Oleh: Andri Suherman (Dosen Universitas Hamzanwadi)

KORANNTB.com – Beberapa hari belakangan ini, kerap tersiar kabar tentang perundungan di Indonesia selama tahun 2023. Sebagian besar kasus ini melibatkan para pelajar sekolah mulai dari SD hingga SMA. Baru-baru ini Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengeluarkan data bahwa kasus perundungan di sekolah di Indonesia selama periode Januari-September 2023 tercatat sebanyak 23 kali.

Data ini menyatakan bahwa kasus perundungan paling banyak terjadi di tingkat SMP sebesar 50%, lalu di tingkat SD mencapai 23 persen, kemudian di tingkat SMA sebanyak 13,5%, dan terakhir di tingkat SMK berjumlah 13,5%.

Dari seluruh 23 kasus perundungan tersebur, 2 korban dikabarkan meninggal dunia. Pertama adalah seorang siswa SD asal Kabupaten Sukabumi dan kedua adalah siswa MTs di Blitar. Ini menyimpulkan bahwa kasus perundungan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan data periode Januari-Juli 2023 yang hanya mencapai 16 kasus dengan rincian25 % SD, 25 % SMP, 18,75 % SMA, 18,75 % SMK, 6,25 % MTs, dan 6,25 % di pondok pesantren.

Beberapa contoh perundungan ini misalnya di bulan Juli 2023, 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur mengalami kekerasan fisik yaitu mereka dijemur dikarenakan terlambat datang ke sekolah. Seorang siswi di Kota Bengkulu menderita autoimun karena mengalami perundungan oleh 4 orang guru dan beberapa teman kelasnya.

Menurut FSGI, jumlah korban perundungan di sekolah selama Januari-Juli 2023 mencapai 43 orang, yang terdiri dari 41 peserta didik (95,4%) dan 2 orang guru (4,6%). Sementara itu, pelaku perundungan didominasi oleh peserta didik yaitu sejumlah 87 (92,5%) dan sisanya dilakukan oleh lima pendidik (5,3%), satu orang tua peserta didik (1,1%), dan satu Kepala Madrasah (1,1%). Dengan banyaknya kasus perundungan tersebut, bagaimana cara mengatasinya?

Peran Pemerintah

Melihat maraknya kasus perundungan ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memang telah meminta supaya pihak berwenang segera melakukan Tindakan untuk pencegahan kasus perundungan di dunia pendidikan.

Komisioner KPAI Aries Edi Leksono meyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah harus mengoptimalkan kembali apa yang disebut dengan tri pusat pendidikan yaitu keluarga, masyarakat dan satuan pendidikan. Menurutnya, peran mereka memiliki dampak besar dalam mengatasi kasus perundungan atau kekerasan di sekolah karena mereka berinteraksi langsung dengan peserta didik.

Selain itu, KPAI juga telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk segera mengeluarkan peraturan menteri (Permen) Dikbudresitek Nomor 46 Tahun 2023 yaitu tentang pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan.

Menurut KPAI, aturan tersebut harus melibatkan lintas organisasi perangkat daerah hingga pusat, baik itu dalam hal sosialisasi, pembentukan satgas, layanan aduan dan penanganan.

Selain itu, KPAI juga menyerukan agar semua satuan pendidikan mulai dari SD, SMP, hingga SMA segera melakukan reformulasi struktur kurikulum dengan cara menekankan penanaman kompetensi sikap spiritual dan sosial, bukan hanya memenuhi target pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan.

Pada tahun 2023 ini, salah satu kasus perundungan yang menjadi sorotan publik adalah kasus perundungan yang menimpa korban dengan inisial FF (14) di Cilacap, Jawa Tengah. Video kasus perundungan ini viral di sosial media pada Selasa (26/9/2023). Dalam video rekaman tersebut terlihat seseorang memakai topi memukul dan menendang korban. Setelah diselidiki, ternyata pelaku berasal dari sekolah yang sama dengan korban. Perundungan lain terjadi pada Selasa (26/9/2023) menimpa seorang korban inisial R, seorang siswi SD yang tewas karena melompat dari lantai empat gedung sekolahnya di daerah Jakarta Selatan.