Oleh: Harmoko (Kader KAMMI)

Bukan lautan hanya kolam susu kail dan jala cukup menghidupimu tiada badai, tiada topan kau temui ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga tongkat kayu dan batu jadi tanaman. (Yok Koeswoyo).

KORANNTB.com – Sebagai pewaris sah bangsa dan tanah Indonesia ini, sangat miris ketika ada oknum yang ingin menjual harta warisan dari para pendiri bangsa Indonesia. Mereka bersusah payah menjaga dan merawat tanah Indonesia untuk dinikmati oleh anak cucu mereka kelak di kemudian hari. Para pendiri bangsa Indonesia sadar betul bahwa dengan menjaga dan merawat tanah air Indonesia. Secara tidak langsung mereka telah memikirkan nasib kita 70 tahun yang lalu. Lantas apa balasan dari anak cucuknya?

Lihat saja apa yang telah terjadi hari ini di negeri yang kita cintai bersama ini. 75 tahun sudah usia bangsa Indonesia, usia yang tidak muda lagi dalam penyebutan usia. Usia 75 tahun adalah usia kematangan kalau untuk manusia tapi bangsa Indonesia masih saja seperti berusia 7 tahun.

Bangsa lain sudah berlari, Indonesia masih saja berjalan, santai lagi. Apa yang bisa diharapkan kepada orang yang berjalan, padahal dalam perlombaan lari marathon kunci untuk menjadi juara satu adalah dengan berlari agar cepat sampai finish. Itu tujuan dalam perlombaan. Negara Indonesia tidak sadar atau bahkan sengaja tidak sadar bahwa setiap negara sedang berlomba dalam berbagai sector kehidupan. Mulai dari ekonomi, militer dan teknologi. Masing-masing negara sedang berlomba siapa yang lebih kuat ekonomi, militer dan teknologi dan masih banyak yang lainnya. Negara lain sudah berbicara tentang teknologi jaringan 5G di Indonesia, jangankan 5G yang 4G saja belum merata di seluruh pelosok negiri saat ini.

Apa yang bisa diharapkan dengan kondisi Indonesia yang serba kekurangan seperti saat ini. Air harus beli, rumah harus di bayar pada hal kita anak Indonesia ini adalah pewaris yang sah negeri ini bukan orang lain. Lapangan pekerjaan semakin susah, pada 2020 bapennas memperkirakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menyentuh 8,1 hingga 9,2% melompat dari posisi 2019 yang berkisar 5,28%. Di khawatirkan pada 2021 pengangguran akan mencapai 10,7-12,7 juta orang.

Jadi kami berharap bisa dikembalikan setidaknya mendekati sebelum pandemi. (Kepala Bapennas, Suharso Monoarfa). Kementerian ketenagakerjaan (kemnaker) mencatat jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan akibat virus corona tembus 3,06 juta orang. (Kemnaker,2020).

Di tengah pandemic seperti saat ini seharusnya pemerintah membuat terobosan baru bukan kehidupan baru. Berbagai program telah di luncurkan oleh pemerintah, sebut saja. Program kartu prakerja, bantuan langsung tunai, dan bantuan social tunai dan masih banyak lagi program bantuan yang lain. Tujuan utama dari pemerintah tersebut adalah untuk memberikan keringanan atau subsidi kepada masyarakat yang ekonomi menengah ke bawah.

Meminjam kalimat dari Rijalul Imam, memberikan berbagai subsidi kepada rakyat secara tidak langsung pemerintah mengajarkan perilaku tidak mandiri kepada masyarakat.
Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi besar-besaran terhadap berbagai program yang telah dibuatkan tersebut, apakah program kartu prakerja sudah tepat sasaran atau belum, begitu juga dengan program lain. Jangan hanya bisa membuat program kemudian lepas begitu saja. Inilah yang membuka salah satu ruang korupsi di Indonesia semakin bertumbuh subur.

Pemerintah bukan melakukan evaluasi  malah membuat lagi program yang lebih besar dan mengundang banyak keresahan dari seluruh elemen masyarakat bawah. 8 oktober 2020 para buruh, petani dan pemuda turun ke jalan melakukan aksi demostrasi, menuntut dibatalkan UU Cipta Kerja yang telah di sahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pada 5 oktober 2020. Rakyat menuntut untuk dibatalkan  atau mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja tersebut.

Penolakan datang dari berbagai pihak, mulai dari organisasi keagamaan, akademisi, agamawan dan para mahasiswa. Sebut saja dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama telah mengirim kajian para ahli terkait dengan Omnibus Law tersebut dan dua ormas tersebut di dalam kajian sepakat menolak atas kehadiran UU Cipta Kerja tersebut.

Bukankah sudah cukup penolakan datang dari dua ormas tersebut merepresentatif dari lapisan masyarakat Indonesia. Terus suara siapa lagi yang kalian dengarkan (Pemerintah) tapi semua itu hanya tinggal kenangan saja. Semua harapan telah hilang atas Omnibus Law karena pada hari Senin, 02 November 2020 telah di tanda tanggani atau disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo menjadi Undang-undang  Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020.

Sebenarnya UU Cipta Kerja untuk siapa, apakah untuk rakyat Indonesia sebagai pribumi atau para pemodal yang ingin menjual seluruh asset tanah air Indonesia. Padahal dalam UUD 1945 mengatakan bahwa negara Indonesia wajib hukumnya untuk melindungi segenap tumpah darah rakyat Indonesia bukan malah menjual seluruh kekayaan alam milik Indonesia. Pada hal air, tanah dan apapun kekayaan alam Indonesia di pergunakan untuk keberlangsungan hidup dan kehidupan rakyat Indonesia bukan hanya pemilik modal saja.