KORANNTB.com – Sangatlah besar resikonya bila ada warga yang mau berangkat menjadi Pekerja Migran Indonosia (PMI) ke berbagai negara penempatan di luar negeri melalui  “jalan gelap” atau ilegal.

Sebab status sebagai PMI ilegal tersebut, bukan hanya rawan mendapat kekerasan fisik dan siksaan mental; gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak; pemutusan kerja sepihak; hingga jam kerja yang melebihi batas. Melainkan juga tidak menutup kemungkinan terjebak dalam sindikat kejahatan tindak pidana penjualan orang (TPPO) bahkan nyawa taruhannya.

“Tidak sedikit kasus menyedihkan yang telah menimpa pekerja migran asal NTB. Hampir semua dari kasus tersebut, merupakan korban dari cara pemberangkatan secara non prosedural, tanpa mengikuti prosedur dan syarat-syarat ditetapkan pemerintah,” kata Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Gde Putu Aryadi.

Itu disampaikan Aryadi saat membuka sosialisasi pencegahan PMI non prosedural bersama BP2MI Mataram, Disnakertrans Kabupaten Lombok Tengah, Babinsa, Babinkamtibmas serta aparat desa setempat yang diinisiasi oleh UPT. BP2MI Mataram di Desa Lajut, Kecamatan Praya, Lombok Tengah, Senin, 7 Juni 2021.

Di hadapan warga Desa Lajut, Aryadi mengimbau masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri agar mengikuti prosedur yang ditentukan, sehingga terhindar dari masalah.

Ia menegaskan bahwa beberapa waktu yang lalu, Gubernur NTB,  Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Rohmi bersama para Bupati/Walikota se-NTB, telah membulatkan tekad untuk menjamin warganya yang ingin bekerja di luar negeri agar bebas dari masalah.

Karena itu, telah ditandatangani komitmen bersama dalam bentuk memorandum of understanding (MoU) dengan Pemda Kabupaten/Kota terkait “Zero Unprosedural Pekerja Migran Indonesia (PMI)” yang harus dimulai desa/kelurahan.

Kesepakatan tersebut dibuat, karena Gubernur tidak ingin di masa yang akan datang ada lagi PMI asal NTB yang justru ditimpa kasus menyedihkan di negeri orang. Dalam berbagai kesempatan, Gubernur telah mengingatkan, agar jangan lagi ada CPMI asal NTB berangkat unprosedural, karena resikonya sangat Berat.

Apalagi pada tahun 2021 ini sebanyak 14 ribu PMI yang sudah dipulangkan, 4 ribu di antaranya merupakan PMI unprosedral.

“Cukuplah kasus kasus PMI di masa lalu, kita jadikan pelajaran pahit untuk tidak terulang lagi dimasa depan,” imbaunya.

Aryadi menegaskan jangan sampai ada masyarakat kita yang tergiur dengan janji-janji calo/oknum, sehingga mau berangkat melalui “jalan gelap” atau jalur yang unprosedural.

Oleh karena itu kami dari Pemprov NTB berkoordinasi dengan BP2MI, pihak kepolisian, bahwa pekerja migran yang berangkat harus dipastikan betul sudah memenuhi syarat dan prosesnya benar.

Ia menyebut kelemahan selama ini, karena informasi tentang job order di negara tujuan penempatan belum tersedia dan terpublikasi secara masif. Padahal pemerintah melalui kementrian Tenaga Kerja telah mengeluarkan data dan informasi mengenai negara tujuan penempatan, berikut job order atau lowongan kerja yang dibutuhkan serta perusahaan (P3MI) yang telah mendapat surat ijin perekrutan (SIP).

Informasi itu harus mudah diakses masyarakat, bila perlu ada di kantor desa, Disnaker Kab/ Kota sehingga masyarakat  yang ingin berangkat, harus betul-betul tahu dan tidak tertipu calo/oknum.

Aryadi menambahkan, banyak PMI yang berangkat secara legal dan setelah pulang, kini sudah banyak yang berhasil menjadi wirausaha yang sukses.

Mereka yang pulang dari luar negeri mempunyai tiga modal yaitu modal kerja, pengalaman kerja dan yang terakhir semangat/ etos kerja yang tinggi. Ini yang menjadi modal utama untuk menjadi wirausaha yang sukses, tambah aryadi. Itulah yang perlu dijadikan inspirasi bagi semua.

Kepala UPT. BP2MI Mataram Abri Danar Prabawa, menjelaskan kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat secara luas mengenai prosedur menjadi buruh migran yang legal, mengingat Provinsi NTB menjadi salah satu daerah pengirim buruh migran terbanyak di indonesia.

Buruh migran yang legal menjadi perlindungan awal bagi warga negara, dan apabila terjadi sesuatu di negara penempatan akan menjadi tanggungjawab penuh pemerintah. (red)