KORANNTB.com — Dunia terperangah pagi tadi setelah Amerika Serikat melancarkan serangan militer langsung terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran—Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan presisi ini menandai eskalasi tajam dalam konflik Timur Tengah, setelah ketegangan yang membara selama berbulan-bulan antara Iran, Israel, dan sekutunya.

Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi operasi militer itu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan langsung dari Gedung Putih. Ia menyebut serangan tersebut sebagai “aksi pembelaan pre-emptive” yang dilakukan untuk “menghentikan kemampuan nuklir Iran secara total.”

“Fasilitas Fordow telah benar-benar dihancurkan,” ujar Trump. “Kami mengirim pesan yang sangat jelas bahwa pengayaan uranium Iran tidak akan dibiarkan mengancam perdamaian dunia.”

Tiga Titik Serangan

Link Banner

Serangan yang terjadi dini hari waktu Iran menyasar tiga pusat penting:

Fordow Fuel Enrichment Plant, fasilitas bawah tanah yang terletak di dalam pegunungan dekat Qom, disebut sebagai target utama. Enam bom bunker‑buster GBU-57A/B dijatuhkan oleh pesawat pengebom B‑2, menghancurkan struktur pertahanan yang diklaim “tahan segalanya.”

Natanz Nuclear Facility, yang selama ini menjadi lokasi utama pengayaan uranium Iran, dihantam oleh kombinasi rudal jelajah Tomahawk dan serangan udara. Fasilitas ini pernah jadi sasaran serangan siber Stuxnet satu dekade lalu.

Isfahan Nuclear Technology Center, pusat konversi uranium dan pengolahan bahan nuklir, juga mengalami kerusakan parah akibat rudal-rudal presisi tinggi yang diluncurkan dari kapal selam AS di Teluk Persia.

Pentagon merilis rekaman citra satelit yang menunjukkan kerusakan struktural pada ketiga situs tersebut, meskipun belum ada verifikasi independen yang dapat memastikan skala kerusakan sebenarnya.

Iran: “Kami Akan Membalas”

Kementerian Luar Negeri Iran merespons cepat, menyebut serangan itu sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.” Pemerintah Iran memanggil duta besar Swiss yang mewakili kepentingan AS di Teheran untuk menyampaikan protes diplomatik keras.

Dalam pernyataan resmi, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyebut aksi AS sebagai “perang terbuka” dan memperingatkan akan adanya balasan “tanpa batas dan tanpa peringatan.”

Tak lama setelah serangan AS, Iran dilaporkan meluncurkan puluhan rudal balistik ke wilayah Israel. Sistem pertahanan udara Iron Dome dilaporkan mencegat sebagian besar, namun beberapa rudal berhasil jatuh di wilayah Negev, menyebabkan kerusakan pada infrastruktur sipil.

Kekhawatiran Global Meningkat

Sejumlah negara dan organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa, menyuarakan keprihatinan mendalam. Sekjen PBB António Guterres menyerukan “penahanan diri maksimal” dan meminta semua pihak kembali ke meja diplomasi.

Analis Timur Tengah memperingatkan bahwa ini bisa menjadi titik balik menuju perang regional terbuka.

“Ini bukan lagi konflik bayangan atau perang proksi. Ini adalah konfrontasi langsung antara negara-negara besar,” kata Karim Sadjadpour, peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace.

Ketegangan antara Iran dan AS telah meningkat sejak Iran melanjutkan program pengayaan uraniumnya secara agresif, menyusul runtuhnya Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA). Israel, yang sejak lama menyatakan tidak akan membiarkan Iran memiliki senjata nuklir, telah melakukan sejumlah serangan terbatas dalam beberapa bulan terakhir, namun keterlibatan langsung AS membuka babak baru konflik ini.

Trump berjanji akan mempertimbangkan menyerang Iran dalam dua pekan. Namun tidak sampai dua pekan, serangan dilakukan.