Oleh: Mu’amar Adfal – Divisi Hukum dan Advokasi LPW NTB Kab. Bima

KORANNTB.com – Laskar Tani Donggo Soromandi (LTDS) telah menunaikan aksi jilid II pada Rabu (10/06/20) di Kantor Bupati Bima.  Aksi jilid II di respon oleh Bupati beserta jajaran dengan menerima perwakilan masa aksi untuk berdialog terbuka dalam ruangan Kantor Bupati Bima. Dalam dialog tersebut Kordinator Umum (Kordum) Kur’an Kritis, membacakan tuntutan aksi LTDS dan Kordinator Lapangan Satu (Korlap Satu) Satria Madisa menambahkan persoalan mulai dari harga jagung, bibit oplosan, mafia pupuk, serta masalah-masalah lain yang berdampak pada kesenjangan petani Bima.

Berkaitan dengan tuntutan harga jagung, Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri memberikan jawaban bahwa, Pemda tidak bisa memberikan solusi untuk kenaikan harga jagung karena mengikuti harga acuan dalam Permendag Nomor 7 Tahun 20020 tentang Harga Acuan Pembelian Di Tingkat Petani Dan Harga Acuan Penjualan Di Tingkat Konsumen.

Jawaban tersebut tentu tidak menyulut senyuman bagi LTDS, juga menunjukan krisis kepemimpinan Bupati yang tidak memiliki progresifitas untuk melindungi para pemilihnya.

Harga Jagung

Harga jagung dicantumkan dalam ketentuan Lampiran Permendag yaitu, harga acuan pembelian jagung ditetapkan 3.150/kg untuk kadar air 15%, 3.500 kadar air 20%, 2.850 kadar air 25%, 2.750 kadar air 30%, dan 2.500 kadar air 35%.

Ketentuan harga jagung telah mengalami beberapa perubahan, namun berbagai perubahan tersebut, dalam penentuan harga acuan tidak mengalami perubahan satu angkapun dalam semua kategori. Dilihat dari keberlakuan berdasarkan Permendag, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 menyatakan harga acuan pembelian di petani dan juga konsumen berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) bulan sejak Permendag diundangkan, terhitung mulai ditanda tangani pada 5 Februari 2020. Itu artinya, acuan pembelian komoditi jagung berlaku sampai dengan tanggal 5 Juni 2020 (Taufan, 2020).

Jalan Progresif

Sikap Bupati yang bersikukuh dengan harga acuan dalam Permendag, tentulah tidak dapat disalahkan. Namun, seharusnya Bupati memiliki keberanian untuk menyelami kehidupan petani. Secara hukum, Bupati memiliki kewenangan untuk menentukan harga jagung.

Berdasarkan  UU No. 23 Tahun 2014, keberanian Bupati dapat ditempuh dengan berpijak pada bidang pertanian sebagai urusan pemerintahan pilihan, yaitu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah.

Opsi pembentukan Perda, dapat dilakukan dengan memperhatikan perbandingan kedudukan Perda dengan Permendag. Dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) adalah: UUD NRI 1945, TAP MPR, UU/PERPU, PP, Perpres, Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota. Sedangkan Permendag, sesuai ketentuan Pasal 8 termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan lain. Sehingga, secara hierarkis, kedudukan Perda lebih memiliki kekuatan dibandingkan dengan Permendag.

Menggagas Perda

Berdasarkan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, pembentukan Perda selain dilakukan dengan jalan amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tingi secara hierarkis (sifat atribusi) juga dapat dibentuk berdasarkan kebutuhan hukum masyarakat. Dengan melihat kondisi sosiologis masyarakat, juga berkaitan dengan kondisi kedaruratan pandemi Covid-19, memenuhi syarat perlindungan sebagaimana UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Maka, Pemda Kabupaten Bima memiliki ruang untuk membentuk Perda yang mengatur penentuan harga acuan jagung beserta rumusan norma yang memberikan perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani sesuai dengan Lampiran UU No. 23 Tahun 2014. Pemda Kabupaten Bima pun dapat meneruskan semangat Perda Provinsi NTB tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Persoalan harga jagung merupakan salah satu dari berbagai persoalan pembangunan pertanian di Kabupaten Bima, tuntutan masa aksi LTDS perlu dilihat sebagai upaya pembangunan pertanian secara menyeluruh sesuai amanat UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Sehingga, di samping soal acuan harga jagung, Pemda perlu menyikapi terkait penguatan fungsi dalam pengelolaan sarana, prasarana, stabiitas dan ketersedian benih/bibit, pupuk, herbisida, juga penguatan pengawasan.

Konstitusi, UUD NRI 1945 telah menuangkan konsep desentralisasi sebagai upaya fungsionalisasi pemerintah daerah. Maka, ketika Bupati, hanya berlindung dari ketentuan di atas tanpa gagasan teknis, ia seolah gagal menerjemahkan maksud percepatan kesejahteraan rakyat.