Mengenal El Nino secara Spesifik, Mengapa Bisa Terjadi
KORANNTB.com – Sejak Juni 2023 wilayah Indonesia dilanda El-Nino. Parahnya lagi El Nino datang bersamaan dengan musim kemarau sehingga membuat banyak wilayah di Indonesia mengalami kekeringan dengan hari tanpa hujan yang sangat panjang.
El Nino dapat menyebabkan perubahan pada iklim dan dapat mempengaruhi curah hujan dan kemarau panjang. Namun tahukah apa itu El Nino?
Apa itu El Nino?
Menurut BMKG, El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal. Fenomena tersebut terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah. Jika suhu laut panas, dapat memicu pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah dan mengurangi curah di Indonesia.
Mengapa terjadi El Nino?
Dilansir dari kanal youtube Nous ID, Indonesia berada di garis khatulistiwa yaitu garis ekuator yang membelah Bumi menjadi belahan Bumi utara dan belahan Bumi selatan. Sepanjang khatulistiwa terdapat pola aliran angin yang bergerak mengelilingi bumi dari timur ke barat atau dikenal dengan nama angin pasat. Angin pasat juga menjadi salah satu penggerak air laut.
Kemudian di sebelah timur Indonesia ada Samudra Pasifik yang sangat luas dan terpapar sinar matahari. Itu mengakibatkan air laut berubah menjadi air hangat, di mana air laut hangat memiliki tingkat penguapan yang lebih tinggi daripada air laut yang dingin. Tingkat penguapan tinggi membuat lebih mudah terbentuk awan hujan.
Air laut kemudian membentuk gumpalan awan hujan dan terbawa angin pasat ke wilayah Indonesia. Namun di waktu bersamaan siklus angin pasat dapat berubah, bisa lebih lemah dan di waktu tertentu bisa berbalik arah ke arah timur menuju Benua Amerika.
Karena air laut hangat menuju arah timur, maka air laut dingin dari kedalaman pasifik akan bergerak naik menggantikan posisi air laut hangat yang sudah bergerak menuju Benua Amerika. Itu disebut dengan fenomena Southern Oscillation. Akibatnya suhu permukaan laut Indonesia menjadi lebih dingin. Tentu saja hal ini berbeda dengan Benua Amerika seperti Amerika Latin dan Peru yang justru saat terjadi El Nino mengalami peningkatan curah hujan.
Karena air laut dingin lebih sulit menguap, maka Indonesia akan mengalami kekurangan awan hujan. Kondisi ini disebut sebagai El Nino. Imbas dari berkurangnya awan hujan membuat suhu menjadi lebih terik, kekeringan dan kebakaran hutan.
Lawan dari El Nino adalah La Nina, di mana kondisi awan hujan yang dibawa dari Samudra Pasifik langsung mengarah ke barat dan masuk Indonesia tanpa berputar arah. Ini menyebabkan kondisi cuaca di Indonesia menjadi sering hujan selama berbulan-bulan dengan intensitas tinggi hingga mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, angin kencang hingga pohon tumbang.
Fenomena El Nino dan La Nina secara keseluruhan menjadi bagian dari ENSO atau El Nino Southern Oscillation. Sementara fenomena air laut dingin yang bergerak ke permukaan untuk menggantikan air laut hangat disebut Southern Oscillation.
Efek Coriolis
Yang menjadi pertanyaan mengapa angin pasat yang seharusnya bergerak dari timur ke barat justru berputar sebaliknya? Itu disebabkan efek Coriolis. Bumi seharusnya berotasi atau berputar pada khatulistiwa sebagai sumbunya. Rotasi bumi ini mempengaruhi pola cuaca, arus laut dan udara atau angin. Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi (kutub) ke daerah bertekanan rendah (khatulistiwa) sehingga bersirkulasi lurus.

Namun bumi berotasi yang menimbulkan gaya baru atau disebut efek Coriolis. Melansir kompas.com, efek Coriolis menyebabkan sirkulasi udara bumi melengkung dan tidak berada dalam satu garis lurus. Itu yang menyebabkan awan hujan dari Samudra Pasifik berputar arah hingga suhu muka air laut di Indonesia yang seharusnya hangat berubah menjadi dingin sehingga menimbulkan fenomena El Nino.
Pertanyaan baru pun muncul mengapa efek Coriolis itu bisa terjadi? Itu disebabkan karena Bumi berputar ke arah timur dan kecepatan tangensial suatu titik di Bumi adalah fungsi dari garis lintang (kecepatan nol di kutub dan perlahan naik hingga mencapai kecepatan maksimum di khatulistiwa).
Kecepatan rotasi bumi di khatulistiwa lebih cepat dari kecepatan rotasi di bagian kutup. Makin jauh dari khatulistiwa maka makin lambat juga kecepatan sudut rotasi bumi. Hal ini dan arah berputarnya bumi ke timurlah yang menyebabkan efek coriolis.
Sehingga fenomena iklim yang terjadi di dunia dipengaruhi juga dengan gaya rotasi bumi.