluasi,” ujarnya.

Ia mencontohkan, dalam Pileg di NTB lalu, di sepuluh daerah Kabupaten/Kota di NTB, Golkar kalah dan terjadi penurunan perolehan suara. Kecuali hanya bisa bertahan di Kota Mataram, Kota BIma dan Kabupaten Bima. Hal ini tentu akan menjadi contoh evaluasi yang harus dipertimbangkan objektif oleh pemilik suara dalam Musda Golkar NTB nantinya, jika Golkar tetap akan berupaya semakin baik ke depan.

“Sehingga, para pemilik hak suara menurut hemat saya harus benar-benar menentukan pilihannya kepada figur yang memiliki kemampuan untuk mengkonsolidasikan berbagai komponen kekuatan yang ada dalam partai,” katanya.

Menurut dia, Ketua Golkar NTB haruslah tokoh yang mampu menjelaskan dan melaksanakan visi misi dan program partai, yang dapat membawa kejayaan partai ke depan. Terutama dalam agenda terdekat yakni pemenangan Pilkada serentak tahap 2 di akhir tahun ini.

Terkait mundurnya Musda Golkar NTB belakangan ini, Ihsan menilai hal itu bisa terjadi karena melihat ketentuan bahwa pada saat pelaksanaan Musda harus dihadiri unsur DPP, karena mereka punya hak suara. Sehingga waktu pelaksanaan Musda masih mungkin diundur kembali atau berubah jika dari perwakilan DPP tidak ada yang bisa hadir.

“Soal waktu masih bisa tentatif, karena pertimbangan itu. Sehingga mundurnya waktu Musda yang sedianya tanggal 22 kemarin, diduga kuat karena belum adanya perwakilan DPP yang diperintah untuk hadir ke NTB. Ini bisa karena kehendak DPP dengan DPD berbeda,” katanya.

Menurut dia, hal ini bisa saja berlanjut dan bisa berujung pada penunjukan Plt Ketua Golkar NTB jika hingga batas akhir masa jabatan Ketua saat ini belum digelar Musda.

“Jadi kondisi ini menjadi konfirmasi nyata jika faksionalisasi kelompok elit semakin menguat melalui lobi-lobi ke pusat dan dari sini juga bisa kita baca bahwa kehendak DPP terlihat cukup jelas arahnya. Tapi dengan kedewasaan Golkar dalam berpolitik ini menjadi hal biasa yang sudah dipertimbangkan dengan matang untk membuat jalan keluar terbaiknya. Sehingga Golkar akan tetap solid dan kuat dalam agenda pemenangan Pilkada ke depan,” ujar Ihsan.

Ahyar Dinilai Figur yang Tepat

Sementara itu, Anggota Dewan Penasehat (Wanhat) DPD I Partai Golkar NTB, H. Djamani mengatakan, Walikota Mataram H Ahyar Abduh dinilai kader tepat dan sangat layak untuk terpilih dalam Musda  Golkar NTB dan memimpin DPD Partai Golkar NTB lima tahun ke depan.

“Rekam jejak, militansi dan keberhasilan dalam mempertahankan basis dukungan dan kemenangan Golkar di kota Mataram. Itu menjadi bukti bagi para kader dan DPD se NTB, bahwa loyalitas dan prestasi serta kesetiaan terhadap partai adalah hal yang utama,” ujar H Djamani.

Ia menegaskan, untuk Musda kali ini Ahyar Abduh adalah kader tepat untuk memimpin Golkar NTB.

Mantan Anggota DPRD NTB empat periode tersebut mengaku dirinya sangat mengetahui dan mengenal betul sepak terjang, rekam jejak dan kiprah Ahyar Abduh sejak muda.

Menurutnya, Ahyar adalah sosok kader punya militansi, komitmen dan konsistensi ke Golkar-an tidak perlu diragukan lagi. Tangan dingin Ahyar, pengalaman dan komitmennya, diharapkan penguatan kelembagaan kepartaian, mengembangkan dan memperkuat basis dukungan partai Golkar di NTB bisa dilakukan terencana, terpadu, terarah dan sistematis.

Djamani menjelaskan, partai Golkar punya banyak kader, yang tersebar di berbagai lini, profesi dan kelompok masyarakat. Tetapi persoalannya, kepemimpinan Partai Golkar di NTB saat ini belum mampu mendayagunakan dan optimalkan peran dan eksistensi kader tersebut. Termasuk kader di legislatif maupun eksekutif di NTB. Hal ini kemudian berimbas kepada penurunan raihan suara partai Golkar di NTB sangat signifikan.

“Pemimpin Golkar di NTB saat ini, seperti gamang dalam mengelola dan mendayagunakan semua potensi dimiliki partai. Tidak ada rencana, tujuan dan tata kelola kepartaian jelas,” ungkap politisi senior Partai Golkar NTB tersebut.

Oleh karenanya, ia mengatakan, jika tidak ada upaya penyegaran dan regenerasi kepemimpinan di tubuh partai Golkar di NTB, dikhawatirkan partai beringin tua ini berpotensi akan terus mengalami penurunan raihan suara. Dampak lebih parah Golkar di NTB terancam jadi parpol menengah bahkan jadi parpol gurem.

“Sosok Ahyar Abduh bisa jadi jawaban terkait kader tepat, punya kompetensi, semangat militansi dan kapasitas dalam menakhodai Golkar NTB. DPP Partai Golkar pun pasti sudah punya pertimbangan dan telaah tersendiri. Sehingga lebih memilih dan menghendaki Ahyar Abduh sebagai nakhoda perahu Golkar NTB,” tegasnya.

Ia menambahkan, Ahyar Abduh sangat bisa diandalkan dan diharapkan, untuk bisa mengembalikan kebesaran, kejayaan dan kemenangan Partai Golkar di NTB. Itu sudah dibuktikan kemenangan Golkar di Kota Mataram.

“Sebagai kader yang dilahirkan, dibesarkan, berproses dan berdinamika di partai Golkar, Ahyar tentu sangat mengetahui dan memahami apa kebutuhan dan keinginan kader beringin di NTB,” tukasnya.

Kepemimpinan Ahyar di Golkar NTB, diharapkan bisa menyatukan, mensolidkan, dan memperkuat soliditas kader beringin tua di NTB. Serta ada pengembangan partai lebih terarah, terencana dan terukur.

“Dengan begitu, Partai Golkar di NTB bisa menjawab dan mampu memenangkan berbagai agenda politik di NTB. Baik agenda politik nasional maupun daerah. Itu yang harus bisa dilakukan Ketua Golkar NTB nantinya,” katanya. (red)