KORANNTB.com – Lombok Global Institut (Logis) NTB menolak pembangunan bandara udara di Kiantar, Kabupaten Sumbawa Barat. Menurut Logis NTB, lahan di Kiantar adalah lahan produktif untuk pertanian jagung.

“Kasihan dong para pemilik lahan di sana (Kiantar) kalau Pemerintah KSB memaksakan diri membangun bandara di sana. Akan kemana petani di Kiantar kalau itu dijadikan bandara,” kata Direktur Logis, Fihiruddin, di Mataram, Senin, 7 Juni 2021.

Fihiruddin menyarankan, dari pada membangun bandara baru yang belum tentu mendatangkan manfaat lebih untuk masyarakat Kiantar, akan lebih bagus jika Pemerintah KSB memanfaatkan bandara yang sudah dibangun sebelumnya, yaitu bandar udara di Sekongkang.

“Pemerintah KSB lebih baik memaksimalkan bandara di Sekongkang. Itu saja dimaksimalkan dulu peruntukannya. Jadi jangan tergesa-gesa hanya karena kepentingan segelintir orang, lalu mengabaikan kebaikan untuk orang banyak, khususnya para pemilik lahan di Kiantar yang mau dipaksa menjual tanah mereka untuk pembangunan bandara baru,” tegas Fihiruddin.

Sebelumnya, seperti dilansir sebuah media online, sejumlah anggota Komisi III DPRD Sumbawa Barat juga menegaskan agar pemerintah segera mengusulkan uji akademik kembali atas rencana pembangunan bandara di Desa Kiantar.

Anggota Komisi III, Ahmad,  misalnya. Ia menegaskan usulan terhadap uji akademik soal bandara itu, muncul setelah hasil konsultasi dan klarifikasi pihaknya dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB. Sebab, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) NTB belum disahkan.

“RTRW Provinsi belum disahkan ternyata. Rencana Bandara Kiantar memang sudah masuk dalam draf RTRW Provinsi, tapi muncul polemik menyusul banyak sekali perubahan undang undang. Salah satunya undang undang cipta kerja. Jadi RTRW tertunda. Pemerintah gak boleh eksekusi karena bertentangan dengan RTRW Provinsi yang belum disahkan,” jelasnya.

Anggota Komisi III lainnya, Sudarli, mengingatkan banyak pihak termasuk pemerintah untuk melakukan kajian yang komprehensif, agar tidak terjadi masalah aturan dan aset-aset tidak berfungsi dengan baik. Seperti Bandara Sekongkang, pelabuhan Lalar. Meskipun Bandara Kiantar sumber anggarannya bukan dari APBD.

Sudarli yang juga Wakil Ketua Komisi III, menegaskan kembali bahwa dalam waktu dekat komisi akan melakukan RDP dengan mitra kerja. Baik Dinas PUPRP Bidang Tata Ruang Kabupaten, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan.

Rencana soal pembangunan bandara di Kiantar, memang menuai pro dan kontra. Masyarakat Desa Kiantar tidak seluruhnya satu suara soal bandara itu. Terutama dari para pemilik lahan, yang rata-rata menolak menjual tanah mereka untuk dijadikan bandara. Mereka menegaskan tidak akan menjual tanah mereka, berapapun harganya.

Pemerintah KSB juga disebut kurang melakukan sosialisasi atas rencana pembangunan bandara tersebut. Sehingga warga Kiantar pemilik sah lahan dibuat kaget ketika tanah mereka mau dijadikan area pembangunan bandara. Mereka jelas menolak menjual tanahnya, karena merupakan warisan leluhur mereka dan juga merupakan lahan produktif. (red)