Mataram – Guna menumbuhkan wawasan tentang kebangsaan, MPR RI menggelar sosialisasi empat pilar kebangsaan di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Sosialisasi tersebut digelar mulai tanggal 3 hingga 5 Desember 2018, dengan tiga lokasi, yaitu IAIH Hamzanwadi Lombok Timur, Yanmu NW Praya dan Yayasan Nurul Wathan NW Pelambik Lombok Tengah.

Lalu Gede Syamsul Mujahidin, SE (GSM)

Lalu Gede Syamsul Mujahidin, SE (GSM), selaku pemateri memaparkan pemahaman tentang empat pilar yang meliputi UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurutnya, empat pilar ini sangat penting diberikan sehingga pemahaman empat pilar kebangsaan harus terus disosialisasikan.

“Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila harus senantiasa hidup di tengah masyarakat. Nilai-nilai ini jangan sampai pudar, sebagai Warga negara kita harus berupaya berkontribusi dalam penguatan pilar-pilar nilai luhur budaya bangsa,” ujarnya.

Fathul Azis selaku Tenaga Ahli DPR RI, menjelaskan bagi suatu negara terdapat sistem keyakinan (belief system) atau filosofi (philosophische grondslag) yang isinya berupa konsep, prinsip, serta nilai yang dianut oleh masyarakat suatu negara. Filosofi dan prinsip keyakinan yang dianut oleh suatu negara digunakan sebagai landasan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Begitu juga dengan Indonesia memiliki konsep yang tertuang dalam empat pilar kebangsaan.

“Suatu pilar kebangsaan harus kokoh dan kuat untuk menangkal berbagai bentuk ancaman dan gangguan, baik dari dalam maupun dari luar. Pilar kebangsaan Indonesia yang berupa belief system harus dapat menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, kenyamanan, keadilan, dan kesejahteraan bagi semua warga negara,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, Pancasila merupakan pilar pertama untuk kokohnya bangsa Indonesia. Pemikiran dasar mengapa Pancasila berperan sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sila yang terdapat dalam Pancasila yang menjadi belief system.

“Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama sehingga dibutuhkan belief system yang dapat mengakomodir keanekaragaman tersebut. Pancasila dianggap sebagai pilar bagi negara Indonesia yang pluralistik,” ungkap Azis.

Dia melanjutkan, UUD 1945 merupakan pilar kedua dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Tentu saja masyarakat perlu memahami makna yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar tersebut.

“Tidak memahami prinsip yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 maka tidak mungkin untuk melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang ada pada batang tubuh UUD yang menjadi derivatnya,” terangnya.

Sementara untuk pilar NKRI, menurutnya sangat tepat para pendiri bangsa menjadikan dalam bingkai negara kesatuan.

“Para pendiri bangsa kita memilih negara kesatuan sebagai bentuk negara Indonesia melalui berbagai pertimbangan. Alasan utama para pendiri bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan adalah karena sejarah strategi pecah belah (devide et impera) yang dilakukan Belanda bisa berhasil karena Indonesia belum bersatu pada masa penjajahan,” jelasnya.

Terakhir, untuk pilar bhinneka tunggal ika, dijelaskan semboyan ini pertamakali diungkapkan oleh Mpu Tantular, seorang pujangga dari kerjaan Majapahit pada pemerintahan Raja Hayamwuruk sekitar tahun 1350 – 1389.

Pada masa itu pemerintahan kerajaan Majapahit menjadikan sesanti tersebut menjadi prinsip hidup mereka. Hal ini untuk mengantisipasi perpecahan di masyarakat mereka yang memang terdapat keanekaragaman agama.

“Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian,” ucapnya. (red)