KORANNTB.com – Pada April 1815 merupakan awal bencana global terjadi di bumi. Tahun itu terjadi letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Namun meskipun letusan berada di Indonesia, abu dan debu letusan tersebar di penjuru dunia dan mengakibatkan perubahan iklim yang drastis.

Setahun kemudian pada 1816, Eropa menjadi gelap pada musim panas. Akibat letusan Gunung Tambora memicu anomali. Salju turun di musim panas. Hujan deras melanda Eropa dan menghancurkan tanaman. Kelaparan terjadi di mana-mana. Lebih mengerikan, kematian terparah akibat kelaparan dibandingkan perang pada masa itu.

DW dan Narasi tv mengulas sejarah lagu Malam Kudus yang berkaitan dengan bencana alam letusan Tambora. Lagu tersebut memiliki sejarah tentang dampak dari letusan Gunung Tambora yang mengakibatkan Eropa dilanda imbas bencana.

Lagu “Silent Night, Holy Night” dengan judul asli Stille Nacht, Heilige Nacht, berasal dari sajak yang dibuat oleh pastur Austria Joseph Mohr. Ia ditugaskan memimpin jamaat kecil di Oberndorf, sebuah kota di negara bagian Austria.

Sajak tersebut ditulis dengan suasana yang begitu pedih. Di tengah penderitaan dan bencana.

Lagu dari sajak tersebut berkumandang di Oberndorf dengan dinyanyikan oleh Joseph Mohr dan Franz Xaver Gruber, diiringi dengan gitar oleh Joseph Mohr.

Berselang beberapa lama, Joseph Mohr dipindahkan dari Oberndorf. Seorang pembuat orgel di Oberndorf menemukan teks notasi yang ditulis oleh Joseph Mohr dan dinyanyikan oleh Franz Xaver Gruber. Kemudian notasi itu dibawa ke kampungnya di Zillertal.

Dari sana kelompok paduan suara menyanyikan lagu tersebut sesuai dengan notasi yang ditemukan.

Namun, di balik sejarah lagu tersebut tersimpan cerita kelam tentang bencana akibat letusan maha dahsyat Gunung Tambora.

Malam kudus, sunyi senyap
bintang-Mu gemerlap
Jurus’lamat manusia
ada datang di dunia

Letusan Tambora juga menjadi penyebab kekalahan Napoleon Bonaparte dalam perang Waterloo.

Dalam novel Les Miserables ditulis suasana saat perang Waterloo, di mana langit berawan di luar musim yang seakan menggambarkan keruntuhan dunia.

Pertempuran tersebut terjadi pada 18 Juni 1815. Tentara Prancis yang dipimpin Napoleon Bonaparte kesulitan menghadapi hujan lebat dengan lumpur yang begitu tebal. Itu berselang dua bulan setelah letusan Tambora. (red)

Foto: Ilustrasi Natal [shutterstock]