KORANNTB.com – ESPE Sydicate kembali menggelar dialog interaktif secara daring. Kali ini membedah situasi penanganan Covid-19 di NTB dan bagaimana ketahanan ekonomi Bumi Gora. Diskusi tersebut digelar Kamis (22/7/2021) sore dan berlansung hingga petang. Di tengah situasi pandemi yang belum pasti kapan akan berakhir, belanja pemerintah rupanya kini menjadi harapan satu-satunya untuk menjaga ekonomi daerah tetap berdenyut.

Diskusi menghadirkan sejumlah pemangku kepentingan. Antara lain Wakil Ketua Satgas Penanganan Covid-19 NTB HL Gita Ariadi yang juga Sekretaris Daerah NTB. Lalu Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB H Wirajaya Kusuma. Ketua KADIN NTB H Faurani. Ketua PW NU NTB Prof H Masnun Thahir dan Pengamat Ekonomi Firmansyah. Ikut bergabung dalam diskusi berbagai pemangku kepentingan dari beragam profesi.

Founder ESPE Syndicate Sirra Prayuna mengatakan, diskusi digelar untuk menghadirkan solusi bagi upaya-upaya menjaga ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat NTB di tengah situasi sulit akibat pandemi.

Sirra menegaskan optimismenya bahwa seluruh ikhtiar yang dilakukan pemerintah dalam upaya menangani pandemi Covid-19 saat ini, pada akhirnya akan berbuah manis. Termasuk upaya-upaya untuk mencegah warga terpapar Covid-19 yang kini sudah memiliki varian dengan penularan sangat cepat.

Namun begitu, kata pengacara kondang ini, di tengah-tengah upaya penanganan kesehatan tersebut, yang tidak kalah pentingnya juga adalah bagaimana menjaga kesinambungan ekonomi masyarakat, pedagang kaki lima, usaha mikro kecil dan UMKM.

“Karena itu, perlu rangkaian sousi dari semua pihak. Di balik kegalauan, jangan sampai terjadi pesimisme masyarakat. Jangan sampai ada pembangkangan sosial. Ini semua menjadi ujian yang harus kita sadari sama-sama,” kata Sirra.

Dimoderatori Ahmad, Direktur Publik Institut NTB, diskusi dibuka dengan pemaparan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB H Wirajaya Kusuma. Dia memaparkan kondisi terakhir para pelaku UMKM di NTB.

“Banyak UMKM kita yang kini terpuruk,” kata Wirajaya.

Pandemi yang sudah berlangsung lebih dari setahun telah menyebabkan pendapatan UMKM di NTB anjlok. Omzet mereka turun drastis lantaran permintaan yang menurun drastis pula. Imbasnya kemudian berpengaruh pula pada daya beli.

Ketua Kadin NTB H Faurani juga mengemukakan hal serupa. Dia buka-bukaan bagaimana kalangan dunia usaha di NTB kini dalam kondisi yang menyedihkan. Karena itu, kata Faurani, para pelaku usaha kini sangat berharap peranan pemerintah yang cepat dan tepat. Terutama dari sisi kebijakan dan regulasi.

“Dampak pandemi sangat memukul dunia usaha,” katanya.

Banyak perusahaan yang kini berhenti beroperasi. Jika pun masih ada yang beroperasi, mereka harus merumahkan sebagian karyawan mereka. Sehingga imbasnya kata Faurani, harus diakui berkontribusi pada meningkatnya jumlah pengangguran di NTB.

“Begitu juga kalau kita lihat masyarakat sekarang. Rata-rata sedang kebingungan. Karena itu, sangat penting kita bicara soal daya tahan di sini,” katanya.

Mungkin kata Faurani, bagi masyarakat yang masih memiliki tabungan, tatkala ada pembatasan di tengah PPKM Darurat, atau PPKM Level IV yang diberlakukan pemerintah saat ini, mereka yang memiliki tabungan tidak mengeluh. Namun, hal sebaliknya akan terjadi pada masyarakat yang tidak punya saving sama sekali.

*Belanja Pemerintah*

Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram Firmansyah mengungkapkan, bahwa masyarakat kini sedang dihadapkan pada situasi dilematis. Sehingga semua berharap pandemi cepat selesai.

Dia mengungkapkan bagaimana situasi terkini NTB, banyak pekerja harian yang kondisinya sedang tiarap. Berbicara mengenai ketahanan ekonomi suatu daerah, Firmansyah mengungkapkan kalau hal tersebut ditopang oleh empat hal. Yakni konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah.

Untuk saat ini, mengharapkan ketahanan ekonomi dari konsumsi rumah tangga, tentulah menjadi sangat sulit. Yang terjadi malah sebaliknya. Banyak masyarakat mengerem belanja. Pun begitu, mengharapkan sektor investasi juga sama sulitnya. Sebab, para investor ramai-ramai menahan diri. Begitu pula pada ekspor komoditi. NTB akan sangat sulit mendongkrak ekonomi dengan mengandalkan sektor ekspor.

Karena itu, satu-satunya harapan yang tersisa saat ini adalah belanja pemerintah. Sektor ini akan menjadi penopang utama untuk menjaga denyut ekonomi daerah di masa pandemi.

Yang menggelitik, Firmansyah sempat menyampaikan usulan unik. Di tengah situasi ekonomi yang tidak pasti seperti saat ini, dia menyarankan pemerintah perlu juga membentuk semacam Satgas yang tidak hanya memantau penularan Covid-19. Namun, perlu juga Satgas yang memantau tingkat pendapatan masyarakat. Satgas ini kata Firman, dapat memberi gambaran utuh pada pemerintah soal kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

“Karena ada memang masyarakat yang kondisinya sangat terpuruk sekali,” tandasnya.

Firman juga memaparkan mengapa banyak UMKM di NTB yang kondisinya kini tiarap. Sebab, banyak di antara UMKM NTB yang produk mereka bukanlan produk primer. Melainkan produk sekunder. Sehingga, manakala daya beli masyarakat sedang melemah seperti saat ini, mereka memilih membelanjakan uangnya hanya untuk kebutuhan primer.

“Mereka wait and see untuk belanja di luar kebutuhan primer,” katanya.

Di sisi lain, untuk untuk mengurangi dampak pandemi yang sangat dalam terhadap ekonomi masyarakat, Firman menyarankan agar pemerintah perlu memberikan subsidi bagi harga-harga kebutuhan pokok. Mekanisme pemberian subsidi harga ini tentu kata Firman bisa disiapkan pemerintah.

Namun begitu, subsidi harga kebutuhan pokok ini tidak perlu diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat. Namun, hanya diberikan di daerah tertentu, dan kepada orang-orang tertentu yang memang sangat membutuhkannya.

Pemerintah juga disarankan menggalang dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau dana CSR. Dana tersebut bisa diarahkan untuk membantu masyarakat yang ekonominya terimpit.

“Kalau disuruh memilih, masyarakat kita pasti ingin beraktivitas dengan protokol ketat ketimbang pembatasan seperti saat PPKM sekarang ini. Tabungan masyarakat sekarang sudah nyaris habis,” katanya.

Upaya Pemerintah

Sementara itu, Sekda NTB HL Gita Ariadi menjelaskan sejumlah langkah yang sudah diambil oleh pemerintah Provinsi NTB. Saat ini kata Gita, sudah mulai disiapkan upaya menggairahkan NTB dengan Nurut Tatanan Baru. Pemerintah sedang memadukan bagaimana gas diinjak dan rem dilepas. Atau sebaliknya, gas dilepas dan rem diinjak.
Ditegaskan mantan Kepala Dinas Pariwisata NTB ini, saat ini pemerintah memprioritaskan penanganan kesehatan dan penyelawatan jiwa masyrakat. Tapi, di sisi lain, pemerintah juga ingin agar masyarakat dan seluruh pelaku ekonomi dapat tetap produktif.

Dari sisi regulasi, pemerintah telah menyiapkan berbagai kebijakan dan aturan. Mulai dari terbitnya Surat Edaran di tingkat kepala daerah. Sampai juga ada instruksi dari para menteri yang menjadi acuan.

Pemeirntah juga saat ini terus memberikan berbagai upaya dan stimulus untuk membantu masyarakat. Yang terbaru misalnya bagaimana upaya Gubernur NTB H Zulkieflimansyah mengambil inisiatif dengan menyerap beras lokal dari petani. Yang kemudian beras itu menjadi bagian dari komponen tujangan kepada para pegawai sehingga mereka tidak hanya menerima tunjangan dalam bentuk uang semata.

Langkah ini kata Gita untuk menggerakkan ekonomi masyarakat di tingkat bawah. Sehingga ekonomi masyarakat kecil tetap berdenyut.

Sedagkan dari sisi penanganan kesehatan, Gita menyebut, bahwa rumah isolasi akan disiapkan sebagai tempat penanganan mereka yang terinfeksi Covid-19 tapi tanpa gejala. Bansos juga mulai dicairkan untuk menggairahkan ekonomi. Ada Bansos Tunai dari Kemensos untuk masyarakat di daerah yang memberlakukan PPKM Darurat. Ada pula penyaluran bantuan sembako kepada masyarakat yang sudah dilakukan dalam dua hari terakhir. Bantuan beras juga sedang disiapkan Bulog NTB. Total ada 5.200 ton Cadangan Beras Pemerintah yang siap disalurkan.

“Kita butuh saling pengertian. Tapi di sisi lain, kita harus sama-sama tegakkan protokol kesehatan,” katanya.

Sementara itu, Ketua PW NU NTB Prof H Masnun Thahir menekankan pentingnya masyarakat NTB butuh suasana harmoni. Jangan ada keributan-keributan yang tidak perlu dan menguras energi. Masyarakat harus dibuat banyak tersenyum.

Secara khusus, Prof Masnun menyoroti sejumlah pihak yang kini justru dengan bangga mengemukakan bagaimana mereka menolak vaksin. Bahkan mengajak pula masyarakat yang lain untuk melakukan penolakan serupa.

Adalah menjadi hak mereka untuk menolak vaksin. Namun, sertidaknya, jika mereka menolak vaksin, harusnya mereka juga tidak menolak vaksin sosial. Apa itu vaksin sosial? Yaitu menerapkan protokol kesehatan. Menjaga jarak. Tidak berkerumun.

“Kita manusia berikhtiar dan berdoa. Kalau manusia angkat tangan, maka Allah yang akan turun tangan,” tandasnya. (red)