Bersosmed Jadi Stres: Bagaimana Kecemasan Iklim Menghantam Kaum Muda
Survei ini juga mengungkapkan bahwa dampak buruk terhadap kehidupan sehari-hari akibat krisis iklim lebih besar dirasakan oleh kaum muda di negara-negara Selatan.
Meskipun penanganan yang berfokus pada masalah telah membuat kaum muda lebih banyak terlibat dalam aksi dan aktivisme iklim, emosi yang tidak menyenangkan – termasuk frustrasi karena kurangnya kemauan dan tindakan politik pemerintah – berkontribusi pada meningkatnya kecemasan lingkungan dan kesehatan mental yang buruk.
Sebuah studi menemukan bahwa individu yang mengalami kecemasan lingkungan memiliki tingkat depresi, kecemasan, stres, kesehatan mental yang dilaporkan sendiri, dan gangguan fungsional yang lebih rendah.
Kecemasan lingkungan memperparah masalah kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya pada anak muda yang sering kali diabaikan atau terabaikan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa secara global satu dari tujuh anak usia 10 hingga 19 tahun hidup dengan kondisi kesehatan mental, dan bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor empat di antara anak usia 15 hingga 29 tahun.
Di Indonesia, Survei Kesehatan Jiwa Remaja Nasional menemukan bahwa sekitar satu dari tiga orang berusia 10 hingga 17 tahun menunjukkan gejala gangguan jiwa pada tahun lalu.
Eco anxiety selama masa remaja dapat menyebabkan tekanan kronis yang dapat memengaruhi kesehatan remaja hingga dewasa. Sangat penting bagi mereka untuk menerima dukungan kesehatan mental yang tepat waktu dan sesuai.
Kecemasan lingkungan ditemukan memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat paparan informasi tentang dampak perubahan iklim, jumlah perhatian yang diberikan pada informasi perubahan iklim, dan apa yang dianggap dapat diterima oleh teman sebaya.
Media sosial memainkan peran penting dalam paparan informasi ini dan secara signifikan dapat memengaruhi bias kognitif yang meningkatkan kecenderungan untuk mempercayai dan mengedarkan informasi yang sesuai dengan kepercayaan atau kecenderungan politik yang ada.