KORANNTB.com – Presiden Jokowi akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Media Sustainability. Rancangan Perpres tersebut kini telah disusun dengan melibatkan Dewan Pers dan organisasi wartawan dan asosiasi wartawan.

Link Banner

Proses penyusunan draf Perpres berjalan cukup alot. Terjadi silang pendapat tentang draf Perpres publisher right media digital/media berkelanjutan.

Hasil rancangan draf hanya ditandatangani oleh lima konstituen Dewan Pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Perusahaan Pers (SPS), dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

Sedangkan empat Konstituen Dewan Pers lainnya yaitu Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Media Siber Indonesia  (AMSI), dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) dengan tegas mereka semua menolak menandatangani Draft Rancangan Perpres tersebut.

Dua konstituen lainnya, Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) tidak ikut hadir, dalam rapat penyusunan R-Perpres Media Berkelanjutan oleh Dewan Pers.

Dari 14 pasal yang ada pada draf tersebut, berikut ini adalah lima poin penting pada Rancangan Perpres tentang Media Sustainability:

1. Sistem Bagi Hasil

Perusahaan platform digital wajib berbagi hasil dengan perusahaan pers tentang pemanfaatan berita yang diproduksi perusahaan pers dan digunakan di platform digital.

Itu tertuang dalam Pasal 1 poin 2 Rancangan Perpres. Ke depannya, sistem bagi hasil akan berlaku di masing-masing platform digital yang berkembang di Indonesia, seperti Facebook, Twitter, YouTube, TikTok dan lainnya. Perusahaan media akan mendapatkan keuntungan dari platform digital.

2. Sistem Algoritma

Pada Pasal 1 poin 9 dijelaskan tentang perubahan algoritma. Masing-masing platform digital memiliki sistem algoritma, di mana berita-berita yang muncul pada platform digital akan terindeks. Jika berita tersebut bertentangan dengan kode etik jurnalistik, berita melanggar hak cipta maupun clickbait, maka tidak akan terindeks pada platform digital. Artinya, jangkauan penonton atau pembaca berita pada platform digital akan dikurangkan atau sama sekali tidak dapat dilihat publik.

Ini bertujuan untuk membuat media lebih sehat, berisi dan sesuai kode etik, tidak hanya mementingkan judul layaknya jurnalisme kuning.

3. Hapus Berita

Platform digital dapat menghapus berita yang tidak sesuai kode etik jurnalistik berdasarkan rekomendasi Dewan Pers. Itu disebutkan dalam Pasal 7 huruf b.

Tujuan pasal tersebut untuk mencegah adanya berita yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik misalnya informasi palsu atau hoax.

4. Tidak Menampilkan Konten Plagiat

Pada Pasal 7 huruf f juga menekankan platform digital untuk tidak menampilkan konten jurnalistik hasil daur ulang dari konten media lain tanpa izin.

Frasa “tanpa izin” belum dijelaskan secara lengkap pada pasal tersebut.

Meskipun demikian, pasal tersebut menekankan pada media untuk tidak sembarang melakukan copy paste berita atau memuat rilis utuh dari instansi pemerintah tanpa diubah sesuai standar jurnalistik.

5. Media Terverifikasi

Untuk dapat bekerjasama menggunakan sistem bagi hasil dari platform digital, perusahaan media harus terlebih dahulu terverifikasi Dewan Pers. Itu dimuat dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2).

Bukan hanya soal bagi hasil, media yang tidak atau belum terverifikasi Dewan Pers, akan kesulitan mendapatkan pembaca atau penonton karena adanya perubahan sistem algoritma platform digital.

Ini menjadi perdebatan yang cukup alot. Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menolak pasal tersebut, mengingat masih banyak media kecil atau start up kecil media yang saat ini sedang merintis. Jika kerjasama secara ekonomi dibatasi harus terverifikasi Dewan Pers, tentu akan menyulitkan media kecil untuk hidup. Mengingat syarat verifikasi media cukup ketat.

SMSI meminta tidak ada agenda terselubung yang mematikan perusahaan pers kecil atau start up. Apalagi pada Pasal 2 poin g rancangan  Perpres tersebut menegaskan tanggung jawab perusahaan digital dilaksanakan berdasarkan asas non-diskriminasi. (red)

Foto: Ilustrasi pers/Nunki Pangaribuan