Eks Hakim Tipikor Menduga Mantan Wali Kota Bima Diperas Firli
“Di sini kerancuannya. Sejauh ini KPK hanya menyematkan penerima gratifikasi saja sebagai tersangka, sedangkan pemberi gratifikasinya tidak, rasanya agak sulit diterima akal sehat,” ujar dia.
Berbarengan dengan TPPU
Selain itu, nilai gratifikasi atau suap yang diduga diterima oleh Lutfi cukup signifikan sekitar Rp8,6 miliar, semestinya diproses berbarengan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Karena instrumen hukum TPPU dengan sistem pembuktian terbaliknya, selain lebih mudah pembuktiannya juga efektif buat merampas hasil kejahatan korupsi untuk kas negara.
Atau katanya, mungkin KPK punya rencana lain, misalnya melimpahkan atau menyidangkan dulu perkara korupsi baru kemudian TPPU-nya menyusul seperti yang dilakukan terhadap oknum atau mantan hakim agung GBS yang saat ini sedang diproses hukum di KPK.
“Beberapa keganjilan proses penanganan perkara korupsi mantan Wali Kota Bima tersebut, kiranya dapat diatensi oleh KPK secepatnya, dan sekali lagi saya meminta kepada pimpinan KPK yang baru agar bisa mendalami kembali kemungkinan adanya gratifikasi atau pemerasan yang diduga dilakukan oleh FB terhadap saksi-saksi yang berpotensi menjadi tersangka,” kata dia.
“Karena boleh jadi korban dugaan pemerasan bukan hanya dialami oleh mantan menteri pertanian SYL tetapi juga dialami oleh korban korban lain selama FB memimpin KPK, tak terkecuali terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perkara mantan Wali Kota Bima ini,” ujarnya.